Belum lama ini heboh berita penangkapan seorang warga Kepulauan Sula, Maluku Utara gegara ia mengunggah humor lawas Gus Dur tentang polisi. Isi humor tersebut adalah bahwa ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Jenderal Hoegeng.
Ismail Ahmad, sang pemuda Maluku tersebut memang hanya dikenai wajib lapor saja, namun kasus ini menarik perhatian publik. Tak kurang, Alissa Wahid, putri Gus Dur ikut mengomentarinya.Â
Sebabnya, humor itu memang pernah disampaikan Gus Dur semasa hidupnya dan bermakna positif sebagai pengingat bagi anggota kepolisian agar menjunjung tinggi kejujuran.Â
Selama ini, cukup banyak stigma negatif tentang anggota polisi dan Polri. Maklum saja, yang lebih sering jadi berita adalah kelakuan oknum polisi yang tidak baik. Ini bisa memengaruhi minat anak muda untuk berkarir jadi anggota Polri.Â
Padahal, karir sebagai anggota polisi adalah suatu yang amat mulia. Tambah lagi, reformasi birokrasi Polri semakin mengarah pada profesionalitas, juga dalam proses seleksi calon anggota polisi.Â
Mau bukti? Ada banyak anak orang sederhana yang diterima jadi polisi tanpa uang suap. Bahkan, peraih Adhi Makayasa tahun 2019 dari Akademi Polisi diraih oleh Muhammad Idris yang ayahnya seorang petani sederhana. Di Manado, seorang anak tukang ojek jadi taruna polisi.
Polisi Jujur dan Bijaksana Masih Banyak
Pengalaman saya, anggota polisi yang jujur dan bijaksana masih banyak. Pendapat ini bukan karena saya memiliki tiga paman dalam keluarga besar kami, yang adalah anggota Polri, lho. Hehe...
Kisah pertama saya alami bertahun silam, saat mengurus pembuatan SIM C baru di sebuah Polres di Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu itu, saya menempuh prosedur resmi yang telah ditetapkan.Â
Jumlah ongkos yang saya keluarkan persisnya lupa, tetapi tidak mahal karena memang mengikuti aturan. Dengan ramah Pak Polisi, yang sayangnya saya lupa namanya, melayani pembuatan SIM C saya.Â
Waktu itu memang tidak wajib tes praktik. Saya hanya diminta mengerjakan tes tertulis secara manual. Konyolnya, saya tidak belajar dulu sehingga kesulitan mengerjakan tes itu.Â
Seusai tes, Pak Polisi yang budiman ini segera memeriksa lembar jawaban saya. "Mas, besok coba lagi ya. Ini jumlah salahnya melebihi ketentuan," katanya sambil menunjukkan jawaban salah saya. Saya mengangguk.
Tidak ada upaya dari Pak Pol untuk menawari kongkalikong pada saya. Pada percobaan kedua, baru saya sukses menaklukkan tes tertulis SIM C.Â
Kisah kedua saya alami di Jakarta beberapa tahun lalu. Waktu itu, saya tinggal sementara waktu di daerah Sunter, dekat RSPI Sulianti Saroso. Saya merasa gabut juga kalau cuma tinggal di rumah.Â
Akhirnya, saya pinjam motor teman untuk jalan-jalan di ibukota. Maklum, orang udik lihat metropolitan rasanya bahagia sekali:)
Sepulang dari mengunjungi teman-teman saya di daerah Rawamangun, saya melewati sebuah jalan di bawah jalan layang. Saya santai saja melaju dengan motor, mengikuti motor dan mobil yang juga melalui jalan itu.
Tiba-tiba, seorang polisi lalu lintas melambai-lambaikan tangan, tanda minta saya berhenti. Karena merasa tidak salah dan yakin membawa surat-surat lengkap, saya santuy saja.
"Mas, tahu ndak pelanggarannya?" selidik Pak Pol yang masih muda itu. "Wah, maaf Pak, tidak tahu. Saya cuma ikut pengendara di depan saya lewat sini," jawab saya.
"Ini jalan khusus mobil saja," tegasnya. O...pantesan saya diminta berhenti.Â
Setelah memeriksa surat-surat itu, Pak Polmud bertanya,"Mas dari Jogja, ya? Sudah berapa lama di Jakarta?" Saya jawab, benar bahwa saya wong Jogja dan saya baru semingguan di metropolitan.Â
Pak Polmud manggut-manggut. "Ya sudah, silakan jalan." Saya kaget. "Lho, nggak ditilang, Pak?"
Sambil tersenyum, Pak Polisi itu menjawab,"Tidak perlu. Lain kali jangan melanggar lagi, ya. " Saya pun tersenyum bahagia.Â
Wah, pengertian sekali Pak Polmud ini, gumam saya dalam hati. Bagi saya, tindakannya bijaksana karena dia memahami pelanggaran saya dari konteks. Pak Polisi muda itu kiranya juga melakukan diskresi terhadap "perantau baru" yang kurang paham jalanan ibu kota.
Jutaan Pohon Baik Tidak Dipuji
Ada sebuah pepatah yang berbunyi: "Jutaan pepohonan yang tumbuh dengan baik di hutan yang sepi tidak dipuji orang. Akan tetapi, satu pohon tumbang di keramaian langsung dihujat orang."
Sama halnya dengan para anggota kepolisian negeri kita tercinta, Indonesia. Banyak sekali polisi yang baik, jujur, dan bijaksana dalam menjalankan tugas sehari-hari mereka, namun tidak ada atau sangat jarang orang memuji. Akan tetapi, ketika oknum polisi melakukan kejahatan atau pelanggaran, segera saja banyak warga(net) mencaci-maki seluruh korps Polri.Â
Padahal, para polisi mempertaruhkan nyawa demi menjaga kita. Beberapa lembur tanpa dapat uang tambahan, demi menyelesaikan tugas.Â
Contohnya, paman saya yang ketika menjabat Kapolsek di pelosok DIY selalu memantau laporan 24 jam via HT. Malam hari sampai dini hari pun, jika sedang ada peristiwa penting, HT itu selalu aktif menemaninya "tidur-tidur ayam".
Sebagai pimpinan, ia sangat peduli pada keselamatan dan kesejahteraan bawahannya. Dengan gaji yang tidak tinggi-tinggi amat, ia berusaha memberikan juga semacam paket Lebaran bagi para anggotanya, yang lebih pas-pasan lagi hidupnya.
Para anggota Polri dengan sigap menangani kecelakaan di mana kondisi korban sangat mengenaskan. Seorang paman saya (yang lain) di sebuah Polsek di perbatasan Jogja-Magelang tidak ngeri lagi melihat korban kecelakaan yang -maaf- anggota tubuhnya hancur.
Paman yang satu ini juga pernah berkata soal mengawal mobil suplai uang ATM. Dia berkisah, "Risikonya tinggi. Sebenarnya saya juga tidak suka, tapi karena tugas, ya saya jalani."Â
Banyak anggota Polri menolak permainan kotor oknum di dalam jajaran Polri. Salah satunya almarhum paman saya yang meskipun jabatan terbilang tinggi, hidupnya sederhana. Ia seorang ayah, suami, dan polisi yang baik. Ah, mengapa tetiba rasanya air mata mau menetes ketika mengingat kebaikan almarhum paman saya.Â
Apakah pembaca ingin berkisah juga tentang kebaikan polisi yang pernah Anda alami? Atau, ada pula pembaca yang adalah anggota Polri yang ingin berbagi cerita? Silakan tulis komentar atau tulisan artikel di Kompasiana ini.
Para anak muda, jangan ragu berkarir sebagai anggota Polri. Penerimaan gratis dan pendaftaran bisa dilakukan secara online. Ada macam-macam spesialisasi juga, mulai dari polisi pramugari, teknologi informasi, sampai polisi ahli boga. Wah, yang hobi kepoin IG dan hobi masak bisa banget daftar jadi polisi:)Â
Sila baca informasi lengkap di laman resmi Polri ini. Tulisan lain: TNI-Polisi Keturunan Tionghoa Berjasa tapi Tak Selalu Viral
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H