Kedua, penanaman cinta usaha lestari berkelanjutan
Ternak lele adalah usaha lestari berkelanjutan. Menurut Taksonomi Hijau Otoritas Jasa Keuangan (OJK, 2022), usaha lele termasuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 1 atau utama di bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan.Â
Taksonomi Hijau adalah klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance pun menempatkan pertanian, kehutanan, dan perikanan laut dan darat dalam level pertama. Bisnis penyedia pangan lestari didukung bank-bank sentral ASEAN, termasuk Bank Indonesia.
Apalagi, bisnis ternak lele sangat mudah dan menguntungkan. Modal usahanya pun terjangkau. Penebaran padat lele antara 250-350 ekor/meter kubik hanya memerlukan tiga bulan untuk mencapai panen. Artinya, perputaran uang bagi peternak sangat lancar (Darseno, 2010).
Menurut ayah saya, lele berusia 2,5 bulan sudah bisa dipanen. Sangat mudah memasarkan lele mentah karena permintaan pasar akan ikan lele ini sangat besar. Di mana-mana ada warung pecel lele yang menjadi konsumen utama daging lele.
Mendapatkan bibit lele juga relatif mudah di kawasan DIY, misalnya di Godean. Lele dapat berkembang baik di daerah yang tidak terlalu dingin suhunya.
Salah satu kendala ternak lele adalah kematian bibit lele akibat pergantian musim panas ke hujan. Di saat itu banyak jamur yang menyerang lele. Solusi tradisionalnya adalah memberikan daun pepaya yang dihancurkan. Sekarang sudah ada obat modern berupa obat jamur ikan.Â
Ternak lele juga bisa menjadi usaha sampingan yang menguntungkan. Juga bagi pelajar, mahasiswa, dan kaum muda. Contoh nyata, Bank Indonesia mendukung budidaya lele di aneka pesantren.Â