Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Sikap Gereja Katolik terhadap Homoseksualitas?

17 Februari 2019   16:41 Diperbarui: 17 Februari 2019   17:11 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Telegraph

Homoseksualitas telah menjadi bagian dari pergulatan hidup umat beriman sedari dahulu. Alkitab juga mencatat berbagai kisah dan pengajaran yang dijadikan acuan untuk menyikapi homoseksualitas dan kaum homoseks (lesbian dan gay).

Tulisan ini hendak menyajikan selayang pandang ajaran dan sikap Gereja Katolik terhadap homoseksualitas. Mengingat luasnya tema ini, tulisan ini hendak memusatkan perhatian pada bagian Alkitab yang diacu oleh Katekismus Gereja Katolik (KGK) nomor 2357: Kejadian 19:1-29; Roma 1:24-27; 1 Korintus 6:10;  dan 1 Timotius 1:10.

Kejahatan Lelaki Sodom

Kejadian bab 19 mengisahkan turunnya dua malaikat Allah ke kota Sodom. Kedua malaikat Allah ini tampil di dunia sebagai dua orang pria. Mereka menginap di rumah Lot. Kemudian penduduk laki-laki kota Sodom mengepung rumah Lot dan berkata pada Lot: "Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami supaya kami pakai mereka" (ay. 5). 

Kata kerja "supaya kami pakai" aslinya dalam bahasa Ibrani adalah "yada". Kata kerja "yada" memang bisa berarti "mengenal". Akan tetapi, dalam konteks kisah kejahatan penduduk kota Sodom ini, kata kerja "yada" berarti "berhubungan seksual". Demikian pula dalam Kejadian 4:1, kata kerja "yada" berarti "bersetubuh".

Lot berupaya mencegah niat jahat orang-orang lelaki itu dengan menawarkan dua orang anak perempuannya. Akan tetapi, orang-orang lelaki itu menolak tawaran Lot. Mereka mendesak Lot dan mendobrak pintu (ay. 6-9). Tanggapan kedua malaikat Allah terhadap perlakuan penduduk laki-laki kota Sodom sungguh keras. 

Para malaikat ini membutakan mata para pengepung. Kemudian, kedua malaikat ini berkata bahwa mereka akan memusnahkan kota Sodom (ay. 11-13). Bisa kita simpulkan bahwa Allah tidak berkenan atas aktivitas homoseksual aktif yang hendak dilakukan penduduk kota Sodom terhadap kedua malaikat.

Kisah perbuatan jahat orang-orang lelaki di Sodom dapat kita bandingkan dengan kisah perbuatan jahat orang-orang dursila terhadap seorang pria Lewi yang menjadi tamu di Gibea (Hak 19). Orang-orang lelaki di Gibea berkata pada si tuan rumah, "Bawalah keluar orang yang datang ke rumahmu itu, supaya kami pakai dia." Sang tuan rumah berupaya mencegah niat jahat itu dengan menawarkan anak perempuannya dan gundik si tamu. 

Berbeda dengan orang-orang lelaki di Sodom, orang-orang lelaki di Gibea menerima tawaran sang tuan rumah. Kisah perbuatan jahat di Gibea ini melukiskan dengan sangat terang-benderang betapa kacaunya situasi saat itu. Akhir kitab hakim-hakim meringkasnya dengan kata-kata ini: "Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hakim-Hakim 21:24).

Sebagai catatan, kisah kejahatan penduduk Sodom dalam Kejadian bab 19 ini menjadi asal-usul terciptanya kata sodomi. Menurut kamus daring Merriam-Webster, kata sodomi pertama kali muncul pada abad ketiga belas.

Persetubuhan Tidak Wajar

Dalam bab pertama suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus memaparkan hukuman Allah atas kejahatan manusia. Dua kali Paulus menulis bahwa manusia menggantikan kemuliaan atau kebenaran Allah dengan hal fana atau dusta (ay. 23 dan  25). Tanggapan Allah atas kejahatan manusia adalah "menyerahkan" manusia kepada hawa nafsu yang memalukan itu (ay. 24, 26, 28). Pada akhirnya, manusia yang berbuat jahat akan menerima balasan setimpal dari Allah. 

Secara spesifik, Paulus mengutuk persetubuhan sesama jenis dengan menulis demikian: "Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab istri-istri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan istri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka" (Roma 1:26-27).

Kutipan ini secara eksplisit mengajarkan bahwa satu-satunya persetubuhan yang wajar adalah antara suami dan istri. Persetubuhan sesama jenis kelamin adalah tindakan mesum yang mendatangkan hukuman dari Allah.

Malakos dan Arsenokoites

Dalam bab enam surat pertamanya kepada jemaat di Korintus, Paulus berupaya memperingatkan jemaat di Korintus agar mereka bertobat dari aneka ragam dosa, terutama percabulan. Paulus menulis, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzina, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah" (1 Korintus 6:9-10).

Dua kategori yang berkaitan dengan homoseksualitas adalah "banci" dan "pemburit". Dalam Bahasa Yunani, kata asli yang digunakan adalah "malakos" dan "arsenokoites". "Malakos" berarti pria yang bertingkah seperti wanita. Menurut sejumlah penafsir Alkitab, kata "malakos" pada konteks abad pertama Masehi berpadanan arti dengan "catamite". "Catamite" adalah pemuda yang berperan sebagai pihak yang pasif dalam hubungan homoseksual.

Adapun "arsenokoites" adalah kata majemuk yang dibentuk oleh dua kata, yaitu "arsenos" yang berarti "pria" dan "koiten" yang berarti "ranjang". Kata majemuk "arsenokoites berarti seorang pria yang bersetubuh dengan pria lain layaknya bersetubuh dengan wanita. 

Ada kemungkinan besar, Paulus menciptakan kata majemuk ini berdasarkan inspirasi dari teks Imamat 20:13 versi Septuaginta. Dalam teks terjemahan Septuaginta tersebut, kata "arsenos" dan "koiten" memang berdampingan. Paulus menegaskan bahwa kedua kategori ini ("malakos" dan "arsenokoites") tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.

 Dalam surat pertamanya pada Timotius, Paulus memberikan semacam daftar kejahatan yang bertentangan dengan Injil dari Allah yang telah diterimanya. Sama seperti dalam suratnya pada jemaat di Korintus, Paulus memasukkan "arsenokoites" atau kaum homoseks aktif dalam daftar pelaku kejahatan yang dibenci Allah (1 Timotius 1:10).

Wasana kata

Katekismus Gereja Katolik nomor 2357 menyatakan (catatan: kata yang ditulis miring adalah penekanan penulis), "Homoseksualitas adalah hubungan antara para pria atau wanita, yang merasa diri tertarik dalam hubungan seksual, semata-mata atau terutama, kepada orang sejenis kelamin. Homoseksualitas muncul dalam berbagai waktu dan kebudayaan dalam bentuk yang sangat bervariasi. Asal-usul psikisnya masih belum jelas sama sekali. 

Berdasarkan Kitab Suci yang melukiskannya sebagai penyelewengan besar (lihat Kejadian 19: 1-29; Roma 1:24-27; 1 Korintus 6:10; 1 Timotius 1:10,  tradisi Gereja selalu menjelaskan, bahwa "perbuatan homoseksual itu tidak baik". Perbuatan itu melawan hukum kodrat, karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual. Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan".

Penelusuran selayang pandang kita terhadap teks-teks yang dirujuk oleh Katekismus nomor 2357 menunjukkan bahwa tindakan homoseksual aktif berlawanan dengan kehendak Allah. Akan tetapi, kita perlu memahami bahwa seluruh teks-teks Alkitab tersebut bertujuan untuk mengundang umat beriman pada pertobatan.

 Paulus menulis, "Tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh" (1 Kor 6:13b). Paulus melanjutkan, "Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Kor 6:19-20). Dengan demikian, setiap orang diajak untuk memuliakan Allah dengan tubuh, salah satunya dengan menjauhkan diri dari tindakan cabul, termasuk hubungan seksual sesama jenis.

Wasana kata, kita perlu memahami bahwa Alkitab memang secara eksplisit menyatakan tindakan homoseksual aktif sebagai hal yang bertentangan dengan kehendak Allah. Akan tetapi, Alkitab tidak bertujuan memojokkan atau mengucilkan mereka yang memiliki kecenderungan homoseksual. Alkitab selalu mewartakan ajakan pertobatan pada siapapun, termasuk pada mereka yang memiliki kecenderungan homoseksual.

Kiranya pengajaran Alkitab ini diterapkan dengan amat bijaksana sesuai dua amanat Katekismus Gereja Katolik (KGK) berikut:

Pertama, "Tidak sedikit pria dan wanita mempunyai kecenderungan homoseksual. Mereka sendiri tidak memilih kecenderungan ini; untuk kebanyakan dari mereka homoseksualitas itu merupakan satu percobaan. Mereka harus dilayani dengan hormat, dengan kasih sayang dan dengan bijaksana. Orang jangan memojokkan mereka dengan salah satu cara yang tidak adil. Juga mereka ini dipanggil, supaya memenuhi kehendak Allah dalam kehidupannya dan, kalau mereka itu orang Kristen, supaya mereka mempersatukan kesulitan-kesulitan yang dapat tumbuh dari kecenderungan mereka, dengan kurban salib Tuhan" (KGK no. 2358).

Kedua, "Manusia homoseksual dipanggil untuk hidup murni. Melalui kebajikan pengendalian diri, yang mendidik menuju kemerdekaan batin, mereka dapat dan harus - mungkin juga dengan bantuan persahabatan tanpa pamrih - mendekatkan diri melalui doa dan rahmat sakramental setapak demi setapak, tetapi pasti, menuju kesempurnaan Kristen" (KGK no. 2359).   

Semoga pengajaran Alkitab dan amanat Katekismus Gereja Katolik dapat menjadi inspirasi bagi kita sekalian untuk dengan penuh hormat dan kasih membantu siapapun yang bergulat dengan kecenderungan homoseksual agar dapat hidup murni. 

Kesimpulannya, dalam terang Alkitab dan ajaran Katolik, 

- tindakan homoseksual aktif adalah dosa yang harus segera dihentikan oleh mereka yang melakukannya; seorang homoseksual aktif diajak untuk bertobat segera.

- sejauh orang memiliki kecenderungan homoseksual, tetapi tidak mewujudkannya dengan tindakan homoseksual aktif, ia tidak dapat dikatakan sebagai pendosa berat. Ia diundang untuk menjauhi segala tindakan homoseksual aktif. Ia diundang untuk berkonsultasi pada pastor, psikolog, orang-orang terpercaya, untuk mendapat bimbingan dalam situasinya. 

- saudara-saudari yang memiliki kecenderungan homoseksual haruslah dibantu, bukan dipojokkan. Gereja menyediakan bantuan bagi mereka. 

Semoga tulisan sederhana ini membawa pencerahan baik bagi umat Katolik maupun saudara-saudari beragama lain yang ingin mengetahui ajaran Katolik tentang sikap terhadap homoseksualitas dan kaum homoseks.

Salam hangat, P. Bobby Steven MSF. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun