Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pro-Kontra Kantong Plastik 200 Rupiah di Ritel Modern

2 Maret 2019   04:48 Diperbarui: 2 Maret 2019   18:22 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: tribunnews.com/reynas

3 Alasan mendukung KPTG di ritel modern

Ada sejumlah alasan untuk mendukung program kantong plastik berbayar di ritel modern ini:

  1. Diharapkan konsumen beralih ke kantong yang ramah lingkungan
    Perubahan perilaku konsumen menjadi tujuan utama program KPTG ini. Dengan pengenaan biaya minimal Rp. 200,00, diharapkan konsumen perlahan beralih menggunakan kantong belanja kertas atau kain. Beberapa gerai ritel memang mulai mendorong konsumen memakai kantong belanja dari bahan ramah lingkungan.
  2. Diharapkan beban pemerintah untuk mengolah sampah berkurang
    Logikanya, jika jumlah sampah plastik berkurang, berkurang pula volume sampah yang harus diangkut truk-truk sampah ke tempat pembuangan sampah. Kota-kota besar kini tak mampu lagi menyediakan lahan tempat pembuangan sementara dan akhir sampah.
  3. Diharapkan sampah yang akhirnya menjadi mikroplastik di lautan berkurang
    Kita tahu, sampah plastik perlu waktu sangat lama untuk terurai atau bahkan mustahil terurai alami. Sampah plastik akan jadi mikroplastik yang mencemari air sungai, danau, dan laut. Hewan-hewan laut, termasuk ikan, akan terkontaminasi mikroplastik ini. Manusia yang memakan hasil laut terkontaminasi mikroplastik pada gilirannya juga terganggu kesehatannya.

5 Alasan keberatan terhadap kantong plastik berbayar di ritel modern

Meski kantong plastik berbayar bertujuan mulia, toh penerapan program kantong plastik berbayar di gerai-gerai ritel modern juga tak luput dari keberatan:

  • Seharusnya produsen yang dibebani cukai plastik

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik saat membeli barang. Termasuk dalam pelayanan itu adalah penyediaan pembungkus. Nah, dengan logika ini, semestinya biaya cukai plastik dibebankan pada produsen. Produsen lah yang harus menyediakan pembungkus ramah lingkungan. Konsumen tidak perlu mengeluarkan uang ekstra.

  • Digunakan untuk apa uang hasil cukai plastik itu?

Pertanyaan berikutnya, uang hasil cukai plastik itu digunakan untuk apa oleh pemerintah? Apakah ada jaminan bahwa uang yang terkumpul itu sungguh digunakan untuk pelestarian alam? Jangan-jangan justru digunakan untuk membiayai proyek-proyek tak ramah lingkungan. Bagaimana transparansi dan proses kontrol anggarannya?

  • Masalahnya bukan pada konsumsi plastik, tapi pada pengolahan sampah

Sebagian kalangan berpendapat, masalah pokok bukanlah konsumsi plastik, namun bagaimana efektifitas pengolahan sampah plastik. Jika sampah plastik benar-benar dipisahkan dengan sampah jenis lain dan didaur-ulang dengan benar, tidak perlu khawatir sampah plastik akan mencemari lingkungan.

Selama ini, belum ada pemilahan dan pendaur-ulangan sampah yang sungguh terkoordinasi baik dan ditunjang alat-alat modern yang menunjang daur-ulang sampah. Fokus pemerintah semestinya ialah menyediakan sistem dan alat pemilahan dan pendaur-ulangan sampah yang baik. 

  • Cukai plastik yang tergolong murah tak akan banyak mengubah perilaku konsumen

Bagi konsumen yang tak mau repot dan tak mau peduli lingkungan, membayar uang ekstra sebesar Rp. 200,00 tergolong ringan. Apakah sungguh efektif penerapan kantong plastik berbayar ini?

  • Cukai plastik tidak berlaku di pasar tradisional

Menariknya, cukai plastik mulai Maret ini berlaku hanya di gerai-gerai ritel modern, bukan di pasar-pasar tradisional. Padahal, penggunaan masif kantong plastik tak ramah lingkungan justru terjadi di pasar-pasar rakyat. 

Wasana kata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun