Baru-baru ini, beberapa rekan penulis di Kompasiana mengajak saya bergabung ke sebuah grup. Dengan santun, rekan-rekan Kompasianer menawarkan undangan masuk grup.Â
Karena undangan itu disampaikan secara sopan, saya akhirnya menerimanya. Ternyata grup itu super heboh menyambut para anggota baru. Ratusan pesan sapaan dan candaan segera memenuhi grup. Meskipun memori ponsel saya segera penuh, saya tak menyesal bergabung dengan grup itu.
Tiga Usulan Etika Mengajak Orang Masuk Grup WhatsApp
Pengalaman sederhana di atas membuat saya berpikir soal pentingnya merancang "etika mengajak orang masuk grup WhatsApp, Telegram, dan sejenisnya."
Saya hanyalah seorang pengguna. Ada jutaan, bahkan mungkin miliaran orang yang juga menggunakan aneka aplikasi perpesanan seperti WA dan Telegram. Saya tidak punya otoritas apa pun untuk menentukan "etika grup WA".
Akan tetapi, tak ada salahnya mengusulkan "etika mengundang orang ikut grup WhatsApp, Telegram, dan sejenisnya". Nah, berikut ini adalah usulan saya:
1. Sadari bahwa nomor telepon adalah hak privasi seseorang
Nomor telepon seseorang adalah hak privasi orang tersebut. Hal ini sudah dijadikan bagian hukum perlindungan data pribadi di Eropa Barat. Kiranya, Indonesia pun perlu mengarah ke perlindungan data pribadi, termasuk nomor telepon.
Hanya orang yang bersangkutan yang dalam kondisi wajar (bukan darurat dan bukan dalam penyelidikan hukum) berhak memberitahukan nomor teleponnya.Â
Konsekuensinya, kita harus meminta izin pada yang bersangkutan sebelum membagikan nomor teleponnya pada orang lain. Lebih-lebih, kepada orang yang bukan anggota kerabatnya dan bukan pula "orang dekatnya".