Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cek Fakta Pemuka Agama yang Klaim sebagai Mantan Pastor

19 Juni 2019   12:27 Diperbarui: 19 Juni 2019   12:38 3238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama-tama, saya anjurkan Anda membaca tulisan ini dengan hati yang tenang dan pikiran terbuka. Saya amat sadar, tema artikel ini amat sangat sensitif. Membaca judulnya saja tidak cukup. Anda wajib membaca isinya sampai tuntas untuk memetik hikmahnya.

Saya menulis ini bukan karena saya ingin memperkeruh suasana. Apalagi bangsa kita baru saja bersama-sama merayakan lebaran. Justru saya menulis ini demi kebaikan kita bersama, baik penganut agama Islam maupun Katolik.

Saya sendiri berani menjamin, saya cinta pada saudara-saudariku semua, baik beragama Katolik, Islam, maupun agama-agama lain. Sebagian keluarga saya juga beragama Islam. Tidak ada alasan bagi saya untuk menyakiti hati saudara-saudariku beragama lain, termasuk Islam. 

Dalam artikel-artikel saya di Kompasiana, amat jelas sikap saya pada penghargaan akan perbedaan agama di Indonesia. Sila baca, misalnya: Dua Suster Lintasi Karpet Merah di Harlah Muslimat NU dan Dialog Agama Tanpa Kata, Sebuah Kisah Nyata

Hati Sedih Menonton Video Pemuka Agama yang Klaim sebagai Mantan Pastor
Baru-baru ini saya menonton dua video di YouTube. Tidak saya sebutkan judulnya agar tak justru membuat pembuat atau pengunggah video itu makin diuntungkan dengan klik Anda.

Bagi yang ingin tahu detailnya, saya bisa Anda hubungi melalui alamat surel pada profil Kompasiana saya atau fitur percakapan di Kompasiana. 

Jujur, sebagai manusia (bukan pertama-tama sebagai seorang pastor), hati saya amat sedih menonton video dua pemuka agama yang klaim diri sebagai mantan pastor dan mantan calon pastor selama 6 tahun.

Video Pertama, Pemuka Agama BS
Dalam video yang diunggah sebuah akun berinisial MC, pemuka agama berinisial BS mengatakan sejumlah pernyataan tentang dunia kekatolikan. Amat disayangkan, hampir seluruh pernyataannya mengenai kekatolikan dan kepastoran adalah kebohongan. 

Ia menyatakan dengan penuh kesombongan bahwa ia pernah belajar "di Seminari Menengah Santo Vinsensius a Paulo, harusnya dua tahun tapi satu tahun selesai. Jadi mohon maaf kalau saya agak cerdas. 

Saya diteruskan oleh Keuskupan Surabaya untuk sekolah lagi. Maka saya sekolah lagi di STFT (Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi). Di Santo Giovanni, itu harusnya sepuluh semester, lima tahun. Yang lima tahun, saya selesai tiga tahun.

{...} Saya langsung dikirim ke Vatikan Roma. Saya ambil magister teologi di sana. Harusnya tiga tahun tapi selesai satu setengah tahun. Untuk ketiga kalinya saya mohon maaf karena saya cerdas."

Kemudian, BS mengatakan bahwa dengan mudah pendeta meminta mobil ke Vatikan. Ia mengatakan bahwa permintaan mobil baru dalam enam bulan akan disampaikan Dewan Gereja Indonesia pada Dewan Gereja Internasional dan sampai ke Vatikan Roma.

Cek Fakta Pernyataan BS
1. Pendidikan di Seminari Menengah (setara SMA) di seluruh Indonesia tidak ada yang bisa ditempuh selama satu tahun. Seperti SMA umum, jenjang Seminari Menengah ditempuh minimal 3 tahun. Fakta ini berkebalikan dengan klaim BS bahwa ia bisa menempuh pendidikan di seminari menengah selama hanya satu tahun karena ia cerdas.

2. Pendidikan di STFT untuk meraih gelar S1 berlangsung selama 3 atau 4 tahun. Secerdas apa pun mahasiswa, mustahil ada percepatan tahun kuliah. Fakta ini berkebalikan dengan klaim BS bahwa ia harusnya kuliah selama 5 tahun namun karena ia cerdas, bisa selesai dalam 3 tahun.

3. Magister teologi di Roma, Italia dapat ditempuh selama dua atau tiga atau empat tahun, tergantung jurusan. Anehnya, BS mengatakan, magister teologi di sana harusnya tiga tahun, tapi selesai satu setengah tahun. Mustahil! Teman-teman saya yang super jenius tidak ada yang secepat itu menyelesaikan studinya di Roma.

4. Pernyataan BS mengenai mudahnya pendeta meminta mobil ke Vatikan sama sekali tidak berdasar. Ia menyebut tiga lembaga yang bahkan tidak pernah ada, yaitu: Dewan Gereja Indonesia, Dewan Gereja Internasional, dan Vatikan Roma.

Coba Anda cari di mesin peramban semacam Google, saya jamin Anda tidak akan menemukan ketiga lembaga itu.

Dari mana saya tahu fakta-fakta itu? Saya tahu karena saya pastor yang tahu persis proses pendidikan calon pastor. Sebagai seorang yang mengalami sendiri pendidikan pastor, saya bisa menjamin bahwa empat hal yang disampaikan BS adalah kebohongan belaka. Saya tak menyinggung soal ajaran karena masing-masing agama memiliki klaim kebenaran iman tersendiri. Yang saya kritik adalah murni kebohongan (bukan soal ajaran iman) yang amat menyesatkan. Kasihan jemaah yang tampak terpesona saat mendengar pernyataan BS, padahal nyaris semua pernyataannya tentang kekatolikan tak berdasar fakta.

Video Lain, Pemuka Agama Mengaku Pernah 6 Tahun Sekolah Pastor
Dalam sebuah video lain yang diunggah akun berinisial V_TV, seorang pemuka agama berinisial AA mengatakan ia pernah sekolah pastor selama 6 tahun di sebuah tarekat misi di kota Yogyakarta. 

Ia menyebut sebuah lokasi atau lembaga di mana saya pernah dididik sebagai calon pastor. Video pemuka agama AA ini menimbulkan kehebohan di kalangan rekan-rekan saya karena ternyata ia tidak pernah kuliah di Yogyakarta sebagai calon pastor di tarekat (kelompok pastor) kami.

Ia memang pernah menjadi calon pastor di tingkat awal (sebelum kuliah), yaitu tahun postulat dan novisiat yang berlangsung dua tahun. Jadi klaim AA bahwa ia pernah sekolah pastor selama 6 tahun sama sekali tidak berdasarkan fakta.

Imbauan Saya pada Saudara-Saudariku Beragama Islam
Dari hati terdalam, saya mengimbau saudara-saudariku beragama Islam agar tak mudah memercayai pernyataan pemuka agama yang mengklaim diri sebagai mantan pastor atau pernah sekolah (lama) sebagai calon pastor. 

Alasan utama saya, dua dari antara pemuka agama yang mengklaim diri demikian ternyata dalam kotbah menyampaikan hal-hal yang tidak benar, terutama mengenai agama Katolik dan pendidikan pastor.

Cerita lain, ada juga seorang wanita "tokoh" agama yang mengaku diri dulu pernah menjadi suster, padahal nyatanya ia baru setahun sebagai calon suster lalu keluar (atau dikeluarkan?) dari kelompok (tarekat/kongregasi) suster. 

Jujur saja, saya merasa tidak terima bahwa para pemuka agama yang mendaku diri sebagai mantan pastor atau suster ini memutarbalikkan fakta untuk meraih simpati dengan mudah. Bukankah ini namanya membodohi jemaah atau umat? 

Saya yakin, agama manapun tidak mengajarkan perbuatan tak jujur, apalagi yang disampaikan oleh pemuka agama.

Tidak perlu mengarang kisah sebagai mantan pemuka agama lain untuk meraih simpati jemaah agama baru. 

Sudah saatnya masyarakat kita diberi pencerahan agar secara kritis menilai isi ceramah keagamaan. 

Pemuka-pemuka agama juga manusia yang tak luput dari salah dan khilaf. Tak perlu mendewakan pemuka-pemuka agama. Menghormati wajib. Tapi tetap kritis karena bisa saja ada oknum pemuka agama yang justru ceramahnya berisi kebohongan, ujaran kebencian, dan politisasi agama.

Saya dan Anda sekalian, saya yakin, menghormati dan menyimak pemuka agama yang jujur, berpengetahuan luas, cinta sesama manusia, dan mampu berkotbah dan berdakwah tanpa menjelekkan agama-agama lain dan tanpa menyebar ujaran kebencian.

Saya dan Anda sekalian tahu, dua pemuka agama yang saya ulas dalam artikel ini adalah bagian (amat) kecil dari pemuka agama yang sayangnya tidak memenuhi gambaran ideal pemuka agama di Indonesia berPancasila ini. Tiada niat saya menyinggung pemuka agama dan agama manapun. Saya juga sadar, ada oknum pastor Katolik-entah di mana- yang juga kurang bijak dalam berkotbah dan menyinggung agama lain. Sila Anda mengulasnya juga agar kami bisa mengoreksi diri dan mengoreksi rekan. 

Mohon maaf bila ada penyampaian saya yang kurang berkenan. Mari kita berdiskusi dengan hati tenang di kolom komentar, atau jika berkenan, sila bersurat melalui surat elektronik pribadi pada saya. 

Salam Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun