Sudah begitu, nama pejabat gerejani yang disebut dalam narasi tersebut ternyata keliru. Wah, kurang pintar nih yang buat hoaks. Coba baca dulu Wikipedia, pasti bisa mengarang hoaks yang lebih meyakinkan lagi. Hehehe.
Saya pun telah meminta pendapat dari penggiat fotografi. Salah satunya seorang penulis di Kompasiana ini. Beliau berpendapat, "sinar ajaib" itu bisa saja suatu pantulan atau sinar dari sumber cahaya di seputar gereja saat itu.Â
Lagipula, ada atau tidak "sinar ajaib" itu tidak mempengaruhi iman saya. Bagi yang mempercayainya sebagai "sinar ajaib", silakan saja. Saya sih tidak. Tentu setelah melakukan verifikasi seperti di atas.Â
Rasa "Berdosa" ketika tidak mengamini dan meneruskan
Salah satu keunikan hoaks rohani atau keagamaan adalah adanya semacam rasa "berdosa" atau bersalah ketika kita tidak mengamini dan meneruskannya.Â
Rupanya ini jamak terjadi juga pada kalangan orang-orang taat beragama dan juga cukup berpendidikan. Hal ini membuat pencegahan hoaks rohani semakin sulit.Â
Lantas, bagaimana cara menangkal hoaks rohani atau keagamaan semacam ini? Ada tiga cara:
Pertama, pemuka agama dan lembaga agama perlu memberi klarifikasi.
Kedua, edukasi literasi tentang hoaks rohani perlu digalakkan melalui khotbah, pengajaran, dan juga tulisan media seperti tulisan ini.
Ketiga, pakailah akal sehat dalam beragama.Â
Beragama dan berakal sehat