Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jakarta, Ibu Kota dan "Venesia van Java" yang Perlu Sentuhan Keibuan

23 Februari 2021   05:51 Diperbarui: 23 Februari 2021   06:02 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku beranikan juga naik motor pinjaman. Menuju kawasan Rawamangun. Waktu itu modal nekat saja. Mengingat rute tanpa lihat Mbah Gugel. Macet. Seandainya naik mobil, entah kapan sampainya. Bisa-bisa tak tahan. Bisa pipis di celana kala terjebak macet. Wkkk.

Jakarta, dunia malam yang gemerlapan

Agak malu aku cerita ini. Aku tak berani injakkan kaki di kawasan hiburan malam nan gemerlapan. Hanya dengar-dengar saja cerita teman. Juga kala melintas di ruas-ruas jalan nan sohor dengan kupu-kupu malam. Tentang cinta satu malam yang dijajakan. Di pinggir jalan hingga kamar hotel nan nyaman. 

Jakarta, "Venesia van Java"

Mungkin jika Italia menjajah Nusantara, Batavia akan dijuluki "Venezia van Java". Terutama kala banjir melanda. Persis seperti belum lama ini. Kala air bah menjadikan Jakarta bak Venesia di Italia. Bedanya, tiada gondola. Hanya ada perahu karet. Tarik, Sis...semongko. 

Kala Jakarta menjadi "Venesia van Java", orang-orang ramai membandingkan para pemimpin ibu kota. "Zaman si Anu, banjir tak separah ini," kata satu kubu. "Enggak, zaman si Bolang, banjir terkendali," bela kubu lain. 

Jakarta, ibu kota yang rindu sentuhan keibuan

Perang kata-kata dan retorika selalu terjadi ketika Jakarta menunjukkan pesonanya sebagai "Venesia van Java". Uniknya, perang identik dengan laki-laki. Para gubernur DKI Jakarta pun rupanya selama ini selalu kaum pria. 

Inilah daftar wali kota dan gubernur DKI Jakarta: Soewirjo (1945-1951), Sjamsuridjal (1951-1953), Sudiro (1953-1960), Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964) gubernur pertama, Henk Ngantung (1964-1965), Soemarno Sosroatmodjo (1965-1966), Ali Sadikin (1966-1977), Tjokropranolo (1977-1982), Soeprapto (1982-1987), Wiyogo Atmodarminto (1987-1992), Soerjadi Soedirdja (1992-1997), Sutiyoso (1997-2007), Fauzi Bowo (2007-2012), Joko Widodo (2012-2014), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (2014-2017), Djarot Saiful Hidayat (2017 sebagai Plt), dan Anies Baswedan (mulai Oktober 2017).

Tentu tak ada yang salah dengan para gubernur DKI Jakarta yang selama ini dipegang para pria. Hanya saja, mungkin ibu kota perlu juga sentuhan ibu. Lebih tepatnya, sentuhan keibuan.

Sentuhan keibuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun