Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jakarta, Ibu Kota dan "Venesia van Java" yang Perlu Sentuhan Keibuan

23 Februari 2021   05:51 Diperbarui: 23 Februari 2021   06:02 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu identik dengan sikap sebagai pemelihara dan pengasuh kehidupan. Jakarta sebagai ibu kota yang keras kiranya perlu pemimpin-pemimpin yang memiliki kualitas dan sikap keibuan: merawat dan mengasuh kehidupan warganya dengan penuh perhatian.

Tak harus menjadi seorang perempuan untuk menjadi pemimpin yang berhati keibuan. Pemimpin yang mendengarkan, sabar, dan berupaya memperhatikan warga dalam suka dan duka adalah para pemimpin dengan karisma keibuan.

Pemimpin berhati keibuan mudah didekati dan mendekati warga ibarat ibu yang selalu siap menyediakan bahu sandaran dan pelukan bagi anak-anaknya.

Pemimpin berhati keibuan tahu cara mendidik anak dengan ketegasan, bukan kekerasan. Pemimpin berhati ibu tahu cara merangkul segala kalangan. Ia mafhum, warga Jakarta sejatinya adalah insan-insan mulia meski kadang ada saja yang tampak egois dan keras khas tipikal orang kota.

Pemimpin keibuan tentu cinta dan rajin mendidik cinta alam dan kebersihan. Pembuatan taman kota, lubang biopori, ruang terbuka hijau tentu akan ia galakkan. Ia tentu tegas "menjewer" para perusak lingkungan. 

Akan tetapi, jangan lupa. Jakarta tak hanya perlu pemimpin keibuan. Ibu kota sangat mendamba para warga dan pejalan yang juga berhati keibuan: merawat dan memelihara kota seperti mencinta dan merawat diri sendiri.

Wasana kata

Jakarta oh Jakarta. Di balik kerasmu, ada kasih dan kelembutan. Orang-orang perantuan yang berkarakter kuat karena ditempa keadaan. Warga yang saling tolong-menolong dalam kekurangan. Wajah-wajah yang sekilas dingin, tetapi di dalam hati tetap dipenuhi cinta hangat.

Seperti Pak Polisi yang waktu itu menghentikan aku dan motorku yang meluncur di jalur khusus mobil. Setelah memeriksa SIMku, ia bertanya, "Mas, dari Jogja, ya? Sudah berapa lama di Jakarta?"

Aku menjawab, "Baru beberapa hari, Pak." Tak kuduga-duga, si Pak Polisi tak jadi menilangku. "Ya sudah, lain kali jangan melanggar lagi, ya." Aku berterima kasih. Ketika aku hendak meluncur lagi, Pak Polisi berbisik. "Mas, saya juga dari Jogja."

R.B, 23 Februari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun