Rentetan peristiwa ini membuat Paulus Madur harus memindahkan sekolah swadayanya. Ia mencari lahan di pinggir jalan tol. Syukur, ia mendapatkan sepetak lahan sempit, tidak jauh dari lokasi sekolah pertama. Dengan sisa uang pensiun, Paulus membangun sekolah yang hanya terdiri dari dua ruangan. Satu ruang kelas dan satu ruang pelatihan keterampilan menjahit bagi ibu-ibu para siswa.
Robertus ingat betul nasihat Paulus Madur kepada anak-anak kolong:
"Ayo sekolah. Jangan sampai kalian dibodohi orang karena tidak tahu baca-tulis."
DisegelÂ
Perjalanan Sekolah Anak Kolong penuh liku. Suatu ketika, pernah sekolah itu hendak dibongkar. Pemerintah melarang permukiman warga di sekitar jalan tol.Â
Paulus Madur dan anak-anaknya terkejut ketika mendapati sekolah telah disegel. Ada surat dari kecamatan. Sekolah itu disegel Dinas Tata Kota. Paulus tidak menyerah. Ia segera mencopot segel itu.Â
Para aparat tetap teguh menjalankan aturan. Meski demikian, Paulus tidak menyerah. Ia mengadu ke kantor wali kota. Berkat dukungan beberapa LSM, perjuangannya berhasil. Sekolah Anak Kolong tidak jadi dibongkar.
Selain itu, ada oknum yang memanfaatkan keluguan Paulus. Mereka meminta bantuan untuk AnKol, tetapi bantuan itu tidak pernah disalurkan. Miris. Akan tetapi, Paulus tidak mendendam. Apa pun yang terjadi, ia tetap tulus melayani.
Perjuangan dilanjutkan keluarga
Perjuangan Paulus Madur mencerdaskan anak bangsa dari segala latar belakang tidak lantas padam ketika dia wafat pada 22 Maret 2014 lalu.