Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Miris, di Negara-negara Ini Anak-anak Boleh Minta Eutanasia

10 November 2019   06:17 Diperbarui: 12 November 2019   12:43 4390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: AVNphotolab

Akhir-akhir ini eutanasia menjadi pokok bahasan yang kontroversial di banyak negara. 

KBBI mendefinisikan eutanasia sebagai "tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan". 

Dalam bahasa Inggris, eutanasia kerap disebut sebagai "mercy killing" atau pembunuhan atas dasar rasa kasihan.

Sementara itu, di Inggris Raya, ada dua istilah yang berbeda: 

1. Eutanasia mengacu pada contoh di mana langkah-langkah aktif diambil untuk mengakhiri hidup seseorang, tetapi tindakan fatal dilakukan oleh orang lain, seperti dokter.

2. "Bunuh diri dengan bantuan" (assisted suicide)  adalah ketika seseorang mengambil nyawanya sendiri tetapi dibantu oleh orang lain. Alih-alih seorang dokter melakukan tindakan fatal, mereka sendiri (orang yang bunuh diri) yang melakukannya, dengan misalnya meminum atau menyuntikkan bahan mematikan.

Baik eutanasia maupun "bunuh diri dengan bantuan" sampai kini masih dilarang oleh hukum Inggris Raya. 

Negara-negara yang izinkan orang dewasa saja

Ada negara-negara yang mengizinkan eutanasia untuk orang dewasa saja, bukan untuk anak-anak.

1. Luksemburg
Bunuh diri dengan bantuan dan eutanasia keduanya legal di Luksemburg untuk orang dewasa. Pasien harus memiliki kondisi sakit yang tidak dapat disembuhkan dengan penderitaan konstan, tidak tertahankan dan tidak memiliki prospek perbaikan.

2. Kanada
Kanada mengizinkan euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan untuk orang dewasa yang menderita "kondisi yang menyedihkan dan tidak dapat diperbaiki" yang kematiannya "cukup dapat diperkirakan". Di Quebec, hanya eutanasia yang diizinkan.

3. Kolumbia
Pasien terminal dapat meminta eutanasia sukarela di Kolombia, dan kematian pertama seperti itu terjadi pada tahun 2015. Komite independen harus menyetujui permintaan "kematian dengan bantuan".

4. Australia
Negara bagian Victoria Australia mengeluarkan undang-undang eutanasia sukarela pada November 2017 setelah 20 tahun dan 50 upaya gagal. Senat Australia sebelumnya mencabut undang-undang itu pada tahun 1997 karena reaksi publik terhadap undang-undang 1995 yang mengizinkannya.

Agar memenuhi syarat untuk persetujuan hukum, calon pemohon harus lah orang dewasa dengan kapasitas pengambilan keputusan, menjadi penduduk Victoria, dan menderita penderitaan karena penyakit yang memberi harapan hidup kurang dari enam bulan, atau 12 bulan jika menderita penyakit neurodegeneratif.

Seorang dokter tidak dapat memunculkan ide "kematian yang dibantu", pasien lah yang harus mengusulkannya terlebih dahulu.

Jika memenuhi syarat, pemohon akan diberi resep obat yang harus ia simpan dalam "kotak terkunci" sampai waktu yang ia pilih. Jika pemohon tidak dapat memberikan obat-obatan yang mematikan itu sendiri, seorang dokter dapat memberikan suntikan yang mematikan.

5. Amerika Serikat
Beberapa negara bagian seperti Oregon, Washington, Vermont, California, Colorado, Washington DC, Hawaii, New Jersey, Maine dan Montana semuanya memiliki undang-undang atau keputusan pengadilan yang memungkinkan bunuh diri yang dibantu dokter untuk pasien yang sakit parah.

Dokter dapat menulis resep obat mematikan kepada pasien, tetapi layanan kesehatan profesional harus diberikan pada saat pasien dieutanasia.

Negara-negara yang mengizinkan juga eutanasia anak

Mirisnya, beberapa negara bahkan mengizinkan anak-anak menjalani eutanasia. Tentunya setelah putusan pengadilan sipil, dengan pertimbangan medis dan (kadang-kadang) izin orang tua.

1. Swiss 

Swiss mengizinkan "bunuh diri yang dibantu" dokter tanpa persyaratan usia minimum, diagnosis atau keadaan gejala. Artinya anak-anak pun bisa melakukan "bunuh diri yang dibantu".

Namun, "bunuh diri yang dibantu" dianggap ilegal jika motivasinya "egois" - misalnya, jika seseorang yang membantu kematian bermaksud untuk mewarisi lebih awal harta orang yang dibantunya bunuh diri, atau jika mereka tidak ingin beban merawat orang yang sakit.

Euthanasia tidak sah di negara ini. Pada tahun 2018, 221 orang melakukan perjalanan ke klinik Swiss Dignitas untuk "bunuh diri yang dibantu". Dari jumlah tersebut, 87 berasal dari Jerman, 31 dari Perancis dan 24 dari Inggris. Sekitar 1,5% kematian di Swiss adalah hasil dari "bunuh diri yang dibantu."

2. Belanda

Eutanasia dan bunuh diri dengan bantuan legal di Belanda dalam kasus-kasus di mana seseorang mengalami penderitaan yang tak tertanggungkan dan tidak ada peluang untuk sembuh. Tidak ada persyaratan untuk kriteria sakit parah.

Anak-anak mulai dari 12 tahun dapat meminta bantuan meninggal, tetapi persetujuan orang tua diperlukan untuk mereka yang di bawah 16.

3. Belgia
Belgia mengizinkan  eutanasia dan "bunuh diri dengan bantuan" bagi mereka yang menderita penderitaan tak tertahankan dan tidak memiliki prospek sembuh.

Belgia tidak memiliki batasan usia untuk anak-anak, tetapi mereka harus memiliki penyakit terminal (yang mematikan) untuk memenuhi kriteria persetujuan.

Kemugkinan ada negara-negara lain yang belum masuk dalam daftar di atas karena keterbatasan informasi yang didapatkan penulis atau karena legalisasi eutanasia dan bunuh diri dengan bantuan sedang digodok di parlemen. 

Mengapa eutanasia diizinkan di beberapa negara?

Alasan umum yang dikemukakan untuk mengizinkan eutanasia ialah bahwa satu-satunya "pilihan manusiawi" adalah membiarkan individu yang menderita memilih untuk mengakhiri penderitaan mereka.

Umumnya alasan yang diajukan adalah bahwa seorang pribadi yang dapat memutuskan nasibnya sendiri seharusnya diperbolehkan juga untuk memutuskan untuk mati dalam damai (menjalani eutanasia), terutama saat ia tak tahan lagi menderita penyakit tak tersembuhkan.

Alasan-alasan lain misalnya: eutanasia mempercepat saja kematian yang "sudah dapat diprediksi" sehingga membuat pasien tidak perlu banyak menderita, mengurangi stres pasien dan kerabatnya akibat penderitaan si pasien, menghemat biaya dan sumber daya kesehatan untuk memberikan layanan kesehatan bagi pasien "yang lebih mungkin disembuhkan dan lebih layak dirawat".

Mengapa eutanasia ditentang?

Euthanasia ditentang karena terkait moral universal dan etika agama-agama:

1. Kita menerima anugerah kehidupan. Bukankah seharusnya kehidupan ini kita jaga sampai upaya maksimal, tanpa sedikit pun secara sengaja ingin mengakhirinya? 

2. Hidup itu sesuatu yang suci dan kudus. Tak ada satu hal pun di dunia ini yang boleh melanggar hidup seseorang. Hanya Tuhan saja yang berhak mengambil nyawa manusia. 

3. Penderitaan, bahkan yang paling parah sekalipun, tidak otomatis memberi kita hak untuk mengakhiri hidup sendiri dan orang lain. Hidup manusia selalu berharga dan patut disyukuri, tak peduli apakah hidup itu penuh penderitaan atau kebahagiaan. 

Banyak orang sakit parah bertahun-tahun, namun tetap bahagia dan tetap ingin hidup karena menyadari bahwa hidupnya selalu adalah anugerah dari Tuhan dan bahwa hidupnya tetap bermakna meski dipenuhi derita.

4. Eutanasia dan bunuh diri dengan bantuan, meski terkesan "halus", tetaplah pembunuhan atau bunuh diri. Dua hal ini dilarang oleh Tuhan dan juga hukum positif di banyak negara.

5. Pelegalan eutanasia dan bunuh diri dengan bantuan pada akhirnya akan mengurangi kepekaan orang akan nilai dan martabat hidup manusia. 

Orang-orang akan tergoda untuk menjalani eutanasia atau "bunuh diri dengan bantuan" alih-alih menghadapi suka-duka hidup dengan hati yang teguh dan iman kepada Tuhan YME. 

Hidup manusia lantas dinilai berdasarkan rasa suka-tidak suka, kebebasan individu yang palsu, dan kebermanfaatan (jika seseorang tak lagi "berguna" dan malah jadi beban, ya sudah... "dibunuh" atau "bunuh diri" saja!).

6. Pelegalan eutanasia dan "bunuh diri dengan bantuan" dapat mengakibatkan beban moral dalam hati dokter, tenaga medis, dan orang-orang yang melakukan atau membantu "kematian damai" si pasien. 

Tidak semua tenaga medis di negara-negara yang melegalkan eutanasia setuju secara moral dengan hukum tersebut. Bayangkan, Anda seorang dokter yang menentang eutanasia, namun terpaksa melakukan eutanasia karena rumah sakit di negara Anda mengizinkannya.... 

7. Ada juga banyak contoh di mana dokter secara medis menyimpulkan bahwa si pasien pasti meninggal karena sakitnya sudah tak tersembuhkan, namun berkat kuasa Yang Ilahi, pasien sembuh. 

Dalam hal ini, prediksi medis dokter paling hebat pun tidak bisa dijadikan patokan untuk  menilai apakah pasien "pantas" menjalani eutanasia. Ilmu manusia selalu terbatas! 

Hukum Indonesia tentang eutanasia

Salah seorang warga (tidak perlu saya sebut provinsinya) berisinisal BS, penah mengajukan permohonan eutanasia dengan disuntik mati ke Pengadilan Negeri di provinsinya. Ia putus asa karena mengalami radang tulang dan lumpuh sejak 2014. 

Hukum dan etika kedokteran di Indonesia tidak mengizinkan Berlin mengakhiri hidupnya. Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 melarang dokter membantu pasien yang tidak mungkin sembuh menurut medis untuk melakukan eutanasia.

Akademisi di Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta, Sintak Gunawan mengatakan, Indonesia melarang eutanasia karena masih memegang teguh prinsip dasar kedokteran. "Dokter memiliki kewajiban untuk menyelamatkan dan menyembuhkan pasien dengan usaha sebaik mungkin. Jadi eutanasia tidak bisa dilakukan," katanya.

Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan, hingga kini Indonesia tidak mengizinkan praktik eutanasia. Ketentuan tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 344 yang menyebutkan bahwa barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun

Perawatan biasa dan luar biasa

Kita berkewajiban menjaga hidup diri sendiri dan orang lain (secara medis) sampai batas kemampuan kita. Batas kemampuan secara etika dijabarkan umumnya sebagai kemampuan teknis dan ekonomis. 

Kita wajib mengusahakan perawatan medis biasa (dalam arti yang masih dapat kita jangkau secara teknis dan ekonomis).

Jika suatu perawatan medis menjadi tak terjangkau secara teknis dan ekonomis, dalam hal ini perawatan medis tak lagi wajib dilanjutkan. Dalam etika moral, situasi terakhir ini disebut sebagai "extraordinary" atau "luar biasa" dalam arti sudah berada di luar batas kemampuan yang biasa/dapat dilakukan".

Keputusan untuk membawa pulang pasien yang secara medis sudah maksimal pengobatannya, dengan tetap mengusahakan perawatan yang wajar baginya (misalnya tetap diinfus dan diberi obat-obatan yang terjangkau secara teknis dan ekonomis) sering kali adalah jalan keluar yang dapat ditempuh oleh pasien dan keluarganya.

Dalam keraguan, pasien dan keluarga dapat berkonsultasi dengan tenaga medis, ahli hukum, psikolog, dan tokoh agama untuk mendapatkan pandangan yang utuh mengenai bagaimana cara terbaik merawat dan mendampingi pasien yang sakit parah dan tak tersembuhkan, dengan tetap mengindahkan ajaran agama dan hukum yang berlaku. 

Wasana Kata

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita, terutama yang sedang mengalami dilema moral terkait akhir hidup diri sendiri atau seseorang yang dicintai...

Sila berbagi pengalaman dan kesan di kolom komentar.

Rujukan: 

Apa Kata Hukum Indonesia tentang Eutanasia?

Countries Where Euthanasia is Legal

Do You Agree or Disagree With Euthanasia or Mercy Killing?

Euthanasia - yes or no?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun