Baru-baru ini tas berisi sembako yang dibagikan Kementerian Sosial menuai kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah label 'Bantuan Presiden RI' pada tas itu. Salahkah label itu? Haruskah diganti jadi 'baper'? Mari kita ulik!
Politikus PDI-P, Arteria Dahlan mengatakan,"Kalau dilihat tulisannya dan dilihat logonya, itu sangat jelas kaitannya dengan Lembaga Kepresidenan, tidak Presiden Jokowi secara pribadi."
Lebih lanjut, Arteria mengatakan bahwa yang salah adalah saat bantuan itu diberi label 'Bantuan Keluarga Jokowi' atau saat label 'Bantuan Presiden' disematkan pada bantuan yang berasal dari pihak swasta dan dari luar negeri.
Sementara itu, politikus PAN, Saleh Partaonan Daulay, mempertanyakan, "Mengapa mesti harus ada tulisan bantuan dari presidennya? Bukankah itu memakai uang negara? Artinya, itu bukan bantuan personal, tetapi bantuan negara yang didanai dari dana APBN milik rakyat."
Salahkah Label 'Bantuan Presiden'?
Sejatinya, menurut tinjauan (sejarah) kebahasaan, label bantuan presiden sudah biasa disematkan pada sejumlah bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat pada rakyat.
Presiden Soeharto memberikan bantuan berupa sapi perah, pembangunan gedung sekolah, dan sebagainya. Penetapan pemberian bantuan pemerintah pusat ini dituangkan dalam Instruksi Presiden. Karena itu, kita mengenal sapi inpres, SD inpres, dan sebagainya.
Berkat melonjaknya penerimaan negara dari sektor migas , pemerintah pusat waktu itu mampu membangun 61,8 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Adalah instruksi presiden No. 10/1973 Â yang menjadikan proyek ini lebih dikenal dengan sebutan proyek SD Inpres.
Sayangnya, Prof. Dr. Widjodjo Nitisastro (1927-2012) yang menggagas SD Inpres tidak pernah mendapatkan kusala Nobel.Â
Zaman SBY Juga AdaÂ
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah memberikan bantuan untuk pengungsi erupsi Gunung Sinabung di Posko Penanggulangan Erupsi Gunung Sinabung, Kabanjahe, Karo, Sumatra Utara, (19/1/2014).Â
Aneka Akronim Istilah Bantuan dalam KBBI
Kamus Besar Bahasa Indonesia IV mencatat aneka akronim istilah terkait bantuan: bandes = bantuan desa; banpol = bantuan polisi; banpres = bantuan presiden; banpur = bantuan tempur.
Istilah 'bantuan presiden' sudah dipakai secara resmi selama puluhan tahun untuk menyebut bantuan negara bagi rakyat. Istilah 'bantuan presiden' dan akronim 'banpres' sudah dikenal khalayak dan sudah dimasukkan dalam lampiran KBBI IV.Â
Istilah 'bantuan presiden' ini sebenarnya sudah mendapat tempat di hati masyarakat.
Meskipun labelnya 'bantuan presiden', yang dimaksud tentu bukan bahwa presiden mengeluarkan uang pribadi untuk membantu.
Kata 'presiden' di sini merujuk pada kepala pemerintahan RI, bukan pada sosok pribadi presiden tertentu. Wajar bahwa suatu kementerian di bawah presiden membubuhkan label 'bantuan presiden' pada paket bantuan. Dana tetap dari negara.
Wajar pula para menteri menyerahkan 'bantuan menteri'. Para gubernur, bupati, dan camat pun sah-sah saja menyerahkan bantuan berlabel jabatan. Syaratnya, tanpa embel-embel kampanye diri.Â
Apa dalam kontroversi terkini ada unsur pencitraan atau kampanye? Sila perhatikan: apa pada tas sembako yang dipermasalahkan ada foto dan nama presiden? Â
Apa ada puja-puji untuk presiden dan keluarganya, umpama "Jadikan Presiden Seumur Hidup!" atau "Keluarga Bibit Unggul"? Jika tidak ada, artinya masih wajar. Iya, kan?Â
Kita menyesalkan keterlambatan pencetakan tas berlabel 'bantuan presiden' yang menyebabkan keterlambatan distribusi bantuan. Kesalahan bukan pada label 'bantuan presiden', tapi pada prosedur di lapangan.
Apakah perlu mengganti label 'bantuan presiden' dengan, misalnya, 'bantuan negara' atau 'bantuan pemerintah pusat'? Pendapat penulis, sangat dimungkinkan mengganti istilah 'banpres' dengan istilah baru yang sepadan.Â
Masalahnya, seberapa mendesak hal ini? Pada hemat penulis, perdebatan soal label 'banpres' ini kental beraroma politik ketimbang linguistik.Â
Mari bekerja sama tangani corona. Bukankah harusnya elit politik dan kita bersatu, bukan beradu?Â
***
Ini 'Bantuan Menteri' dan 'Bantuan Gubernur'. Tentu, dananya dari kementerian dan pemprov :) "Gitu aja kok repot," kata mendiang Gus Dur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H