Berita yang cukup mengejutkan para konsumen ritel Indonesia adalah bahwa mulai 1 Maret 2019, Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) menerapkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) secara bertahap.Â
Konsumen yang berbelanja di gerai-gerai ritel modern semacam Superindo, Indomaret, Alfamart, Ramayana, Yogya, Matahari, Circle K, dan sebagainya wajib membayar minimal Rp. 200,00 untuk selembar tas kresek.
Tujuan mulia
Ketua Umum Aprindo, Roy Mandey mengatakan, para pengusaha ritel berkomitmen mengurangi kantong belanja plastik sekali pakai (kresek) di semua gerai-gerainya. Sebagai catatan, Aprindo memiliki sekitar 40.000 ritel anggota.
"Ini langkah nyata dari peritel modern untuk mengajak masyarakat agar menjadi lebih bijak dalam menggunakan kantong belanja plastik sekaligus menanggulangi dampak negatif lingkungan akibat sampah plastik di Indonesia," ujar Roy (28/2/2019).
Aprindo ingin mendukung salah satu visi pemerintah. Pemerintah mencanangkan agar pada tahun 2025 Indonesia dapat mengurangi 30 persen sampah dan menangani sampah sebesar 70 persen termasuk sampah plastik.
Dilakukan bertahap
"Konsumen akan kita menggunakan tas belanja pakai ulang yang juga disediakan di tiap gerai ritel modern," ujar Roy. Program KPTG ini akan mulai diumumkan di gerai-gerai ritel melalui poster, media sosial, dan imbauan dari kasir.
Selain itu, Aprindo menyarankan penggunaan kantong belanja plastik sesuai SNI Badan Standar Nasional (BSN) atas rekomendasi Pusat Standardisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.Â
Kantong plastik yang disediakan ritel besar haruslah mudah terurai (oxo degradable atau biodegradable).
3 Alasan mendukung KPTG di ritel modern
Ada sejumlah alasan untuk mendukung program kantong plastik berbayar di ritel modern ini:
- Diharapkan konsumen beralih ke kantong yang ramah lingkungan
Perubahan perilaku konsumen menjadi tujuan utama program KPTG ini. Dengan pengenaan biaya minimal Rp. 200,00, diharapkan konsumen perlahan beralih menggunakan kantong belanja kertas atau kain. Beberapa gerai ritel memang mulai mendorong konsumen memakai kantong belanja dari bahan ramah lingkungan. - Diharapkan beban pemerintah untuk mengolah sampah berkurang
Logikanya, jika jumlah sampah plastik berkurang, berkurang pula volume sampah yang harus diangkut truk-truk sampah ke tempat pembuangan sampah. Kota-kota besar kini tak mampu lagi menyediakan lahan tempat pembuangan sementara dan akhir sampah. - Diharapkan sampah yang akhirnya menjadi mikroplastik di lautan berkurang
Kita tahu, sampah plastik perlu waktu sangat lama untuk terurai atau bahkan mustahil terurai alami. Sampah plastik akan jadi mikroplastik yang mencemari air sungai, danau, dan laut. Hewan-hewan laut, termasuk ikan, akan terkontaminasi mikroplastik ini. Manusia yang memakan hasil laut terkontaminasi mikroplastik pada gilirannya juga terganggu kesehatannya.
5 Alasan keberatan terhadap kantong plastik berbayar di ritel modern
Meski kantong plastik berbayar bertujuan mulia, toh penerapan program kantong plastik berbayar di gerai-gerai ritel modern juga tak luput dari keberatan:
- Seharusnya produsen yang dibebani cukai plastik
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik saat membeli barang. Termasuk dalam pelayanan itu adalah penyediaan pembungkus. Nah, dengan logika ini, semestinya biaya cukai plastik dibebankan pada produsen. Produsen lah yang harus menyediakan pembungkus ramah lingkungan. Konsumen tidak perlu mengeluarkan uang ekstra.
- Digunakan untuk apa uang hasil cukai plastik itu?
Pertanyaan berikutnya, uang hasil cukai plastik itu digunakan untuk apa oleh pemerintah? Apakah ada jaminan bahwa uang yang terkumpul itu sungguh digunakan untuk pelestarian alam? Jangan-jangan justru digunakan untuk membiayai proyek-proyek tak ramah lingkungan. Bagaimana transparansi dan proses kontrol anggarannya?
- Masalahnya bukan pada konsumsi plastik, tapi pada pengolahan sampah
Sebagian kalangan berpendapat, masalah pokok bukanlah konsumsi plastik, namun bagaimana efektifitas pengolahan sampah plastik. Jika sampah plastik benar-benar dipisahkan dengan sampah jenis lain dan didaur-ulang dengan benar, tidak perlu khawatir sampah plastik akan mencemari lingkungan.
Selama ini, belum ada pemilahan dan pendaur-ulangan sampah yang sungguh terkoordinasi baik dan ditunjang alat-alat modern yang menunjang daur-ulang sampah. Fokus pemerintah semestinya ialah menyediakan sistem dan alat pemilahan dan pendaur-ulangan sampah yang baik.Â
- Cukai plastik yang tergolong murah tak akan banyak mengubah perilaku konsumen
Bagi konsumen yang tak mau repot dan tak mau peduli lingkungan, membayar uang ekstra sebesar Rp. 200,00 tergolong ringan. Apakah sungguh efektif penerapan kantong plastik berbayar ini?
- Cukai plastik tidak berlaku di pasar tradisional
Menariknya, cukai plastik mulai Maret ini berlaku hanya di gerai-gerai ritel modern, bukan di pasar-pasar tradisional. Padahal, penggunaan masif kantong plastik tak ramah lingkungan justru terjadi di pasar-pasar rakyat.Â
Wasana kata
Niat mulia Aprindo dalam mendukung program pemerintah patut kita apresiasi. Namun, harus diakui, upaya pengenaan cukai plastik ini harus disertai edukasi dan disinergikan dengan upaya-upaya lain.Â
Memutus konsumsi masif plastik tak ramah lingkungan adalah pekerjaan raksasa. Membebankan cukai plastik sebesar minimal Rp. 200,00 hanyalah satu dari sekian banyak cara yang harus dilakukan untuk mendidik masyarakat agar beralih ke kantong belanja ramah lingkungan.
Sumber:
Per 1 Maret 2019, Aprindo Terapkan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar
Mulai 1 Maret, Kantong Plastik di Minimarket Tidak Gratis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H