Mohon tunggu...
Bob Bimantara Leander
Bob Bimantara Leander Mohon Tunggu... Jurnalis - Kalau gak di radar ya di sini

Suka menulis yang aku suka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Selayang Pandang Lain dari Pendapat Hansol Tentang S1

28 Maret 2019   15:15 Diperbarui: 28 Maret 2019   15:51 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masuk universitas terbaik, menjadi pekerja dengan gaji yang besar dan di perusahaan multi-nasional adalah impian semua orang, memang. Dagangan Hansol laris manis, karena itu memang yang dibutuhkan manusia-manusia umur 20-an seperti saya yang galau mau kerja di mana dan esok mau ngapain.

Mengapa orang, sekarang, bermimpi untuk menggapai apa yang dikatakan Hansol dalam videonya tersebut? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah mereka tidak ingin hidup dalam kesengsaraan. Atau, orang tua kita tak mau anak-anaknya menjalani hidup seperti Jhon Snow yang sengsara mulu dalam Game of Thrones. Satu hal yang penting, uang dalam hal ini gaji pekerja diibaratkan, secara implisit, sebagai the source of happiness atau sumber kebahagiaan. Ya kan? Gini aja. Kamu dapat uang untuk nyaman, kalau nyaman berarti kamu bahagia dan tidak sengsara. Iya.

Penulis juga memikirkan hal tersebut, penulis kenapa galau, penulis kenapa menulis artikel ini? Ya karena ingin dipandang pintar kalau pintar dapat duit, kalau dapat duit nanti bisa bahagia beli ini dan itu. Begitu penjelasan singkatnya.

Melihat video Hansol membuat penulis, memang jadi termotivasi, tapi juga membuat penulis begitu risau dan bertanya-tanya? Apakah iya dengan mengorbankan waktu dan tenaga pada masa kuliah dan mendapat gaji yang besar ,kelak ketika bekerja, membuat kita sufficiently happy? I dont completely think so.

Ini yang kurang dari penjelasan Hansol dan perlu dicatat oleh beberapa penonton Hansol yang sudah terlanjur termotivasi pakai banget dengan sosok ganteng tersebut. 

Sekarang Gross Domestic Product (GDP) bukan menjadi acuan penting bagi suatu negara. Kenapa? Karena sekarang ada yang baru. Yakni GDH atau Gross Domestic Happiness. Ini nyata. Pakar ekonomi, politisi, dan beberapa pemikir telah mempertimbangakn untuk mengganti GDP dengan GDH. Wow. 

Negara sekelas Singapura GDPnya tak perlu ditanyakan lagi. Rata-rata orang Singapura menghasilkan kurang lebih $56.000 dollar setahun. Bandingkan dengan negara seperti Costarica yang orang-orangnya cuma bisa memproduksi $13.000 setahun.

Namun, yang mencenangkan, jika diliat GDHnya atau acuan kebahagiaan atau kepuasaan hidup orang di suatu negara. Costarica lebih tinggi dari Singapura. 

Memang benar uang yang diterima dari gaji ini adalah alat untuk membahagiakan diri kita tapi, itu tidaklah cukup.

Sekarang pertanyaannya begini? Kalian ingin menghabiskan hidup di dunia dengan bahagia dan tak depressi atau anxiety, atau mati dalam keadaan kaya tapi hidup dipenuhi dengan penderitaan? Ya pilih yang bahagia dan hidup kaya tanpa penderitaan. Nyari saja mertua yang kaya, gak usah belajar dan nikahi anaknya. Done heuheu~.

Lanjut lagi, begini teman-teman, kalau kata Yuval Noah Harrari sih, bahagia atau sedih itu bukan karena kita mendapatkan pekerjaan yang layak, diterima di suatu universitas bergengsi atau ditolak pekerjaan, dan calon mertua. Itu semua hanyalah kejadian yang membuat otak kita mengeluarkan sensasi kebahagiaan atau kata Noah itu adalah proses biokimia dalam diri kita. Intinya, kebahagiaan itu bukan dari  kejadian-kejadian tersebut tapi dari dalam diri kita menanggapi suatu fenomena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun