Wanita muda yang berkerudung itu dengan percaya diri memperkenalkan siapa dirinya. "Perkenalkan, nama saya Angkie... The one and only woman with disability, perempuan berkebutuhan khusus di tengah-tengah... (Saya) diberi kepercayaan terbaik oleh Bapak Presiden. Berdiri di sini menyuarakan 21 juta jiwa disabilitas di seluruh Indonesia."Â
"Saya berdiri di sini mewakili Thisable Enterprise yang saya bangun delapan tahun, di mana sudah waktunya disabilitas bukan kelompok minoritas tapi kita dianggap setara. Membentuk lingkungan inklusi. Dengan (menjadi) staf khusus presiden, semoga saya bisa bekerja dengan baik untuk menjadikan Indonesia ramah disabilitas."
Profil Angkie Yudistia
Angkie Yudistia, kelahiran 5 Juni 1987 (32 tahun) telah lama berkiprah sebagai social enterpreneur di dunia kaum disabilitas di Indonesia dan dunia.Â
Delapan tahun lalu (2011), bersama dua temannya yang bukan kaum disabilitas, ia mendirikan Thisable Enterprise yang memberdayakan kaum disabilitas agar dapat bekerja demi kemajuan bangsa.
Saat ini, Thisable memiliki lebih dari 1.500 basis data dan menghubungkan penyandang disabilitas seperti tunarungu, tunanetra, dan tunadaksa dengan perusahaan yang memerlukan keterampilan mereka.
Angkie menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) di perusahaan yang bergerak di penerbitan, pendidikan, serta komunikasi.Â
Saat ini Thisable Enterprise telah berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan yang dengan sadar membuka diri untuk merekrut kaum disabilitas sebagai pekerja. Beberapa perusahaan itu, antara lain, grup Gojek, CIMB Niaga, Rabobank, dan PGN MAS.
Melalui social enterpreneurship ini, Angkie ingin agar angka pengangguran di kalangan disabilitas Indonesia bisa ditekan serendah mungkin.Â
Angkie juga adalah anggota Asia Pacific Federation Hard of Hearing and Deafened Person (APFHD) dan anggota IFHOH - International Federation of Hard of Hearing People. Kiranya latar belakang ini yang membuat Jokowi memilih Angkie untuk menjadi staf khusus Presiden di bidang sosial.
Putri dari pasangan Hadi Sanjoto dan Indiarty Kaharman ini kehilangan pendengaran sejak usia 10 tahun. Sebabnya, ia pernah mengalami salah pemberian obat saat sakit malaria.
Langkah Jokowi menunjuk Angkie sebagai salah seorang staf khusus presiden adalah harapan baru bagi kaum disabilitas di negara kita. Menariknya, laman resmi Thisabilitas pernah memuat berita "Menagih Janji Presiden Terkait RUU Disabilitas".Â
Sayangnya, saat diklik, utas tersebut sudah tidak berfungsi lagi. Mungkinkah karena Jokowi sudah memenuhi janjinya dengan menunjuk Angkie sebagai "penyambung lidah" bagi kaum disabilitas? Entahlah.
Penelusuran atas jejak digital berita serupa menemukan beberapa artikel dengan berita demikian:
Ariani Soekarwo selaku Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat menambahkan, para penyandang disabilitas menyatakan harapannya terkait RUU Penyandang Disabilitas ini agar cepat disahkan.
"Kami mendukung program Revolusi Mental Jokowi di segala bidang dengan merevolusi pemahaman terhadap penyandang disabilitas yang dulu dianggap sebagai charity base menuju right base, yang dulunya hak-hak penyandang disabilitas disepelekan kemudian diprioritaskan, yang dulunya kementerian takut soal disabilitas sekarang setelah ada revolusi mental menjadi paham dan membuka pintu untuk audiensi menangani permasalahan disabilitas," tambahnya.
Kaum Disabilitas dan Pemerhati Mereka
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2010 jumlah penyandang disabilitas mencapai sekitar 9.046.000 jiwa, atau 4,74 persen dari sekira 237 juta jiwa penduduk Indonesia. Data yang diungkap Angkie, jumlah kaum disabilitas kini mencapai 21 juta jiwa.
Ditolak bekerja karena semata-mata berstatus sebagai penyandang disabilitas adalah salah satu pengalaman buruk yang kerap dialami saudara-saudari kita tersebut.
Menariknya, Angkie sendiri juga sudah kenyang dengan perundungan yang ia alami sebagai penyandang tunarungu. Meski lulusan S2, Angkie seringkali ditolak perusahan karena permasalahan pendengaran.Â
Meski begitu, lulusan Fakultas Public Relation dari London School Jakarta ini tak menyerah dengan masa lalu dan situasi dirinya. Alih-alih meratapi keadaan, ia giat bekerja demi kepentingan kaumnya, para penyandang disabilitas.
Angkie sejatinya bukan satu-satunya tokoh muda pemerhati kaum disabilitas. Ada banyak tokoh lain. Di Jogjakarta ada Tety Sianipar.Â
Kehadiran Angkie Yudistia dan Tety Sianpiar sebagai penghubung kaum disabilitas dengan dunia kerja amatlah kita apresiasi. Menariknya, selama ini dua tokoh pemerhati masalah sosial ini lebih banyak bekerja sama dengan perusahaan swasta.Â
Hal ini menjadi tantangan tersendiri saat kini Angkie sebagai wakil dari pegiat isu disabilitas masuk menjadi staf khusus presiden. Kini Angkie berada di lingkaran birokrasi negeri ini yang terkenal lamban dan rumit. Harapan kita, Angkie bisa memberi masukan agar negara menjadi lembaga yang ramah disabilitas.
Sudah ada aturan resmi soal kuota CPNS untuk kaum disabilitas. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI (Permenpan) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2018.
Beberapa syaratnya: calon pelamar paling tidak berusia 18-35 tahun pada saat melamar. Kemudian, calon pelamar wajib melampirkan surat keterangan dokter yang menerangkan jenis/tingkat disabilitasnya.Â
Jumlah jabatan yang dilamar untuk instansi pusat paling tidak sebesar 2 persen dari total formasi dengan jabatan. Kemudian, jumlah jabatan yang dapat dilamar untuk posisi di daerah paling sedikit 1 persen dari total formasi.
Dari Swasta ke Birokrasi
Masalahnya, tidak semudah itu penyandang disabilitas lolos CPNS. Masih segar dalam ingatan, kejadian yang dialami dokter gigi Romi Syofpa Ismael.
Angkie Yudistia pasti tahu bagaimana trik "melatih" perusahaan swasta agar bisa menerapkan lingkungan inklusi di tempat kerja bagi kaum disabilitas. Kini kita berharap, Angkie bisa menularkan ilmunya itu pada aneka kementerian dan lembaga negara yang seharusnya menjadi lembaga ramah disabilitas.
Angkie kita harapkan bisa memberikan gagasan praktis agar semakin banyak penyandang disabilitas terdata, dilatih, dan diperhatikan dengan baik oleh negara sehingga mudah bagi negara dan sektor swasta untuk merekrut mereka.Â
Di sisi lain, Angkie kita harapkan mampu mengkampanyekan pentingnya penyediaan fasilitas kerja dan prasarana publik ramah disabilitas di kantor-kantor pemerintahan. Bukan hanya untuk pegawai, tapi juga bagi masyarakat penyandang disabilitas yang mengakes layanan publik.
Selamat bekerja, Angkie Yudistia. Doa terbaik untuk Anda dan siapa pun yang peduli kaum disabilitas.
Rujukan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H