Nah, jika terjadi hal seperti ini, biasanya orang baru tersadar akan dua hal:Â
1) bahwa pemuka agama itu tidak selalu mahir dalam hal investasi. Jangankan soal investasi, tidak semua pemuka agama sungguh punya kompetensi untuk menjelaskan hal keagamaan.
Tanpa ada lembaga keagamaan yang serius membina pemuka agama, mutu dan kejelasan status seseorang sebagai pemuka agama bisa menjadi sangat dipertanyakan.Â
2) bahwa pemuka agama bukan Tuhan yang sempurna. Pemuka agama pun bisa tergoda oleh keserakahan.Â
Di sebuah negara maju di Eropa, justru oknum pemuka agama dari daerah tertentu terkenal sebagai bagian dari mafia. Tak heran jika polisi menangkap oknum pemuka agama yang ternyata membantu mafia. Ini fakta.Â
Investasi berbalut keagamaan juga patut diteliti dengan akal sehat. Tanpa bermaksud berprasangka buruk, kita tetap perlu mempelajari setiap tawaran investasi, termasuk dari oknum pemuka agama atau keluarganya.Â
Janji keuntungan "to the moon" seringkali berakhir pahit.Â
5 hal sebelum menerima tawaran investasi
Setiap tawaran investasi, termasuk yang ditawarkan pemuka agama dan dibalut dengan promosi berbau keagamaan perlu kita selidiki dulu:Â
1. Apakah tawaran keuntungan masih masuk akal? Jika terlalu besar, justru kita perlu curiga. Jangan-jangan skema Ponzi atau modus licik lainnya.Â
2. Apa dijamin dan disahkan oleh otoritas negara, misalnya oleh OJK dan Bappebti.