Pada tahun 2006, Carlo Acutis tiba-tiba sakit leukemia fulminan. Penyakit itulah yang membuatnya wafat pada 12 Oktober 2006, hanya tiga hari setelah ia dinyatakan menderita penyakit itu.
Sebelum wafat, Carlo tidak bersedih. Ia telah mempersembahkan penderitaannya kepada Tuhan. Kepada seorang dokter yang bertanya apakah dia menderita, dia menjawab sambil tersenyum,
"Ada orang yang lebih menderita daripada saya".
Ia dimakamkan sesuai keinginannya di pemakaman kota Assisi di mana ia disemayamkan sampai dipindahkan ke Sanctuary of the Spoliation, di kota yang sama, sejak 6 April 2019.
Baca juga: Kisah Carlo Acutis, Anak Muda Zaman Now dengan Jenazah Utuh
Adapun organ dalam (lazimnya jantung) “telah dipindahkan dan sekarang akan menjadi objek relikui, seperti yang lazim dilakukan dalam lingkup Gereja Katolik. Secara khusus, jantung Carlo akan dipamerkan pada 10 Oktober di Basilika selama upacara beatifikasi," ujar Antonia Salzano , mama Carlo Acutis kepada media.
Sementara itu, Uskup Assisi, Mgr. Domenico Sorrentino mengatakan, “Hari ini kita… telah melihat Carlo lagi dalam tubuh fananya. Jenazah yang telah mengalami, dalam tahun-tahun penguburan di Assisi, proses pembusukan yang normal, yang merupakan warisan kondisi manusia setelah dosa dihapuskan oleh Tuhan, sumber kehidupan. Tetapi tubuh fana ini kita percaya akan dibangkitkan. ”
Tubuh sang (calon) beato ketika makamnya dibuka masih utuh dengan organ-organnya, tetapi wajahnya telah direkonstruksi, kata rektor Sanctuary of Spoliation di Assisi kepada EWTN.
Dengan demikian, berita ini meluruskan pemberitaan kurang utuh sejumlah media dan unggahan medsos yang mengatakan bahwa tubuh Carlo Acutis seratus persen incorruptible atau seratus persen utuh.
Pada hemat saya, keutuhan tubuh bukanlah yang terpenting dalam melihat kesucian seseorang. Memang, sejumlah orang kudus Gereja Katolik memiliki tubuh utuh setelah ratusan tahun dimakamkan.