Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengenali 5 Ciri-ciri Penipuan Berkedok Lomba Menulis

23 April 2019   09:48 Diperbarui: 22 April 2021   06:15 2585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penipuan lomba menulis. | www.trianiretno.com

Saat ini informasi lomba-lomba menulis bertebaran di medsos, dari Instagram, Twitter, Facebook, sampai aplikasi perpesanan semacam Whatsapp.

Mirisnya, tidak semua lomba itu sungguhan. Ada sejumlah lomba yang patut kita curigai sebagai lomba abal-abal.

Berikut ini adalah ciri-ciri penipuan berkedok lomba menulis, terutama yang beredar di dunia maya.

Baca Juga: Ikut Lomba Menulis, Cara Efektif Menarik Minat Untuk Menulis

1. Harus membayar

Penting diperhatikan, tidak selalu ciri-ciri ini jadi bukti mutlak bahwa lomba itu hoaks. Bisa jadi, panitia lomba memang kelompok penerbitan baru atau kelompok minat menulis yang kekurangan sponsor sehingga "sah" meminta "sedikit" uang pendaftaran.

Memang ada beberapa panitia lomba yang dengan "jujur" mengatakan, hadiah lomba diambil dari uang pendaftaran. Lazimnya, lomba menulis berbayar ini mengenakan uang pendaftaran sebesar 10-100 ribu rupiah.

Mari berhitung:

Andaikan tiap peserta membayar 30 ribu, panitia mendapat 3 juta per 100 peserta!  Jumlah yang wow!

Total hadiah yang ditawarkan biasanya tak lebih dari 5 jutaan. 

Sejatinya, panitia bisa saja berkilah bahwa "kami penerbit baru; kami organisasi mahasiswa" dan sebagainya. 

Akan tetapi, patut dicurigai, lomba berbayar kemungkinan besar adalah modus menipu peserta.

tangkapan layar sebuah situs lomba nulis-dokpri
tangkapan layar sebuah situs lomba nulis-dokpri
Apakah ada jaminan bahwa pemenang lomba tersebut benar-benar peserta asli? Jangan-jangan yang dipajang adalah pemenang palsu.

Lebih parah lagi, sejumlah orang yang pernah tertipu modus ini berkata, panitia tidak pernah mengumumkan pemenang lomba menulis.

Uang diterima, panitia menghilang, membawa pergi harapan dan duit peserta lomba.

Waspada, penipu ulung biasanya mengincar uang pendaftaran kecil, misalnya 10 ribu rupiah.

Kalau pesertanya 500 orang, si penipu mendapat 5 juta!

Si penipu sengaja memasang jebakan kecil dengan harapan, banyak warga tertarik, dan bila merasa tertipu, warga tidak akan terlalu marah karena toh hanya kehilangan "sedikit" uang.

Wow, tipuan tingkat dewa!

2. Penyelenggara tidak jelas kredibilitasnya

Perhatikan dengan cermat siapa penyelenggara lomba menulis tersebut. Pastikan bahwa ada lembaga dan penanggungjawab yang jelas dan dapat dipercaya. 

Pastikan juga, lembaga yang tertera dalam pengumuman lomba itu memang benar-benar sedang mengadakan lomba menulis.

Saya mendapati sebuah lomba yang dalam poster daringnya mencantumkan suatu organisasi kemasyarakatan yang terpercaya.

Namun, setelah saya baca seluruh isi halaman web resmi ormas tersebut, tidak ada pengumuman lomba berbayar. Yang ada adalah lomba menulis dengan biaya pendaftaran gratis.

Jadi, si penipu mencatut nama ormas itu untuk membuat poster hoaks, tentu saja dengan embel-embel lomba menulis nasional, biaya pendaftaran 10 ribu rupiah ke nomor rekening bla bla bla...^_^

Penting melihat kredibilitas situs yang dipakai untuk menyebarkan informasi lomba.

Jika hanya memanfaatkan platform gratis seperti blog gratisan (wordpress, weebly, dst) , Facebook, Instagram, Whatsapp, Twitter, kita patut bertanya-tanya apakah penyelenggara benar-benar bisa dipercaya.

Patut dicatat, ada juga lomba asli yang memakai blog gratisan. Dulu ada Khatulistiwa Literary Award yang memakai alamat blog gratisan 

khatulistiwaliteraryaward.wordpress.com. Selain itu, beberapa lomba yang diselenggarakan pribadi atau kelompok kecil (tapi sungguhan lho ya) memang menggunakan situs atau medsos pribadi. Asalkan kita kenal penyelenggara lomba, tentu tak masalah mengikuti lomba itu.

Cara lain untuk mengecek kredibilitas penyelenggara lomba adalah melihat usia dan aktivitas situs lomba.

Penipu bisa jadi berganti-ganti nama situs dan nomor kontak untuk menjerat korban baru. 

Jika ada situs baru dan minim aktivitas sudah berani menjanjikan hadiah lomba fantastis, kita patut curiga.

Perhatikan bahwa penipu bisa saja menggunakan situs berbayar untuk menipu. Mereka cerdik meyakinkan calon peserta dengan membuat situs resmi bernama keren, tapi ternyata lombanya palsu. 

Kasus penipuan berkedok lomba menulis pernah dibongkar warganet beberapa tahun lalu.

Saat itu ada akun Twitter @OwlBook INA yang berkoar menyelenggarakan lomba menulis berhadiah ratusan juta. Eh, ternyata abal-abal.

Baca Juga: Mengejar Hadiah dalam Lomba Menulis?

3. Hadiah berupa publikasi karya sistem print on demand atau self-publishing

Sekali lagi, ini hanya ciri-ciri, bukan suatu hal pasti bahwa lomba yang hadiahnya berupa penerbitan karya (antologi) dengan sistem print on demand  atau self-publishing adalah lomba tipu-tipu.

Jika menang, peserta diberi hadiah publikasi karya, namun dengan sistem print on demand. atau self-publishing. Kurang lebih artinya, penulis harus merogoh kocek untuk membeli buku yang diterbitkan panitia lomba.

Secara tidak sadar, peserta digiring untuk jadi konsumen penyelenggara lomba, yang biasanya penerbit baru.

Secara sadar, panitia menempuh cara ini untuk menjaring naskah dan calon konsumen bagi usaha mereka. 

Apalagi, jika ada ketentuan "naskah masuk menjadi milik panitia". Waduh, itu artinya peserta lomba menyerahkan kedaulatannya pada panitia lomba lho.. 

Sudah capek-capek menulis, begitu menang malah disuruh membayar biaya cetak karya. 

Bangga sih jadi pemenang, tapi kenapa akhirnya kita yang keluar duit? 

Tambah lagi, kontrak penerbit-penulis dalam penerbitan karya macam ini  bisa saja dibuat samar-samar sehingga merugikan penulis.

4. Wajib banyak (sekali) tag akun medsos teman 

Wah, saat ini hampir semua lomba menulis yang pengumumannya lewat versi daring mengharuskan kita menautkan akun teman-teman.

Unggah karyamu, lalu wajib tag minimal bla-bla temanmu. Wajib follow akun ba, bi, bu.

Masih oke jika kewajiban tag itu "hanya" 3-5 teman. Tapi kalau sampai harus tag lebih dari itu, apalagi sampai belasan atau puluhan, kok rasanya kita yang dimanfaatkan jadi influencer gratisan ya?

5. Syarat dan tenggat waktu lomba amat lentur

Nah, kalau syarat lomba tidak begitu jelas, bahkan bisa dinegosiasi lewat chat, kita amat patut curiga!

Ada pengalaman rekan-rekan peserta lomba menulis yang heran, mengapa administrator lomba atau panitia begitu mudah memudahkan syarat lomba. 

Berarti panitia tidak serius memerhatikan mutu tulisan. Yang penting pesertanya banyak. Apalagi kalau ada ketentuan harus membayar, harus tag puluhan akun teman, atau hadiah berupa pencetakan hasil karya, dengan mudah kita memahami "ada udang di balik bakwan"! 

Selain itu, tenggat waktu (deadline) yang tetiba diperpanjang tanpa alasan jelas juga jadi tanda bahaya.

Apa yang diharapkan panitia lomba dengan memperpanjang tenggat waktu? 

Apakah serius karena panitia masih menanti karya-karya yang lebih bermutu daripada yang sudah mereka terima?

Apakah sungguh karena ada force majeur dan kendala teknis yang memaksa panitia memperpanjang tenggat waktu?

Tanyakan saja pada pedangdut cantik yang bergoyang....

Baca Juga: Mau Ikut Lomba Menulis? Ini 7 Tips Memenangkan Lomba Menulis!

Wasana Kata

Saya tidak bermaksud menyinggung siapa pun yang jujur menyelenggarakan lomba sejati, namun dengan menggunakan sebagian dari ciri-ciri yang saya sebut di atas.

Saya bersimpati pada penerbit baru, kelompok penulis, kelompok pegiat literasi, dan pribadi-pribadi yang jatuh-bangun menyelenggarakan lomba untuk meningkatkan mutu literasi Indonesia.

Saya hanya ingin kita semua menyelenggarakan dan mengikuti lomba yang sungguhan, bukan abal-abal.

Kalau sudah capek-capek menulis, membayar, nge-tag, nge-share, dan ternyata zonk, "sakitnya tuh di sini"!

Atau, bagi millenials yang dimabuk cinta, sakitnya itu melebihi pacaran bertahun-tahun tapi ending-nya ditinggal nikah sama yang lain...

--

Sila berkomentar untuk memberi klarifikasi, berbagi informasi, dan mengkritik tulisan remah-remah ini...

Sumber:

www.trianiretno.com/2016/07/lomba-menulis-abal-abal.html

bukuonlinestore.com/waspadai-penipuan-berkedok-lomba-menulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun