Surat bernomor: 01/EXT/DPP.PD/I/2014 tertanggal 13 Januari 2014 dari DPP PD tentang PAW itu menjadi dokumen bersejarah bagi hidupnya. Surat penceraian dengan alasan pelanggaran kode etik Partai Demokrat dan surat itu di tanda tangani oleh Syariefuddin Hasan sebagai Ketua Harian (Kahar) dan Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono. Dengan tembusan ke Presiden RI, ketua KPU, Sekjen DPR/MPR RI, Ketua Fraksi PD. Dan lucunya Pasek yang akan di PAW kan, tidak diberitahu alias tidak dapat tembusan.
Bagi Pasek yang dipilih langsung oleh rakyat sebagai wakil rakyat di DPR, tidak masalah jika dirinya dicopot dan dirotasi. Tapi untuk tuduhan pelanggaran kode etik dan ada juga yang mengatakan pelanggaran pakta integritas, Pasek sedang memikirkan dan akan mempersiapkan langkah.
"Itu otokritik karena ketua harian yang serampangan mengelola partai sebesar PD. Seperti manager perusahaan keluarga saja. Ntah kenapa Kahar begitu benci saya. Sejak KLB, trus niat mendongkel saya. Copot dari Ketua Komisi III dan geser dari Komisi III," kata pasek dengan nada menahan kemarahannya.
Dalam konteks pelanggaran kode etik partai, Pasek mengaku tidak pernah dipanggil Komisi Pengawas dan Dewan Kehormatan. Sehingga menurut Pasek, surat itulah yang telah melanggar etika dan AD/ART. Pasek paham betul, jika terkadang ambisius dan emosional sering meninggalkan aturan.
Lalu, Pasek pun mengingatkan soal kasus surat undangan Rapimnas PD di Sahid Hotel yang didesain mirip dengan KLB. Yang tanda tangan Sekretaris Dewan Pembina dengan Sekjen, sementara Ketua Umum tidak diajak. "Dari Ilmu surat manapun jadi aneh. Sesama sekretaris mengundang, ketua umumnya nggak diajak. Kini dlm bentuk beda terjadi lagi. Isi surat Menuduh pelanggaran Kode Etik tanpa sebutkan Kode etik mana yang dilanggar langsung, mem-PAW saya,".
Pasek mengakui bahwa Partai Demokrat yang telah menjadi kendaraan politiknya untuk duduk sebagai anggota legislatif, tapi baginya peran rakyatlah yang lebih besar. "Kalau dicalonkan tapi tidak ada yang memilih apa bisa saya duduk di DPR? Kan tidak mungkin".
Bagi Pasek, hukuman tanpa proses itu ilegal, abuse of power dan mirip jaman Orba. Sikat dulu, alasan belakangan. "Sekali lagi soal jabatan tidak saya masalahkan, tapi masalah hukuman tanpa proses ini membuat nurani saya harus berontak. Apa harus dibiarkan demokrasi kita dibangun dengan dasar emosi, galau dan seenaknya sendiri. Seakan parpol itu miliknya sendiri. Kita semua dianggap kost saja yang bisa diusir kapan ia mau tanpa perlu aturan. Ini berbahaya."
Pasek pun menyayangkan sikap Partai Demokrat yang semakin hari semakin otoriter. Baginya pola otoriter itu yang tak lagi boleh dibiarkan.
"Kasihan nama Demokrat kalau pola otoriter dibiarkan. Kasihan ketua DPC-DPD hanya karena dekat Anas disikat. Padahal mereka juga ikut memilih secara aklamasi SBY saat KLB di Bali. Merek disikat tanpa tahu kesalahnnya apa secara organisasi. Haruskah arogansi itu dibiarkan sehingga makin kalap & merugikan?"
Itu tentu tidak menjadi pertanyaan besar hanya untuk Pasek seorang, tapi bagi semua orang. Persoalan arogansi adalah persoalan Hak Asasi yang dikebiri paksa. Ini tentu harus dilawan.
Lalu Pasek lebih menjelaskan soal dirinya yang dituduhkan dianggap melawan Pakta Integritas, Pasek sangat yakin bahwa dirinya lebih berintegritas dibandingkan dengan Syarief Hasan atau Ibas. "Bukan utk menyombongkan diri, tp ini Fakta," kata Pasek.