Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Apa Salah dan Dosa Lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung"?

21 Juni 2020   05:52 Diperbarui: 21 Juni 2020   05:59 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Balonku. Sumber: pexels.com

Belum lama ini muncul kembali kehebohan karena lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung" dianggap pribadi tertentu sebagai sarana pengajaran agama tertentu. Benarkah demikian?

Ketika masih kanak-lanak, lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung" menjadi dua lagu yang saya nyanyikan dengan gembira. Seperti anak-anak Indonesia lain, saya menerima pengajaran tentang dua lagu ini dari guru di sekolah, bukan dalam konteks ibadah.

Seingat saya dan sepengetahuan saya, tidak ada guru sekolah Minggu atau Bina Iman Anak di gereja-gereja Katolik dan Kristen yang mengajarkan lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung" sebagai materi pembinaan iman.

Anak-anak Katolik pasti akan bingung juga jika ada pastor atau suster yang menyanyikan lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung" untuk mengajarkan iman.

Soalnya, lirik kedua lagu itu memang diciptakan bukan untuk pengajaran iman kristiani. Menggunakan lagu-lagu umum (profan) dalam bina iman dan peribadatan justru sangat tidak dianjurkan dalam Gereja Katolik. Ada aturan resmi dari Vatikan di sini.

Bahkan dalam misa perkawinan Katolik pun, lagu-lagu bagus tentang cinta yang dianggit untuk tujuan konsumsi publik sejatinya tidak boleh dinyanyikan di dalam ibadah. Kalau mempelai ingin mendengar lagu profan kesukaannya dinyanyikan paduan suara, boleh saja, tapi bukan sewaktu ibadah.

Ketika resepsi, pengantin boleh saja meminta lagu-lagu favorit mereka untuk dikidungkan. Bebas sebebas-bebasnya. Mau dangdutan sampai jungkir-balik pun boleh. 

Mengapa? Lagu ibadah dan lagu rohani itu bukan lagu sembarangan. Lagu ibadah dan lagu rohani mengandaikan penciptanya menulisnya dengan tujuan semata-mata untuk kerohanian. Liriknya harus sesuai ajaran resmi Gereja dan sesuai pula dengan Alkitab.

Beberapa kali terjadi, pastor pun ditegur pimpinan karena ternyata serampangan mengizinkan lagu umum dinyanyikan dalam ibadah suci atau malah ia sendiri menyanyikan lagu yang tidak pas dalam konteks ibadah.  

Makna Lagu "Balonku"

Yuk kita nyanyikan sama-sama lagu "Balonku"yang diciptakan Abdulah Totong Mahmud atau AT. Mahmud berikut ini:

Balonku ada lima/Rupa-rupa warnanya/hijau, kuning, kelabu/merah muda dan biru

Meletus balon hijau DOR/Hatiku sangat kacau/Balonku tinggal empat/Kupegang erat-erat.

Saya membayangkan, AT. Mahmud mencipta lagu ini karena ia tahu betapa anak-anak suka bermain balon warna-warni. Tiap ulang tahun, balon aneka warna ini juga menghiasi pesta yang penuh keceriaan. 

Lagu "Balonku" ini sebenarnya secara cerdik mengajarkan macam-macam warna bagi anak-anak. Ada warna hijau, kuning, kelabu, merah muda, dan biru. Pengenalan warna ini sangat penting.

Selain itu, lagu "Balonku" secara tersirat mengajarkan tentang sifat udara. Udara bisa mengisi ruang kosong (balon). Guru yang baik pasti akan menjelaskan udara macam apa yang bisa ditiupkan ke dalam balon: bisa udara biasa dari nafas kita dan bisa juga helium yang berat jenisnya lebih ringan daripada oksigen.

Jadi, lagu "Balonku" bisa menjadi sarana ampuh menjelaskan soal fisika sederhana.

Lagu "Balonku" juga adalah lagu yang puitis. Coba perhatikan rima cantik yang ada di dalamnya: lima//warnanya; kelabu//biru; hijau//kacau; empat//erat. Anak-anak bisa diajak membuat puisi dengan meniru rima lagu ini. 

Makna Lagu Naik ke Puncak Gunung

Kini mari kita ulik makna lagu "Naik ke Puncak Gunung" anggitan Ibu Sud.

"Naik naik ke puncak gunung/Tinggi - tinggi sekali (2x) kiri kanan kulihat saja/Banyak pohon cemara
kiri.. kanan.. kulihat saja../banyak pohon cemara."

Kiranya Ibu Sud mencipta lagu ini sembari membayangkan diri jadi anak yang sedang mendaki gunung atau bukit bersama keluarganya. Suasana gunung yang memesona sekaligus menantang kekuatan fisik tercermin dalam lagu ini.

Tumbuhan yang dijumpai memang bisa beraneka ragam, namun salah satu pohon yang mencolok pemandangan adalah cemara. Menurut laman rimbakita, tumbuhan suku cemara-cemaraan mencakup sekitar 70 jenis spesies. Sebagian besar tumbuh di belahan bumi selatan, termasuk Indo-Malaysia, Australia dan Kepulauan Pasifik.

Memang benar, sebagian jenis cemara berasal dari belahan bumi utara dan menjadi simbol tumbuhan yang selalu hijau sehingga mendapat tempat istimewa di hati orang Eropa yang mengalami empat musim. Cemara menjadi simbol keabadian. 

Banyak spesies cemara dari Eropa ini cocok juga ditanam di daerah tropis seperti di Indonesia. 

Beberapa jenis cemara yang akrab dengan kita adalah cemara kipas (Thuja Occidentalis) dari Eropa; cemara Norfolk (Araucaria Heterophylla) dari pulau Norfolk, Samudera Pasifik; cemara udang (Casuarina equisetifolia linn) asli Indonesia dan mudah dijumpai di pesisir Sumenep dan Madura; cemara angin (Casuarina junghuhniana) yang mudah dijumpai di seluruh Indonesia.

Seorang guru yang cerdik akan menggunakan lagu Naik ke Puncak Gunung ini sebagai pengantar untuk memperkenalkan jenis-jenis cemara dan fauna hutan sembari menanamkan cinta pada alam.

Apa Salah dan Dosa Lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung"?

"Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung" adalah lagu-lagu yang umum sifatnya dan sangat bermanfaat dalam pendidikan anak-anak Indonesia dari segala kalangan. 

Ditinjau dari maksud pengarang lagu, jelas sekali kedua lagu ditujukan untuk menanamkan pengetahuan bermanfaat bagi anak-anak, bukan maksud terselubung lainnya. 

Ditilik dari lirik, kedua lagu mengajarkan aneka hal bermanfaat, mulai dari pengetahuan umum sampai kecintaan pada alam ciptaan Tuhan YME.

Satu-satunya "kesalahan" atau "dosa" lagu-lagu itu adalah bahwa lagu-lagu anak legendaris itu seolah sulit tergantikan oleh lagu-lagu anak karya pencipta lagu masa kini. 

Tentu ini bukan mengecilkan peran pencipta lagu anak-anak masa kini. Justru saya mengajak para pencipta lagu untuk berusaha menciptakan lagu-lagu anak yang mudah diingat dan mengesan (catchy) di hati anak sekaligus memuat pendidikan luhur, seperti lagu "Balonku" dan "Naik ke Puncak Gunung".

Kita rindu hadirnya lagu bermutu untuk anak-anak zaman kiwari. Adakah pembaca yang tertarik menulis lagu untuk kids zaman now? 

Tulisan ini saya anggit dengan maksud baik, yakni memberikan klarifikasi. Saya sendiri dibesarkan dalam keluarga bineka dan paham bahwa di akar rumput, pandangan ganjil tentang dua lagu itu bukanlah pandangan umum, melainkan pandangan oknum saja. Salam persaudaraan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun