Seusai tes, Pak Polisi yang budiman ini segera memeriksa lembar jawaban saya. "Mas, besok coba lagi ya. Ini jumlah salahnya melebihi ketentuan," katanya sambil menunjukkan jawaban salah saya. Saya mengangguk.
Tidak ada upaya dari Pak Pol untuk menawari kongkalikong pada saya. Pada percobaan kedua, baru saya sukses menaklukkan tes tertulis SIM C.Â
Kisah kedua saya alami di Jakarta beberapa tahun lalu. Waktu itu, saya tinggal sementara waktu di daerah Sunter, dekat RSPI Sulianti Saroso. Saya merasa gabut juga kalau cuma tinggal di rumah.Â
Akhirnya, saya pinjam motor teman untuk jalan-jalan di ibukota. Maklum, orang udik lihat metropolitan rasanya bahagia sekali:)
Sepulang dari mengunjungi teman-teman saya di daerah Rawamangun, saya melewati sebuah jalan di bawah jalan layang. Saya santai saja melaju dengan motor, mengikuti motor dan mobil yang juga melalui jalan itu.
Tiba-tiba, seorang polisi lalu lintas melambai-lambaikan tangan, tanda minta saya berhenti. Karena merasa tidak salah dan yakin membawa surat-surat lengkap, saya santuy saja.
"Mas, tahu ndak pelanggarannya?" selidik Pak Pol yang masih muda itu. "Wah, maaf Pak, tidak tahu. Saya cuma ikut pengendara di depan saya lewat sini," jawab saya.
"Ini jalan khusus mobil saja," tegasnya. O...pantesan saya diminta berhenti.Â
Setelah memeriksa surat-surat itu, Pak Polmud bertanya,"Mas dari Jogja, ya? Sudah berapa lama di Jakarta?" Saya jawab, benar bahwa saya wong Jogja dan saya baru semingguan di metropolitan.Â
Pak Polmud manggut-manggut. "Ya sudah, silakan jalan." Saya kaget. "Lho, nggak ditilang, Pak?"
Sambil tersenyum, Pak Polisi itu menjawab,"Tidak perlu. Lain kali jangan melanggar lagi, ya. " Saya pun tersenyum bahagia.Â