Alasan utama saya, dua dari antara pemuka agama yang mengklaim diri demikian ternyata dalam kotbah menyampaikan hal-hal yang tidak benar, terutama mengenai agama Katolik dan pendidikan pastor.
Cerita lain, ada juga seorang wanita "tokoh" agama yang mengaku diri dulu pernah menjadi suster, padahal nyatanya ia baru setahun sebagai calon suster lalu keluar (atau dikeluarkan?) dari kelompok (tarekat/kongregasi) suster.Â
Jujur saja, saya merasa tidak terima bahwa para pemuka agama yang mendaku diri sebagai mantan pastor atau suster ini memutarbalikkan fakta untuk meraih simpati dengan mudah. Bukankah ini namanya membodohi jemaah atau umat?Â
Saya yakin, agama manapun tidak mengajarkan perbuatan tak jujur, apalagi yang disampaikan oleh pemuka agama.
Tidak perlu mengarang kisah sebagai mantan pemuka agama lain untuk meraih simpati jemaah agama baru.Â
Sudah saatnya masyarakat kita diberi pencerahan agar secara kritis menilai isi ceramah keagamaan.Â
Pemuka-pemuka agama juga manusia yang tak luput dari salah dan khilaf. Tak perlu mendewakan pemuka-pemuka agama. Menghormati wajib. Tapi tetap kritis karena bisa saja ada oknum pemuka agama yang justru ceramahnya berisi kebohongan, ujaran kebencian, dan politisasi agama.
Saya dan Anda sekalian, saya yakin, menghormati dan menyimak pemuka agama yang jujur, berpengetahuan luas, cinta sesama manusia, dan mampu berkotbah dan berdakwah tanpa menjelekkan agama-agama lain dan tanpa menyebar ujaran kebencian.
Saya dan Anda sekalian tahu, dua pemuka agama yang saya ulas dalam artikel ini adalah bagian (amat) kecil dari pemuka agama yang sayangnya tidak memenuhi gambaran ideal pemuka agama di Indonesia berPancasila ini. Tiada niat saya menyinggung pemuka agama dan agama manapun. Saya juga sadar, ada oknum pastor Katolik-entah di mana- yang juga kurang bijak dalam berkotbah dan menyinggung agama lain. Sila Anda mengulasnya juga agar kami bisa mengoreksi diri dan mengoreksi rekan.Â
Mohon maaf bila ada penyampaian saya yang kurang berkenan. Mari kita berdiskusi dengan hati tenang di kolom komentar, atau jika berkenan, sila bersurat melalui surat elektronik pribadi pada saya.Â
Salam Pancasila.