Mohon tunggu...
Bobi Anwar Maarif
Bobi Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Caleg Buruh Migran

Memperjuangkan hak dan kepentingan Buruh Migran Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memulihkan Citra Polisi dalam Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

23 September 2022   18:22 Diperbarui: 23 September 2022   18:27 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga hari yang lalu tepatnya pada Selasa tanggal 20 September 2022, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia mengadakan webinar dengan tema "Ditengah Krisis Kepercayaan Publik, Polri didesak Bereskan Kasus TPPO Pekerja Migran."

Webinar ini dilatar belakangi adanya laporan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang mandek di polisi. TPPO yang dilaporkan bermodus ketenagakerjaan dan pengantin pesanan. 

Sejak tahun 2014 SBMI telah melaporkan 28 kasus TPPO dengan jumlah korban sebanyak 329 orang. Dalam satu laporan jumlah korbannya beragam. Dari 28 laporan tersebut ada 9 yang sukses sampai vonis pengadilan, dan sisanya sebanyak 19 laporan itu mandek. Jadi masih lebih banyak yang mandek.

Atas dasar tersebut, wajar saja jika SBMI belum sepenuhnya percaya dengan kinerja Polri, terlebih laporannya ada yang mandek selama 8 tahun sejak tahun 2014.

Harus ada upaya untuk memulihkannya. Lalu bagaimana cara memulihkan citra polisi dalam penanganan kasus TPPO bermodus ketenagakerjaan dan pengantin pesanan? Menurut Saya, ada beberapa rekomendasi untuk memulihkan citra polisi dalam penanganan kasus TPPO.

Oke, sebelumnya saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu TPPO. Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, TPPO terjadi jika tiga unsurnya telah terpenuhi, yaitu unsur Proses, Cara dan Tujuan/Eksploitasi.

Pada Unsur Proses ada perbuatan atau tindakan: perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang.

Pada Unsur Cara ada perbuatan atau tindakan berupa: ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat.

Pada unsur tujuan atau eksploitasi, korban TPPO mengalami bentuk-bentuk eksploitasi, yaitu: 1. pelacuran, 2. kerja paksa atau pelayanan paksa, 3. perbudakan atau praktik serupa perbudakan, 4. penindasan, 5. pemerasan, 6. pemanfaatan fisik, 7. pemanfaatan seksual, 8. pemanfaatan organ reproduksi, 9. mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, 10. pemanfaatkan tenaga atau kemampuan.

TPPO bermodus ketenagakerjaan marak terjadi di Indonesia, pintu masuknya melalui penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara unprosedur. 

Penempatan unprosedur terjadi ketika pelakunya adalah orang perseorangan atau bukan badan hukum perusahaan. Atau pelakunya perusahaan tetapi tidak memiliki izin bernama Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Atau perusahaannya tidak memiliki Job Order atau Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI). 

Atau menempatkan PMI ke negara-negara yang dinyatakan terlarang atau tertutup dan ke negara yang belum memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia, atau ke negara yang tidak memiliki aturan perlindungan pekerja asing, dan atau tidak memiliki aturan jaminan sosial.  

Dan dokumen PMI yang ditempatkannya itu tidak lengkap, seperti Surat Izin Keluarga yang distempel kepala desa, Perjanjian Penempatan, Perjanjian Kerja, Sertifikat Kesehatan, Sertifikat Keterampilan, Visa Kerja, dan Kartu Peserta BPJS PMI.

Dengan demikian, pintu masuknya harus diperkuat dan diperketat dulu, jika masih ada yang kebobolan, baru dilakukan penindakan pemidanaan. Apa saja? Ini dia.

 

Menyelesaikan laporan TPPO yang sudah masuk.

Kasus yang sudah masuk ini, jangan digantung. Harus segera diselesaikan. Karena ini sudah masuk rumah TPPO. Apalagi cuma 19 kasus. Jika ada nawaitu, saya yakin itu kecil untuk institusi sebesar Polri.  Kapolri tinggal menerbitkan Surat Indtruksi ke Polda dan Polres, setelah itu awasi. Indikator keberhasilannya sederhana saja yaitu vonis pengadilan.

Setelah itu secara internal, Kapolri juga bisa memperkuat kelembagaan Unit TPPO, sebagaimana tesisnya Doktor Polisi Reynold Hutagalung dalam bukunya berjudul "Anak Buah Kapal Indonesia". Keren dah jika itu terjadi. Bisa dipastikan indeks Pemberantasan TPPO Indonesia akan naik lagi, dari Tier 2 wactlist ke Tier 2.

Mencegah Penempatan Unprosedur ke Malaysia

Menurut data Bank Dunia, dari 9 juta PMI, lebih dari 5 juta diantaranya bekerja di Malaysia. Namun data pemerintah mencatat 1 sampai 2,5 juta saja. Jadi ada kesenjangan 2,5 sampai 4 juta yang tidak terdata. Hal itu terjadi karena maraknya penempatan unprosedur atau ilegal ke Malaysia. 

Maraknya penempatan unprosedur ke sana karena banyaknya jalan tikus di sepanjang perbatasan Kalimantan, dan selat Malaka. Jalur tersebut dikuasai oleh para tekong di dalam maupun di luar negeri. 

Para tekong juga didukung oleh bisnis besar transportasi ilegal yaitu speedboat Indonesia-Malaysia dan sebaliknya. Meskipun sering tenggelam atau mungkin ditenggelamkan oleh otoritas Malaysia, tetapi bisnis ini tidak ada matinya.

Mencegah Penempatan Unprosedur ke Timur Tengah

Seperti diketahui bersama, sejak Mei 2015 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah melarang penempatan Pekerja Rumah Tangga (PRT) ke 19 negara Timur Tengah. Hal ini dilatar belakangi banyaknya pelanggaran hak, mulai dari buruknya kondisi, kekerasan fisik dan seksual, bahkan ancaman hukuman mati atau diyat yang sangat mahal hingga puluhan miliar.

Tetapi sayangnya penempatan ke sana masih tetap terjadi. Justeru dengan kebijakan pelarangan tersebut, faktor penariknya menjadi lebih kuat karena majikan berani membayar lebih mahal dari biasanya, sampai $ 10.000 atau setara dengan Rp 149 juta. 

Sementara faktor pendorongnya dibiarkan lemah. Tidak ada pencegahan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandara, karena tidak adanya aturan Dirjen Imigrasi yang mencegah pemberangkatan PMI dengan visa kunjungan, atau aturan standardisasi syarat bagi pemegang visa kunjungan.  

Walhasil pintunya jebol terus. Penempatan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Erbil, Irak, Qatar, Bahrain, Yordania bahkan Syiria, masih tetap marak. Setelah sampai di sana, baru kerja beberapa bulan sudah minta dipulangkan karena kondisi kerja yang buruk. Peristiwa ini terjadi dan terus menerus berulang.

 Mencegah Penempatan AKP atau ABK Ke Cina termasuk Taiwan

Saat ini dunia menyoroti perbudakan dilaut yang dialami oleh Awak Kapal Perikanan (AKP) atau yang biasa disebut Anak Buah Kapal (ABK).  Mereka direkrut dan ditempatkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kecukupan izin. 

Oh my God, bagaimana mungkin perusahaan yang menempatkan pekerja ke luar negeri izinnya dari Dinas. Sementara bekerja di kapal perikanan itu resikonya sangat berat, bahkan terberat kedua di dunia. Wajar jika banyak yang meninggal dunia, bahkan mirisnya lagi mayatnya dibuang ke laut. Sistem penggajiannya tidak langsung kepada AKP, tetapi melalui perusahaan perekrut. Akhirnya rawan digelapkan. 

Selain itu ada uang jaminan sebesar $ 1000 (setara Rp 15 juta). Jika tidak selesai kontrak, atau dipulangkan oleh perusahaan kapal ikan maka uangnya jadi milik perusahaan perekrut. 

Mereka diperbudak sejak sebelum berangkat melalui Perjanjian Kerja Laut yang tidak terstandar. Pada saat bekerja mereka mengalami kondisi kerja yang sangat buruk misalnya jam kerja panjang, makan, minum dan tempat tinggal tidak layak, sakit tidak ada jaminan kesehatan, sistem pembayaran gaji delegasi, uang jaminan serta tidak bisa komunikasi. Data SBMI, sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2021 telah menangani 634 kasus ABK. 45 ABK meninggal dunia, 4 jenazah ABK dibuang ke laut.

Dalam hal ini, Kapolri dapat mempercepat pemberlakuan PP 22 Tahun 2022 Tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. Terutama tentang perizinan bernama Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI). Jika masih ada yang membangkang, maka ditertibkan oleh Mabes Polri, Polda, Polres dan Polsek, sesuai wilayahnya.

Mencegah Penempatan PMI ke Kamboja

Penempatan PMI ke Kamboja kebanyakan unprosedur. Parahnya mereka direkrut untuk menipu orang Indonesia dengan modus investasi. Tetapi investasinya bodong. Jika kerja PMI tidak memenuhi target maka akan dapat hukuman. Akhirnya jam kerja mereka menjadi sangat panjang. Sementara iming-iming gaji sebesar $800-1200 (setara Rp 12 juta-18 juta) itu bohong belaka.  

Pada Agustus 2022 yang lalu, ada kerjasama yang baik antara KBRI Phnom Penh, UPT BP2MI dan Polda Sumut, dalam mencegah terjadinya penempatan 645 calon PMI secara unprosedur ke Kamboja.  Sebelumnya KBRI Phnom Penh kewalahan memulangkan 210 orang, hampir separuhnya berasal dari DKI Jakarta, sisanya dari Jambi, Sumut, Jabar, Kalbar, Lampung, Jateng, Jatim, Sumsel, Aceh dan Sumbar.   

Tinggal bagaimana upaya polisi selanjutnya adalah mempidanakan pelakunya. Pidana yang dikenakan seharusnya berlapis antara UU TPPO dan UU PPMI. Karena berdasarkan pengalaman SBMI, sebelumnya pelaku hanya dijerat dengan pasal 81 UU PPMI yang tidak ada batasan minimal, akhirnya hanya divonis 1,5 tahun.

Saya meyakini jika ini dilakukan oleh polisi seluruh Indonesia, maka kepercayaan masyarakat terhadap polisi akan pulih kembali.  Tujuan migrasi akan menguntungkan semua pihak, mulai dari PMI, keluarga PMI, Agen, Pemberi Kerja, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Tujuan. Tujuan migrasi sesuai konvensi Global Compact for Migration yang aman, tertib dan teratur juga tercapai. Serta indeks pemberantasan TPPO Indonesia di dunia internasional akan naik lagi ke Tier 2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun