Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aku Terlalu Menarik dan Cantik, Aku Tidak Punya Media Sosial

11 Mei 2021   11:10 Diperbarui: 11 Mei 2021   11:21 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deepfake mampu meniru wajah seseorang - Edward Webb via Wikimedia Commons

"Kemajuan teknologi adalah ironi yang membingungkan dan mengasyikkan" (R.B.)

Filsuf Rene Descartes pernah menyatakan, "Cogito, ergo sum". Aku berpikir maka aku ada. Ungkapan ini kini dipelesetkan menjadi beragam kalimat. Salah satunya, "Aku eksis maka aku ada".

Kadang-kadang kita kebingungan sendiri kala ditanya: "Mengapa punya (banyak) akun medsos?" Kita hanya menjawab sekenanya saja. Yang penting eksis. 

Sedikit narsis pun oke. Biarpun jarang dibuka, tetap "harus" punya akun media sosial. Sebanyak-banyaknya. Tak cukup satu.

Di tengah "keharusan" untuk memiliki akun media sosial, rupanya ada juga sebagian orang yang tidak punya akun media sosial. Menariknya, bukan karena -maaf- secara fisik dan psikis tidak memesona.

Sebagian orang yang merasa diri "aku terlalu menarik dan cantik" rupanya secara sadar memilih untuk tidak punya media sosial. Sebuah ironi yang membingungkan dan mengasyikkan. Bagaimana ini bisa kita jelaskan?

Sebut saja Samsu dan Siti Nur

Samsu sudah lama berpisah dengan Siti Nur, cinta pertamanya kala SMK. Waktu itu ponsel masih sebesar teko air. Jalinan kasih dua insan ini pun tersambung melalui surat. Semua seakan surga hingga perpisahan itu terjadi.

Waktu bergulir. Zaman berubah. Tetapi cinta pertama tetaplah cinta pertama yang sulit dilupa. Biarpun Samsu sudah menikah, ia tetap menyimpan rasa pada si jelita Siti Nur yang entah di mana.

Samsu berupaya mengontak kawan-kawan lamanya di SMK. Sebagian ia jumpai di Facebook dan Instagram. Sayangnya, sebagian lagi lenyap. Termasuk Siti Nur, si cantik yang anehnya tak punya satu pun medsos.

Teman-temannya seangkatan pun sudah kehilangan kontak dengan Siti Nur. "Mungkin dia sengaja tak punya medsos," kata seorang kawan.

"Iya, mungkin saja begitu. Orang cantik pasti banyak yang menggoda di medsos," celetuk sobat lain. Samsu terdiam sejenak. Ia ingat juga, beberapa waktu lalu ia melarang putrinya yang beranjak remaja aktif di medsos. 

Sebabnya, Samsu melihat ada beberapa komentar nakal dari lawan jenis yang ditujukan untuk putri cantiknya itu. 

Medsos, pesona diri, godaan, dan catcalling

Kisah Siti Nur hanyalah ilustrasi tentang adanya insan yang memang tidak memiliki media sosial justru karena pesona diri yang menarik. Pesona diri memang patut disyukuri, namun juga mengundang godaan dan catcalling.

Jika di dunia nyata sebagian cowok tak beradab bersiul-siul kala cewek lewat, di dunia maya catcalling bisa lebih parah lagi. Apalagi jika fitur direct message atau pesan pribadi diaktifkan. Waduh!

Pujian gombal dan bahkan pesan serta media foto yang tidak sopan bisa kita terima melalui media sosial. 

Hasil studi tahun 2006 yang dilakukan oleh American Association of University Women (AAUW) melaporkan, 72 persen wanita dan 59 persen pria mengatakan bahwa mereka pernah mengalami seseorang mengunggah pesan seksual tentang mereka di Internet.

Studi tersebut juga melaporkan bahwa reaksi umum pria maupun wanita yang pernah mengalami pelecehan seksual adalah perasaan malu, marah, kurang percaya diri, dan trauma.

Penyalahgunaan foto dan data pribadi

Salah satu alasan untuk enggan memakai media sosial adalah risiko penyalahgunaan foto, video, dan data pribadi. Para oknum lazimnya menyasar korban yang dipandang menarik perhatian.

Para peretas atau hacker sering mengincar akun media sosial para selebritas dan pemengaruh. Tujuannya antara lain untuk menemukan data pribadi yang bisa dijadikan sumber untuk mengeruk keuntungan ekonomi.

Deepfake mampu meniru wajah seseorang - Edward Webb via Wikimedia Commons
Deepfake mampu meniru wajah seseorang - Edward Webb via Wikimedia Commons
Selain itu, saat ini bahkan sudah ada teknologi untuk membuat video dan foto rekayasa yang sangat mirip dengan diri kita. Cukup dengan menggunakan sejumlah foto yang ada di akun medsos, video rekayasa bisa dibuat dengan mudah.

Teknologi ini disebut deepfake.  Deepfake memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memanipulasi atau menghasilkan konten visual dan audio dengan potensi tinggi untuk menipu. 

Inilah alasan mengapa beberapa insan enggan memiliki akun media sosial yang rawan diretas dan disalahgunakan. 

Kedamaian tanpa media sosial

Lepas dari risiko mengalami tindak kejahatan berbasis daring, ada pula sebagian orang yang merasa bahwa hidupnya lebih damai tanpa media sosial. Para pesohor dan pribadi yang atraktif pun merindukan kedamaian hidup. 

Aktris asal AS Scarlett Johansson menghadiri panel Marvel di San Diego Comic Con di San Diego, California, Sabtu (20/7/2019) - Sumber: AFP/CHRIS DELMAS via Kompas.com
Aktris asal AS Scarlett Johansson menghadiri panel Marvel di San Diego Comic Con di San Diego, California, Sabtu (20/7/2019) - Sumber: AFP/CHRIS DELMAS via Kompas.com
Scarlett Johansson, George Clooney, Brad Pitt, dan Kirsten Steward adalah sebagian selebritas yang tidak memiliki media sosial. Scarlett Johansson mengatakan, dia tidak nyaman ketika publik tahu rincian kegiatan apa yang dia lakukan.

Pilihan untuk hidup damai tanpa media sosial atau sesedikit mungkin menggunakannya memang sangat beralasan. Ada Gangguan Kecemasan Media Sosial  atau Social Media Anxiety Disorder (SMAD) yang dapat menyebabkan depresi kronis.

Menurut psikolog klinis Seema Hingorrany, SMAD dimulai ketika seseorang secara obsesif terhubung ke internet dan suasana hati serta pikirannya bergantung pada tanggapan yang mereka dapatkan dari dunia maya. 

Aku menarik dan cantik, aku tak punya media sosial

Kecantikan dan ketampanan kerap kali dihubungkan dengan kemudahan dalam hidup seseorang. Orang berpenampilan menarik kiranya lebih mudah menerima pekerjaan tertentu.

Akan tetapi, ketika menyangkut penggunaan media sosial, rupanya pesona diri bisa menjadi masalah. Sebagian insan yang atraktif merasa bisa mengelola dinamika medsos yang bisa sangat berdampak negatif.

Sementara itu, sebagian orang yang menarik dan cantik memilih untuk tidak memiliki akun media sosial. Jika hidup bisa lebih damai tanpa medsos, mengapa "harus" memiliki media sosial? Mungkin begitu pendapat mereka.

Mungkin bagi mereka, pesona diri tak perlu diumbar di media sosial. Tanpa medsos, nyatanya banyak orang lebih produktif dan tulus dalam berbagi kebaikan dalam diam.

Bukankah berbuat baik dalam kesunyian pujian adalah sebuah keutamaan? Inilah ketampanan dan kecantikan batiniah (inner beauty) yang tak serta merta kita dapat hanya dengan rajin mengunggah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun