Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Katrol Nilai dan Bocoran Soal Masih Ada, Edukasi ala Mangunwijaya Solusinya

14 April 2021   17:28 Diperbarui: 15 April 2021   08:08 3103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahi saya berkerut ketika mendengar langsung penuturan seorang siswa sebuah sekolah menengah. "Nilai kami dikatrol oleh pihak sekolah. Biar kelihatan bagus di ijazah," ungkap remaja itu. 

Sejujurnya, rekayasa nilai atau "katrol nilai" bukan hal baru dalam dunia pendidikan kita. Ketika saya masih SMP pun, rekayasa katrol nilai adalah praktik yang lazim dilakukan.

Jika tidak salah ingat, bertahun silam pernah juga saya mendengar dari seorang guru bahwa guru-guru di rayon tertentu sepakat mengatrol nilai seluruh siswa. Motivasinya "Asal Bapak Senang". "Bapak" di sini mengacu pada pejabat tinggi dinas pendidikan setempat.

Oknum guru bocorkan soal

Baru-baru ini Kompas memberitakan, Kepala Sekolah dan guru matematika sebuah SMP di Sleman, DIY dipecat karena membocorkan soal ujian Asesmen Standar Pendidikan Daerah (ASPD). Oknum pendidik ini melakukan kecurangan supaya murid mereka memiliki nilai yang baik.

Buntut dari kejadian ini, keduanya dipecat secara tidak hormat. Suatu hal yang lumayan konyol mengingat ASPD bukan tes yang menentukan kelulusan. Hanya demi gengsi sekolah, oknum pendidik ini rela mengambil risiko yang berbuah pahit bagi karier mereka.

Bukan hal baru

Kembali ke zaman "purbakala", saat saya masih SMP di sebuah provinsi yang dikenal sebagai pusat pendidikan di Indonesia. Saya tahu, sejumlah oknum guru membocorkan soal ujian provinsi.

Modusnya waktu itu adalah ketika sejumlah oknum guru menjadi guru les belajar di aneka lembaga bimbingan belajar (bimbel). Untuk para siswa bimbel, oknum guru ini membocorkan soal ujian. Siswa dan orangtua siswa mungkin juga merasa senang dan diuntungkan.

Saya yang tidak mengikuti satu pun les bimbingan belajar jadi "korban". Karena tidak ikut bimbel yang "main mata" dengan oknum guru, saya tidak kebagian informasi "orang dalam" berupa bocoran soal.

Memang saya akui, pada masa saya remaja dulu, sistem pendidikan nasional masih bertumpu pada Ebtanas sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa. Hal ini membuat siswa, guru, dan sekolah mati-matian berjuang agar siswa bisa lulus. Jika bisa, dengan nilai tinggi. Apa pun caranya.

Kesesatan paradigma pendidikan berfokus pada nilai akademik

Sejatinya gejala oknum guru membocorkan nilai dan mengatrol nilai adalah bagian dari kesesatan pendidikan yang berfokus pada nilai akademik saja. Harus kita akui, meskipun pemerintah terus mencoba mengupayakan perubahan paradigma, masih saja banyak oknum pendidik dan siswa yang gagal paham.

Sekolah dipahami secara sempit sebagai tempat transfer ilmu, bukan tempat siswa dibimbing memahami dan berkreasi. Kesuksesan siswa-siswi diukur dengan nilai ijazah. Kebanggaan sekolah dinilai dari rata-rata nilai siswa. Sungguh sesat. 

Konsep pendidikan Y.B. Mangunwijaya solusinya?

Apa solusi untuk sistem pendidikan yang melulu berfokus pada nilai akademik? Y.B. Mangunwijaya atau Romo Mangun (1929-1999) punya solusinya: konsep belajar yang memerdekakan manusia. 

Tujuan pendidikan menurut arsitek dan budayawan ini adalah mengembangkan seluruh kemampuan peserta didik untuk bereksplorasi, berkreativitas, dan menjadi insan integral. 

Romo Mangun semasa hidupnya merasa tidak puas dengan paradigma pendidikan ala Orde Baru yang menekankan aspek akademik dan dibalut mentalitas Asal Bapak Senang. 

Romo Mangun akhirnya merintis Sekolah Dasar Eksperimental Kanisius Mangunan yang memakai hanya 30% kurikulum pemerintah. Sebanyak 70% sisanya adalah kurikulum kreasi Y.B. Mangunwijaya yang disebut Dinamika Edukasi Dasar. 

Siswa SD Mangunan belajar aksara Jawa - Facebook.com/Jawastin
Siswa SD Mangunan belajar aksara Jawa - Facebook.com/Jawastin
Di Sekolah Mangunan, anak-anak diajak berani bertanya. Di tiap kelas ada kotak pertanyaan. Siswa-siswi boleh menulis pertanyaan tentang apa pun. Secara berkala, guru membimbing siswa untuk membahas pertanyaan di kotak pertanyaan. 

Romo Mangun ingin agar anak-anak Indonesia lebih banyak berkreasi dan mengeksplorasi diri dan lingkungan. Belajar biologi berarti melihat langsung ke sawah. Mengamati, mencatat, menyimpulkan. Bukan menghafal.

Menurut Mangunwijaya, belajar seharusnya memerdekakan, bukan membelenggu siswa (dan guru) dengan target akademik belaka.

Romo Mangun tak ambil pusing dengan nilai ijazah dan nilai ujian akhir nasional para siswa-siswi sekolah eksperimentalnya. Yang paling pokok adalah mengembangkan kemampuan siswa-siswi dalam aneka aspek kecerdasan: sosial, psikomotorik, intelektual, dan spiritual.

Swakritik untuk pendidikan kita

Tak perlu jauh-jauh belajar dari Finlandia untuk menemukan solusi pendidikan yang mencerdaskan bangsa. Para tokoh pendidikan nasional, misalnya Ki Hadjar Dewantara dengan konsep among dan Romo Mangun denan konsep pendidikan memerdekakan sudah menawarkan konsep pendidikan yang unggul.

Sangat ganjil bahwa para penentu kebijakan pendidikan kita selama ini melupakan keluhuran pendidikan menurut para tokoh pendidik bangsa. Lebih ganjil lagi kala oknum guru dan (maha)siswa lupa, pintar itu bukan soal nilai akademik saja.

Terampil bergaul, santun berbahasa, piawai bermusik dan menari, mampu menganggit karya tulis asli, dan bersikap toleran adalah juga kriteria kepintaran. 

Tak heran, jajak pendapat Microsoft beberapa waktu lalu menempatkan warganet Indonesia dalam posisi terburuk kesantunan digital di Asia Pasifik. Mungkin inilah buah pendidikan yang mendewakan kepintaran intelektual semata. 

Di suargaloka, mungkin Ki Hadjar dan Romo Mangun sedang mengelus dada. Semoga kita yang masih hidup bisa segera memperbaiki diri. Belum terlambat. Masih banyak guru dan (maha)siswa berbudi di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun