Mari kita cek hal yang paling krusial dari isi Pakta Integritas Partai Demokrat, yaitu Tidak KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
Korupsi, Pasek sampai saat ini clear soal kasus-kasus korupsi. Kolusi, sampai saat ini pun Pasek clear dari jerat Kolusi. Nepotisme, Pasek memilih maju DPD di Pemilu 2014 karena istrinya menjadi Caleg Partai Demokrat. Dipastikan untuk persoalan Nepotisme, Pasek juga clear.
Sekarang kita ke Syarief Hasan, untuk persoalan korupsi, kita sama-sama tahu soal kasus Videotron yang melibatkan anaknya yaitu Riefan Avrian dan Kepala Bagian Umum Kementerian Koperasi, Hasnawi Bachtiar suami dari keponakannya. Korupsi Videotron ini merugikan negara senilai Rp 23,4 miliar.
Bau kolusi juga tercium selain anaknya yang diduga bermain proyek di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, ternyata Hasnawi yang menetapkan pemenang tender, ternyata juga masih punya hubungan kekerabatan dengan Pak Menteri Syarief Hasan. Hasnawi adalah suami dari Sitti Darmawasita dan Sitti adalah keponakan Syarief Hasan. Saat ini, Sitti menjabat Direktur Keuangan Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM (LLP-KUKM), pengelola SMESCO, yang gedungnya menjadi lokasi pemasangan videotron.
Begitu pula soal Nepotisme, Syarief Hasan dan istrinya Ingrid Kansil sama-sama di Partai Demokrat. Dan sama-sama pula maju sebagai Caleg Partai Demokrat bersama beberapa kerabat lainnya. Wow, menakjubkan bukan?
Lalu bagaimana pula dengan Ibas? Terbukti atau tidak, yang pasti namanya kerap disebut di sidang oleh Deviardi dan Yulianis di dalam 2 kasus yang berbeda. Namun, fungsionaris KPK kompak pasang badan untuk melindungi Ibas, bahkan kesaksian dan Yulianis-nya sendiri dikatakan sebagai orang aneh dengan kesaksian yang aneh pula oleh Ketua KPK Abraham Samad.
Untuk urusan Kolusi dan Nepotismenya Ibas, tak menarik dituliskan lagi. Wajar bila keluarga Cikeas ada dimana-mana mengisi ruang partai dan meramaikan bursa Caleg Partai Demokrat.
Dari sini, siapa sebenarnya yang melanggar Pakta Integritas, Pasek, Syarief Hasan atau Ibas?
Pasek pantas dan sangat layak untuk melakukan perlawanan. Masalah persahabatannya dengan Anas Urbaningrum adalah urusan pribadinya. "Masak mereka tidak cocok, saya harus dicokok hidungnya untuk ikut memusuhi Anas. Mereka musuhan kok saya diajak ikut memusuhi tanpa alasan".
Bagi ksatria, tak ada kebahagiaan yang lebih besar dari pada berperang menegakkan kebenaran
(Bhagawad Gita II.31)