Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alkitab Bahasa Minang Sudah Lama Ada, Mengapa Sekarang Dipersoalkan?

6 Juni 2020   05:45 Diperbarui: 6 Juni 2020   15:19 3318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akun Twitter@margiesandjaya

Baru-baru ini viral berita surat dari Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Inti surat tersebut adalah permintaan agar Kemkominfo menghapus aplikasi kitab suci Injil berbahasa Minangkabau. 

Gubernur Sumbar mengemukakan dua alasan mengapa pihaknya meminta aplikasi Alkitab Bahasa Minang tersebut dihapus.

Pertama, Pertama, keresahan masyarakat Minangkabau dengan adanya aplikasi kitab Injil berbahasa Minangkabau tersebut. 

Kedua, aplikasi tersebut dinilai sangat bertolak belakang dengan adat dan budaya masyarakat Minangkabau yang memiliki falsafah 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah'. Surat lengkap dapat dibaca di sini.

Alkitab Bahasa Minang sudah Lama Ada

Sejatinya, Alkitab berbahasa Minangkabau sudah lama ada. Salah satu situs yang mengunggahnya adalah situs ini. Dalam situs yang tersebut, hak cipta tertera untuk tahun 2010-2020. Artinya versi Alkitab daring tersebut bukan produksi baru. 

Seorang pengguna Twitter menulis bahwa Alkitab bahasa Minang  sudah ada sejak tahun 1980-an. Ia kemudian mengunggah tangkapan layar Alkitab bahasa sehari-hari Minang edisi tahun 1996.

Alkitab bahasa Minang hanyalah salah satu dari sekian banyak terjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa daerah di Nusantara. Beberapa versi Alkitab bahasa daerah yang telah ada, antara lain: Alkitab bahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, Bugis, Toraja, Madura, Aceh. Daftar lengkap bisa didapatkan, antara lain, di situs ini. 

Sejarah Penerjemahan Alkitab ke bahasa Indonesia dan daerah

Berikut pokok-pokok sejarah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Melayu dan bahasa daerah lain di Indonesia.

1. Pedagang Belanda bernama Ruyl tiba di Nusantara pada 1600. Setelah 12 tahun bekerja keras, ia berhasil menyelesaikan terjemahan Injil Matius (hanya satu bagian kecil dari Alkitab) ke dalam bahasa Melayu. Terjemahan pertama bagian Alkitab dalam bahasa bukan Eropa ini akhirnya terbit tahun 1617.

2. Mechior Leijdecker, pendeta yang melayani umat berbahasa Melayu di Batavia merintis penerjemahan Alkitab secara lengkap ke dalam bahasa Melayu Tinggi. Proyek ini dimulai pada 1691. Sasaran audiensnya adalah umat Kristen Eurasia, Ambon, Jawa, Tionghoa, dan suku lain yang memahami bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan. Terjemahan  Leijdecker ini akhirnya terbit pada 1733.

3.  Periode Abad ke-19 menjadi puncak penerjemahan aneka versi Alkitab bahasa daerah di Nusantara. Beberapa contoh adalah terbitnya Alkitab bahasa Jawa (1854), Sunda (1877), Bugis (1888) dan Batak Toba (1878). 

4. Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang dirintis pada 1950 menjadi lembaga yang mengurus penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Indonesia dan daerah. 

Cikal bakal LAI sejatinya adalah Lembaga Alkitab Java di Batavia pada masa Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Lembaga Alkitab ini didirikan pada 4 Juni 1814 sebagai cabang pembantu dari Lembaga Alkitab Inggris.  

Penerjemahan Alkitab sebagai hak kebebasan beragama

Sesuai dengan UUD 1945, negara menjamin kebebasan beragama (dan berkepercayaan) tiap warga negara Indonesia. Karena itu, tiap lembaga keagamaan berhak mengadakan kegiatan apa pun dalam lingkup melayani umatnya, sepanjang tidak melanggar hukum nasional.

Dalam hal ini, penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah mana pun juga dijamin oleh UUD 1945. Logikanya, setiap pejabat negara wajib menjamin kebebasan beragama yang telah diatur dalam UUD 1945.

Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah mana pun, secara faktual, tidak serta merta menjadikan suku tertentu sebagai sasaran penginjilan atau otomatis menjadikan suku tertentu penganut agama Katolik atau Kristen.

Ambil contoh, sudah sejak 1854 ada terjemahan Alkitab bahasa Jawa. Akan tetapi, faktanya, apakah sekarang 100 persen orang Jawa menjadi Katolik atau Kristen? Tidak, bukan?

Penerjemahan Alkitab dalam bahasa Minang pun, tentu tidak secara faktual lantas berarti Gereja sangat berambisi mewartakan iman kristiani pada suku Minang. Justru Gereja Katolik dan Kristen di Indonesia telah, sedang, dan akan melayani umat dan siapa pun yang ingin membaca Alkitab dalam bahasa Minang (dan bahasa-bahasa daerah lain), baik dalam rangka menimba wawasan iman maupun menimba pengetahuan.

Jika Anda mengikuti perkembangan teologi misi Gereja Katolik di Asia, Anda akan tahu bahwa misi dan dialog antaragama dan dialog dengan budaya lokal dijalankan secara bersamaan oleh Gereja. 

Di Pantura, rekan-rekan sekongregasi penulis menjadi penggawa sebuah sanggar budaya yang menampung warga yang justru hampir semua adalah pemeluk agama Islam. Kok bisa? Apa tidak boros dana dan SDM, yang bisa difokuskan pada umat Katolik? Pola pikirnya tidak begitu. Ini demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara umum dalam konteks bernegara.

Penghargaan terhadap falsafah adat Minang

Penulis telah membaca sejarah di balik falsafah 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah'. Pada prinsipnya, penulis menghargai adat budaya mana pun, juga adat budaya Minang. Apalagi, beberapa rekan penulis di Kompasiana ini-sepengetahuan penulis-adalah orang Minang atau orang Padang. Yang menyatukan orang Minang dan orang Padang, antara lain, adalah bahasa yang sama, bukan?

Nah, bukankah penutur bahasa Minang termasuk juga orang-orang kristiani, misalnya yang tinggal di Padang dan tersebar di aneka daerah dan negara? 

Terjemahan Alkitab dalam bahasa Minang, antara lain, ditujukan untuk melayani jemaat kristiani yang adalah juga para penutur bahasa Minang. Juga bagi siapa pun yang berminat mempelajari kaitan antara agama, budaya, dan bahasa daerah. Misalnya, para peneliti, akademisi, dan mahasiswa bidang budaya dan bahasa. 

Singkatnya, penerjemahan Alkitab dalam bahasa daerah Minang dan bahasa daerah lain di Indonesia memiliki aneka manfaat berikut:

1. Membantu jemaat kristiani penutur bahasa daerah tersebut

2. Membantu dunia ilmu pengetahuan untuk  mempelajari kekayaan bahasa daerah

3. Membantu pelestarian bahasa daerah

4. Memperkuat Ketuhanan Yang Maha Esa seperti yang tersua dalam sila pertama Pancasila

5. Memudahkan dialog antar pemeluk agama dan kepercayaan: tak kenal maka tak sayang

Upaya penerjemahan dan publikasi Akitab berbahasa Minang sudah dilakukan sejak tahun 1980-an. Ganjilnya, mengapa dipermasalahkan sekarang? 

Dugaan penulis, ada beberapa faktor:

1. Gejala politisasi agama

Profesor Susanne Schroter, Direktur Pusat Penelitian Islam Global di Frankfurt berpendapat bahwa peran agama dalam politik di Indonesia saat ini amat besar. Agama sekarang jadi instrumen utama berpolitik, dan agama diinstrumentalisasi oleh semua pihak.

Profesor ilmu politik itu dengan jujur melukiskan jalannya kampanye di Indonesia sebagai perebutan wacana Islam. Tiap kubu mencoba mencari kelemahan lawan dengan mengangkat isu kadar keislaman.

Catatan penulis, apa yang disampaikan Susanne kiranya benar adanya. Coba kita ingat, apa isi serangan terhadap Jokowi dan Prabowo pada kampanye Pilpres lalu. Bukankah soal salat Jumat di mana, soal saudara yang beragama nonmuslim, soal tuduhan keluarga komunis, soal kemampuan baca kitab suci, dan sejenisnya? Mengapa bukan soal visi-misi sebagai negarawan?

Sama halnya dengan kontestasi Anies Baswedan dan Ahok BTP. Bukan soal visi-misi dan kompetensi, tapi justru soal dugaan penistaan agama. 

Di Indonesia timur, politisasi agama juga marak terjadi. Misalnya wacana Manokwari Kota Injil. Jadi, sejatinya politisasi agama bisa dilakukan oleh siapa saja, oleh politikus pemeluk agama mana pun, dengan menggunakan isu berbau agama mana pun.

Dalam kontroversi terbaru di Sumbar, mungkin saja "udang di balik batu" adalah keinginan oknum politikus untuk meningkatkan elektabilitas politik diri dan atau partai di mata mayoritas pemilih. Padahal, bagaimana pun politikus -apalagi yang resmi menjabat sebagai abdi negara- wajib melayani rakyat yang bineka. Pejabat negara harus ingat akan tugas sebagai abdi negara dan abdi Pancasila dan UUD 1945.

2. Gagal paham soal batasan penutur bahasa

Tidak ada satu bahasa pun di dunia ini yang bisa dibatasi hanya boleh dituturkan kalangan tertentu. Membatasi penutur bahasa pada kalangan tertentu adalah hal yang sangat absurd.

Kenyataan hidup membuktikan:

- bahasa Yunani (bahasa asli Injil dan Alkitab Perjanjian Baru) dituturkan juga oleh orang nonkristiani. Contoh: diplomat muslim yang bertugas di Athena.

-bahasa Arab (bahasa Al-Quran) dituturkan juga oleh orang nonmuslim. Contoh: jemaat kristiani di Lebanon dan Irak.

Siapa pun bebas mempelajari dan menjadi penutur bahasa daerah dan bahasa apa pun. Akademisi pun sering mempelajari bahasa daerah demi perkembangan ilmu pengetahuan. 

Mengapa harus menolak (aplikasi) terjemahan Alkitab dalam bahasa daerah tertentu, padahal nyatanya bahasa daerah itu dituturkan oleh pemeluk aneka agama dan bisa dipelajari siapa pun juga di luar suku penutur asli? Pelarangan ini adalah wujud gagal paham mengenai batasan penutur bahasa. 

Wasana kata, tulisan ini saya anggit dengan niat baik untuk membuka wawasan soal kebinekaan, kebangsaan, politik berkeadaban, dan kebahasaan. 

Jangan mudah terjebak dalam politisasi agama yang makin marak terjadi dan sayangnya justru merusak kesatuan kita sebagai bangsa.

Salam hormat dan salam hangat bagi semua saja, juga bagi rekan-rekan dan pembaca artikel ini, yang adalah penutur bahasa Minang. Saya kutip salah satu bagian dari dua perintah utama Yesus dalam Injil Matius 22:39 berikut ini: 

"Kasiahilah sasamo manusia, bakcando angkau mangasiahi diri angkau sandiri." Salam kasih. 

Bobby Steven. Penulis adalah pembelajar keagamaan dan bahasa. Dengan senang hati berdialog dan menerima saran di kolom komentar dan surel.

Pojok baca: 1,2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun