Mohon tunggu...
Bobby Andhika
Bobby Andhika Mohon Tunggu... -

Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melawan Penculikan di Filipina

1 Agustus 2016   14:15 Diperbarui: 1 Agustus 2016   14:44 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filipina Bukan Somalia

Pernah nonton Captain Phillips, film yang dibintangi oleh aktor langganan Oscar, Tom Hanks?

Film itu bercerita tentang pembajakan kapal berbendera Amerika Maersk Alabama oleh pembajak di Somalia. Sedikit pengetahuan, Maersk itu sendiri adalah perusahaan raksasa perkapalan dunia dari Denmark (dan saya pernah bekerja untuk mereka di kantor pusat mereka di Copenhagen…. *sombong sedikit he5), tetapi karena bendera itu kurang lebih sebagai kewarganegaraan buat sebuah kapal, Maersk Alabama di “consider” sebagai kapal milik Amerika walau sejatinya perusahaannya di “control” oleh Denmark.

Di film tentu saja Captain Phillips digambarkan sebagai pahlawan, kalau tidak, mana mau Tom Hanks memerankannya? tetapi kalau iseng baca beberapa referensi, hampir semua crew kapal Maersk Alabama membenci dan menyalahkan si Captain, yang melanggar prosedur sehingga Maersk Alabama sampai dibajak.

Loh kok bisa?

Ya karena Somalia sudah ditetapkan sebagai daerah berbahaya rawan pembajakan, International Maritime Organisation dan setiap perusahaan pelayaran sudah memiliki prosedur khusus dalam melewati daerah tersebut.

Dalam hal ini, menurut para crew yang lain, Captain Phillips secara sengaja mengabaikan peringatan dari perusahaan untuk tidak berlayar terlalu dekat dengan garis pantai, setidaknya 600 mil laut.

Pada saat dibajak, Maersk Alabama berlayar sekitar 235 mil laut dari garis pantai.

The rest was history, dalam film adegan favorit saya pada saat komandan dari Navy Seals Team 6, menginformasikan melalui radio, “Seal Team 6 in bound!” dan mereka berlompatan dari pesawat, terjun payung ke laut… seolah kalau tim yang berhasil menembak mati Osama Bin Laden datang, semua masalah beres… J

Lalu apa hubungannya Somalia dan film ini dengan Filipina?

Jelas seperti saya sebut di atas, Filipina bukan Somalia, walau sama-sama daerah rawan.

Di Somalia yang terjadi adalah pembajakan, sedangkan di Filipina penculikan. Tahu bedanya kan? Kalau dibajak sekapal-kapalnya, kalau diculik, ya crew-nya saja yang diambil dan dibawa ke suatu tempat yang tersembunyi.

Somalia bisa dibilang a failed state, pemerintahnya sudah angkat tangan berkaitan dengan pembajakan yang terjadi karena kelompok ini adalah kelompok bersenjata yang begitu kuat hasil perang saudara yang berkepanjangan.

Sedangkan Filipina adalah negara dengan pemerintahan dan militer yang cukup kuat dengan dukungan Amerika Serikat.

Di Somalia, sudah ada prosedur yang jelas untuk menghindari pembajakan. Ada banyak armada angkatan laut dari beberapa negara berpatroli di sana.

Kapal yang mau lewat diberikan pilihan, ikut convoy yang dikawal oleh kapal angkatan laut, menempatkan petugas keamaan swasta dengan senapan mesin di atas kapal atau berlayar jauh dari garis pantai dengan tetap memasan pengaman seperti kawat besi dan lain sebagainya.

Dulu kapal milik perusahaan saya bekerja pernah berencana lewat perairan Somalia, yang merupaka rute tercepat untuk ke Eropa melalui Terusan Suez. Sebagai pimpinan saya memutuskan untuk menggunakan tenaga keamanan swasta ditambah dengan pengaman-pengaman tambahan. Karena menunggu convoy terlalu lama setelah kapal tiba di tempat berkumpul, sehingga secara komersial merugikan.

Di Filipina, crew yang diculik, berasal dari kapal tunda atau Tug Boat yang berjalan sangat pelan sambil menarik tongkang dengan tinggi palka yang sangat rendah dibandingkan kapal-kapal besar. Sehingga sangat mudah untuk kelompok bersenjata mengejar dan naik ke atas kapal.

Kapal tunda dengan design dan mesin yang ada tidak memiliki pilihan untuk berlayar terlalu jauh dari garis pantai.

Saya tidak tahu prosedur tetap apa yang sudah digariskan oleh Departemen Perhubungan, TNI Angkatan Laut dan Bakamla berkaitan dengan hal ini, namun penculikan yang sudah berkali-kali dilakukan, mengesankan hampir tidak ada prosedur pengamanan yang jelas.

Pada saat membaca Panglima TNI berkata, “Sekarang, biarkan saja Filipina mati lampu. Kan 96 persen batubara Filipina dari kita, kok” terlihat sedikit ke-frustasian karena semua penculikan terjadi di wilayah sebuah negara berdaulat yang menurut hukum internasional tidak bisa dimasuki oleh TNI.

Pembicaraan pasti telah dilakukan, namun penculikan tetap saja terjadi.

Saya tidak peduli Filipina mati lampu, tetapi saya peduli dengan anak buah kapal Indonesia saudara saya, dan saya perduli dengan harga batu bara yang sedang tidak terlalu bagus; tidak bisa serta merta kita menutup pasar yang membantu pendapatan dan devisa untuk negara.

Filipina memang bukan Somalia, namun kita bisa belajar banyak disana atas apa yang telah dan sedang dilakukan. Tidak perlu berkutat menunggu terlalu lama, karena batu bara tetap harus dijual dan dikirim, dan kita tidak boleh kalah oleh penculik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun