Sayangnya, saat diklik, utas tersebut sudah tidak berfungsi lagi. Mungkinkah karena Jokowi sudah memenuhi janjinya dengan menunjuk Angkie sebagai "penyambung lidah" bagi kaum disabilitas? Entahlah.
Penelusuran atas jejak digital berita serupa menemukan beberapa artikel dengan berita demikian:
Ariani Soekarwo selaku Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat menambahkan, para penyandang disabilitas menyatakan harapannya terkait RUU Penyandang Disabilitas ini agar cepat disahkan.
"Kami mendukung program Revolusi Mental Jokowi di segala bidang dengan merevolusi pemahaman terhadap penyandang disabilitas yang dulu dianggap sebagai charity base menuju right base, yang dulunya hak-hak penyandang disabilitas disepelekan kemudian diprioritaskan, yang dulunya kementerian takut soal disabilitas sekarang setelah ada revolusi mental menjadi paham dan membuka pintu untuk audiensi menangani permasalahan disabilitas," tambahnya.
Kaum Disabilitas dan Pemerhati Mereka
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2010 jumlah penyandang disabilitas mencapai sekitar 9.046.000 jiwa, atau 4,74 persen dari sekira 237 juta jiwa penduduk Indonesia. Data yang diungkap Angkie, jumlah kaum disabilitas kini mencapai 21 juta jiwa.
Ditolak bekerja karena semata-mata berstatus sebagai penyandang disabilitas adalah salah satu pengalaman buruk yang kerap dialami saudara-saudari kita tersebut.
Menariknya, Angkie sendiri juga sudah kenyang dengan perundungan yang ia alami sebagai penyandang tunarungu. Meski lulusan S2, Angkie seringkali ditolak perusahan karena permasalahan pendengaran.Â
Meski begitu, lulusan Fakultas Public Relation dari London School Jakarta ini tak menyerah dengan masa lalu dan situasi dirinya. Alih-alih meratapi keadaan, ia giat bekerja demi kepentingan kaumnya, para penyandang disabilitas.
Angkie sejatinya bukan satu-satunya tokoh muda pemerhati kaum disabilitas. Ada banyak tokoh lain. Di Jogjakarta ada Tety Sianipar.Â
Kehadiran Angkie Yudistia dan Tety Sianpiar sebagai penghubung kaum disabilitas dengan dunia kerja amatlah kita apresiasi. Menariknya, selama ini dua tokoh pemerhati masalah sosial ini lebih banyak bekerja sama dengan perusahaan swasta.Â