Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cintaku dan Cinta Lusia

28 Mei 2021   16:30 Diperbarui: 28 Mei 2021   16:40 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena dorongan Lusialah aku jadi benar-benar katolik, tak hanya katolik-katolikan. Bersamanya, aku jadi rajin berdoa. Kadang kami ziarah ke Gua Maria. Tiap Minggu, kami ke Gereja. Tiap akhir bulan, biasanya Lusia mengajakku ke sebuah panti asuhan yang dikelola para suster. 

Di panti asuhan itulah, Lusia rutin membantu pemeriksaan kesehatan bagi anak yatim-piatu.  Seringkali dengan uangnya sendiri, Lusia membelikan kue dan buah untuk mereka. Lama-lama, aku terpengaruh oleh kedermawanannya. Kusisihkan juga uangku untuk membelikan sesuatu yang berguna anak-anak panti asuhan itu.

***

Masa-masa indahku bersama Lusia tak berlangsung lama. Bagai tersambar petir di siang bolong, aku terkejut saat dia bilang kalau dia harus pulang kampung. 

“Mas Yohan, ayahku sakit-sakitan. Ibuku sudah tiada. Tinggal akulah yang bisa merawat ayah. Terima kasih atas semua yang telah kita lalui. Bagiku kamu lelaki yang baik. Tapi akhirnya jarak memisahkan kita. Aku akan selalu berdoa untukmu, Mas,” pesan terakhirnya padaku. 

“Terima kasih juga, atas  perhatianmu padaku selama ini. Banyak hal dalam diriku berubah berkat dirimu,” jawabku. 

Beberapa waktu semenjak perpisahan itu, Lusia seperti hilang ditelan bumi. Nomor telponnya sudah tak aktif. Sudah kucoba mencari-cari namanya di situs jejaring sosial, tapi tiada hasil. 

Kutanya teman-teman sekantorku dulu, tapi tiada yang tahu di mana gerangan dia kini berada. Mungkin dia sudah menikah dan hidup bahagia dengan suami dan anak-anaknya.

Lusialah kekasih terakhirku. Setelah pisah dengannya, aku lebih senang terjun dalam kegiatan Gereja. Aku mulai bergabung dengan kaum muda katolik di gereja paroki dekat kontrakanku. Aku lantas mengenal Pastor Andreas, seorang pastor yang peduli pada kaum papa. 

Setelah setahun melayani kaum miskin bersama Pastor Andreas, aku tergerak untuk menjadi pastor sepertinya. Karena itulah, aku beranikan diri untuk meninggalkan pekerjaanku dan mendaftar masuk seminari. Dan berkat tuntunan Tuhanlah aku lewati masa pendidikan seminari dengan lancar hingga saat jelang penahbisan ini.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun