Pada Sabtu sore (10/10) waktu Italia, di Basilika Superiore Santo Fransiskus di Asisi, telah berlangsung misa beatifikasi Carlo Acutis. Anak muda ini demikian istimewa. Ia bukan hanya menjadi sosok yang dipuji oleh Gereja Katolik, namun juga menjadi teladan kesucian bagi banyak anak muda di zaman internet ini.
Saya mengikuti siaran langsung perayaan ekaristi dalam rangka beatifikasi Carlo Acuttis melalui siaran YouTube sebuah majalah Katolik ternama Indonesia. Jumlah pemirsa Indonesia yang mengikuti siaran tersebut cukup banyak. Mencapai 18 ribu.
Tiap sepersekian detik, jemaat Katolik dari Indonesia dan negara-negara lain mengetik doa dan harapan di kolom komentar. "Beato Carlo Acuis, doakanlah agar pandemi segera usai," tulis seorang pemirsa. "Beato Carlo, semoga anak-anakku menjadi anak saleh sepertimu," pinta penonton lain.
Baca juga: Carlo Acutis, Anak Muda Kudus dengan Jenazah Utuh
Berikut ini adalah 5 fakta unik Beato Carlo Acutis yang perlu kita ketahui:
Pertama, sejak kecil sudah sangat saleh
Carlo Acutis lahir di London pada 3 Mei 1991. Ia adalah buah hati pasangan dari Italia, Andrea Acutis dan Antonia Salzano. Orang tuanya tinggal di London untuk bekerja. Pada September tahun yang sama, keluarga ini pindah ke Milan.
Carlo sejak usia dini sudah menampakkan kesalehan yang luar biasa. Pada usia tujuh tahun, dia sudah menerima komuni suci dengan izin khusus. Lazimnya, pada usia ini anak-anak Katolik belum diizinkan menerima komuni suci karena dianggap belum bisa memahami makna kehadiran Yesus dalam roti dan anggur yang telah disucikan.
Carlo rupanya sudah lebih matang dalam iman dibanding anak-anak seusianya. Ia rajin berdoa. Tiap hari ia mengikuti perayaan ekaristi dan mendaraskan rosario.
Carlo cilik juga akrab dengan sosok para santo-santa dan orang-orang kudus, misalnya Santo Fransiskus dari Assisi, Jacinta Marto, Santo Dominikus Savio, Santo Luigi Gonzaga, dan Santo Tarsisius (pelindung putera altar).
Kedua, pandai menggunakan internet untuk kebaikan
Mama Carlo melukiskan betapa besarnya minat Carlo cilik pada teknologi informatika. "Pada usia 6 tahun, dia bermain peran sebagai ilmuwan komputer. Pada usia 10 tahun, dia membaca buku teknik komputer yang kami beli di Politecnico. Dia sudah mulai menggunakan Photoshop, InDesign, dan membuat kartun 3D."
Ketika berusia sebelas tahun, Carlo Acutis sudah terlibat dalam membuat situs gereja parokinya di Milan. Carlo bukan hanya mahir bahasa ngeblog, tapi juga bahasa pemrograman komputer.
Carlo lantas merancang pameran mukjizat Ekaristi di dunia secara online (daring). Ia bekerjasama dengan Yayasan Paus San Clemente I . Pameran ini diselenggarakan di paroki yang memintanya.
HIngga kini, pameran ini telah diselenggarakan di lima benua. Di Amerika Serikat saja, pameran daring ini telah ditampilkan di hampir 10.000 gereja paroki. Juga, ditampilkan di beberapa tempat peziarahan Bunda Maria, seperti Fátima (Portugal), Lourdes (Perancis) dan Guadalupe (Meksiko).
Singkat kata, Carlo Acutis menggunakan internet untuk kebaikan.
Ketiga, cinta orang miskin
Carlo remaja sangat peduli orang kecil dan miskin. Di sore hari, ia rela membantu asisten rumah tangganya menyetrika baju. Tujuannya, agar sang asisten bisa kembali ke rumah lebih cepat untuk berkumpul bersama keluarga.
Carlo akrab dengan sejumlah gelandangan di Milan. Dia membawakan mereka makanan dan kantong tidur. Karya amal kasih ini dia kerjakan meski ia sudah lelah bersekolah sampai pukul 14 di Lyceum Klasik Leo XIII yang dikelola para Yesuit.
Carlo sangat peduli pada kaum miskin dan terpinggirkan. Seperti yang diceritakan ibunya, pada usia 10 tahun dia sudah jadi relawan pemerhati para tunawisma dan imigran.
Ia juga peka terhadap penyandang cacat. Carlo membela teman-teman yang mengalami perundungan atau bullying di sekolahnya.
Keempat, sakit leukemia pada usia 15 tahun namun tak sedih
Pada tahun 2006, Carlo Acutis tiba-tiba sakit leukemia fulminan. Penyakit itulah yang membuatnya wafat pada 12 Oktober 2006, hanya tiga hari setelah ia dinyatakan menderita penyakit itu.
Sebelum wafat, Carlo tidak bersedih. Ia telah mempersembahkan penderitaannya kepada Tuhan. Kepada seorang dokter yang bertanya apakah dia menderita, dia menjawab sambil tersenyum,
"Ada orang yang lebih menderita daripada saya".
Ia dimakamkan sesuai keinginannya di pemakaman kota Assisi di mana ia disemayamkan sampai dipindahkan ke Sanctuary of the Spoliation, di kota yang sama, sejak 6 April 2019.
Baca juga: Kisah Carlo Acutis, Anak Muda Zaman Now dengan Jenazah Utuh
Adapun organ dalam (lazimnya jantung) “telah dipindahkan dan sekarang akan menjadi objek relikui, seperti yang lazim dilakukan dalam lingkup Gereja Katolik. Secara khusus, jantung Carlo akan dipamerkan pada 10 Oktober di Basilika selama upacara beatifikasi," ujar Antonia Salzano , mama Carlo Acutis kepada media.
Sementara itu, Uskup Assisi, Mgr. Domenico Sorrentino mengatakan, “Hari ini kita… telah melihat Carlo lagi dalam tubuh fananya. Jenazah yang telah mengalami, dalam tahun-tahun penguburan di Assisi, proses pembusukan yang normal, yang merupakan warisan kondisi manusia setelah dosa dihapuskan oleh Tuhan, sumber kehidupan. Tetapi tubuh fana ini kita percaya akan dibangkitkan. ”
Tubuh sang (calon) beato ketika makamnya dibuka masih utuh dengan organ-organnya, tetapi wajahnya telah direkonstruksi, kata rektor Sanctuary of Spoliation di Assisi kepada EWTN.
Dengan demikian, berita ini meluruskan pemberitaan kurang utuh sejumlah media dan unggahan medsos yang mengatakan bahwa tubuh Carlo Acutis seratus persen incorruptible atau seratus persen utuh.
Pada hemat saya, keutuhan tubuh bukanlah yang terpenting dalam melihat kesucian seseorang. Memang, sejumlah orang kudus Gereja Katolik memiliki tubuh utuh setelah ratusan tahun dimakamkan.
Contohnya, jari St. Yohanes dari Salib beberapa bulan setelah kematiannya sempat dipotong untuk mengambil relikui dan ternyata darah mulai mengalir dari lukanya. Atau, Santo Nicholas dari Tolentino yang lengannya sering masih berdarah selama 400 tahun terakhir.
Daftar incorruptible saints dapat disimak, misalnya di laman 1 dan 2.
Gereja Katolik kini tidak lagi menganggap jenazah yang masih utuh sebagai mukjizat resmi yang disetujui Vatikan sebagai syarat deklarasi seseorang sebagai beato atau santo. Gejala jenazah utuh kini lebih ditafsirkan sebagai semacam "tanda dari surga".
Tren terkini, Gereja mensyaratkan kesembuhan tak terjelaskan secara medis sebagai mukjizat yang mendukung proses beatifikasi (deklarasi sebagai beato) dan kanonisasi (deklarasi sebagai santo) seseorang.
Inilah yang terjadi pada proses beatifikasi Carlo Acutis. Terjadi kesembuhan tak terjelaskan yang dialami seorang anak di Brazil yang sakit pankreas. Anak ini sembuh setelah menyentuh relikui Carlo Acutis pada sebuah prosesi pada 12 Oktober 2010 di gereja San Sebastiano.
Pada Februari 2011, bocah itu menjalani serangkaian tes, yang menunjukkan bahwa penyakitnya telah hilang dan pankreasnya kembali normal. Penyembuhan yang "instan, lengkap dan bertahan lama" itu dianggap tidak dapat dijelaskan dalam sudut pandang pengetahuan medis saat ini.
Kesembuhan anak di Brazil berkat perantaraan doa Carlo Acutis itu membuka jalan bagi terjadinya beatifikasi atau proses deklarasi sebagai beato (yang berbahagia). Jika ada satu lagi mukjizat kesembuhan berkat perantaraan Carlo Acutis, ia dapat dinyatakan sebagai santo.
Baca juga: Carlo Acutis: Teladan Mencapai Kekudusan Hidup Dalam Era Digital
Kelima, mendorong pertobatan ibunya
Ada "mukjizat" lain yang justru lebih penting daripada soal utuh-tidaknya jenazah Beato Carlo Acutis. Ibu Carlo sebelumnya bukan seorang yang dekat dengan Tuhan.
Hanya tiga kali sang ibu datang ke Gereja: saat dibaptis, saat menerima sakramen krisma, dan saat menikah. Berkat ketekunan Carlo berdoa dan mencintai Ekaristi Suci, ibunda Carlo berubah jadi lebih saleh.
Dalam sejarah Gereja Katolik, ada Santa Monika yang berdoa dengan tekun hingga berhasil mempertobatkan anaknya, Agustinus (yang akhirnya jadi seorang santo).
Nah, Carlo Acutis menjalankan peran yang "berkebalikan" dengan Santa Monika. Justru berkat doa anak, ibu bertobat.
Lebih dari itu, Carlo Acutis telah, sedang, dan akan menjadi ikon pertobatan anak muda di zaman internet ini. Beato Carlo Acutis yang kini ramai disebut "influencer Tuhan" atau "rasul siber abad ini" membuktikan bahwa internet dan teknologi bisa digunakan untuk kebaikan.
Salam damai.
Kota Abadi, 10-10-2020. R.B.Pojok baca: 1, 2, 3, 4.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI