Seorang pemimpin harus melayani rakyatnya, bukan minta dilayani. Sang sultan dalam kisah tadi justru aktif menawarkan tumpangan tanpa harus diminta oleh rakyatnya.
Seorang pemimpin sejati tak mengorbankan rakyat demi kepentingan pribadi, tapi justru rela berkorban demi rakyatnya.
Keutamaan pemimpin ini rasa-rasanya masih perlu kita jadikan inspirasi untuk diri sendiri maupun untuk kehidupan berbangsa kita.
Dalam kadar dan lingkup tertentu, kita adalah pemimpin. Seorang ayah dan ibu menjadi pemimpin bagi anak-anak. Seorang kakak adalah pemimpin bagi adik-adiknya. Seorang pegawai senior adalah pemimpin bagi adik-adik karyawan baru, dan sebagainya.
Belum lagi kalau memang jadi pejabat negara, baik pusat maupun daerah.Â
Apa pun peran yang kita jalankan, kita diharapkan menjadi pemimpin yang melayani, bukan mendominasi. Betapa indahnya jika bangsa ini memiliki pemimpin-pemimpin berjiwa merakyat dan rendah hati. Tiada jarak bumi-langit antara penguasa dan rakyat jelata.Â
Kita rindu pemimpin-pemimpin yang mampu merasakan suka-duka wong cilik. Tak hanya itu, kita rindu kehadiran para pemimpin yang bertindak nyata menolong rakyat sederhana.
Tak usah menuntut pemimpin-pemimpin negara, mari mulai dari diri kita sendiri. Mari menjadi pribadi yang tak mendominasi, tapi melayani.
Kisah sang sopir budiman bisa jadi kenyataan dalam hidup kita sehari-hari jika kita mau mewujudkannya.
Salam berbagi! R.B.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H