Ini bukan puisi indah yang ingin engkau baca
sambil nyeruput kahwa di kala senja
Ini bukan kisah Cinderella
gadis sahaja yang dicinta pangeran kaya
*
Ini kisah cinta dua insan berbeda keyakinan:
bisakah tasbihmu dan rosarioku dipersatukan?
butir-butir jibmalamu dan rosarioku telah kenyang
menerima hangatnya jemarimu dan jemariku bersembahyang
*
Dalam hening malam air mataku dan air matamu tercurah
mencinta insan sesama makhluk Allah apakah salah?
sering aku bertanya pada rembulan:
jika sulit disatukan, mengapakah harus ada pertemuan?
*
Duhai kekasih hati, bisakah memutar waktu kembali
untuk mengubah apa yang tak bisa diubah:
engkau menyebutnya takdir Allah,
aku menyebutnya Penyelenggaraan Ilahi yang tak pernah salah
*
Bukan mustahil tasbih dan rosario seatap
Namun kita mafhum akan jalan terjal menuju akrab
Seperti kata bundamu dan mamaku:
"Yang seiman saja bisa goyah,Â
yang tak seiman apa tak makin parah?"
*
Aku dan dirimu tak sedang menggugat ayat
Kita sama-sama mencari selamat
dunia akhirat:
kepada Sang Cinta lah kisah kasih kita tertambat
*
Duhai Sang Cinta, maafkan sahaya berdua
makhluk fana yang Engkau buat dengan cinta
kini mengadu ke haribaan dan altar
dengan tasbih dan rosario mawar:
bukti satunya cinta kami yang akbar
pojokhati, Juni 2020
R.B.Â
Untuk siapa pun yang mengalami dilema yang -antara lain- hadir sebagai "konsekuensi" hidup di negeri bhineka.Â
Puisi ini adalah fiksi belaka dan tidak bermaksud membahas tuntunan masing-masing agama pada umatnya. Salam persaudaraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H