Hmm..sekali lagi jangan naik pitam. Tidak semua penulis kanal politik adalah penulis yang abal-abal seperti saya kala mengulas politik.Â
Beberapa penulis cukup dan sangat piawai juga merangkai argumentasi dalam menanggapi isu politik. Akan tetapi, seperti pengamatan tajam Perof Felix Tani, beberapa artikel politik masih berupa pengulangan berita media arus utama dan atau ulasan yang kurang mendalam.
Pada hemat saya, beberapa juga adalah argumentum ad hominem yang menyerang sosok, bukan kebijakan publik tokoh politik . Celakanya, jujur nih, kadang admin Kompasiana meloloskan dan memberi label pilihan pada artikel dengan judul bombastis, memuat serangan pribadi, dan minim ulasan mendalam.
Kompasiana Kapitalis?
Waduh...makin ke bawah kok surat cinta ini jadi makin sadis, sih? Sabar. Sebagai unit usaha Kompas Gramedia, tentu saja Kompasiana perlu penghasilan. Admin Kompasiana yang bekerja keras (secara bergiliran) selama 24 jam tentu perlu apresiasi berupa gaji.
Bayangkan, berapa banyak  duit yang digelontorkan Kompasiana untuk memelihara peladen (server), menggaji mimin kece, dan memberi K-rewards dan dana komunitas?Â
Jadi, wajar saja Kompasiana cari untung. Karena itu, admin Kompasiana memajang artikel aktual dan menarik di kolom terpopuler.Â
Menjadi dilema ketika artikel yang dipajang itu sejatinya secara kualitas pas-pasan. Termasuk, artikel politik. Saya sendiri mengakui, kualitas artikel politik saya juga masih rendah.
Usulan Penuh CintaÂ
1. Adakan pelatihan penulisan artikel politik
Jika dirasa rata-rata mutu tulisan artikel politik masih semenjana, kiranya perlu diadakan pelatihan penulisan artikel politik. Undang para pakar. Adakan secara berkala. Libatkan kami, penulis warga yang sebenarnya haus belajar cara menulis (politik) yang baik.Â