Mama Carlo melukiskan betapa besarnya minat Carlo cilik pada teknologi informatika. "Pada usia 6 tahun, dia bermain peran sebagai ilmuwan komputer. Pada usia 10 tahun, dia membaca buku teknik komputer yang kami beli di Politecnico. Dia sudah mulai menggunakan Photoshop, InDesign, dan membuat kartun 3D."
Ketika berusia sebelas tahun, Carlo Acutis sudah terlibat dalam membuat situs gereja parokinya di Milan. Carlo bukan hanya mahir bahasa ngeblog, tapi juga bahasa pemrograman komputer.
Carlo lantas merancang pameran mukjizat Ekaristi di dunia secara online (daring). Ia bekerjasama dengan Yayasan Paus San Clemente I . Pameran ini diselenggarakan di paroki yang memintanya.Â
HIngga kini, pameran ini telah diselenggarakan di lima benua. Di Amerika Serikat saja, pameran daring ini telah ditampilkan di hampir 10.000 gereja paroki. Juga, ditampilkan di beberapa tempat peziarahan Bunda Maria, seperti Fátima (Portugal), Lourdes (Perancis) dan Guadalupe (Meksiko).Â
Singkat kata, Carlo Acutis menggunakan internet untuk kebaikan.Â
Ketiga, cinta orang miskin
Carlo remaja sangat peduli orang kecil dan miskin. Di sore hari, ia rela membantu asisten rumah tangganya menyetrika baju. Tujuannya, agar sang asisten bisa kembali ke rumah lebih cepat untuk berkumpul bersama keluarga.
Carlo akrab dengan sejumlah gelandangan di Milan. Dia membawakan mereka makanan dan kantong tidur. Karya amal kasih ini dia kerjakan meski ia sudah lelah bersekolah sampai pukul 14 di Lyceum Klasik Leo XIII yang dikelola para Yesuit.Â
Carlo sangat peduli pada kaum miskin dan terpinggirkan. Seperti yang diceritakan ibunya, pada usia 10 tahun dia sudah jadi relawan pemerhati para tunawisma dan imigran.
Ia juga peka terhadap penyandang cacat. Carlo membela teman-teman yang mengalami perundungan atau bullying di sekolahnya.Â
Keempat, sakit leukemia pada usia 15 tahun namun tak sedih