Esok harinya, kami yang saat itu sedang ganteng-gantengnya berbaur dengan para buruh dalam bus. Sesampai di pabrik, kami menemui Pak Bejo. Sebut saja begitu. Ia adalah kepala tim kebersihan pabrik karung itu. Usianya sekitar 45 tahun. Sawo matang cenderung gelap.Â
Dengan ramah ia menyambut kami. Pak Bejo memperkenalkan kami pada para bawahannya. "Nanti Mas-Mas ini ikut saja bantu para bapak ini, ya. Kalau capek ya ambil nafas dulu," kata Pak Bejo.
Kami mengangguk sambil tersenyum-senyum. Pak Bejo lantas membagi sapu lidi dan aneka perkakas lain. Juga seragam kerja yang sudah lusuh. Ya, namanya juga buruh.
Dilirik Ibu-Ibu
Sebagian waktu kami lewatkan dengan membersihkan area sekitar pabrik. Akan tetapi, bukan berarti kami tidak bisa ngobrol dengan para buruh yang bekerja di dalam pabrik.
Saat menyapu dekat tembok kawat, ibu-ibu yang sedang bekerja melirik kami. "Mas-Mas'e, ganteng-ganteng kok mburuh," celetuk seorang ibu.Â
Kami tertawa. "Prihatin dulu, Bu. Yang penting dapat pengalaman," jawab seorang teman.
Seorang ibu bertanya, "Mas-Mas'e kok bisa dapat magang sini? Ikut orang dalam, ya? Hayo, ngaku!"
Kami bingung bagaimana harus menjawabnya. "Nggak kenal siapa-siapa kok Bu."
Para buruh membawa sendiri bekal penganan ringan. Biasanya mereka membawa air minum untuk menghilangkan dahaga. Di satu ruangan pabrik, sekitar tiga ratusan buruh bekerja membuat karung. Panas.Â
Pabrik menyediakan makan siang sederhana. Jam makan siang diatur bergantian agar mesin-mesin tetap bisa bekerja tanpa henti. Â Pak Bejo mengantar kami ke ruang makan, melewati dapur yang saat itu dipenuhi mbak-mbak juru masak. Ada juga yang manis, lho... Gula maksudnya:)