Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money

Inilah kriteria PLTN yang Diinginkan Pemerintah

16 November 2018   15:05 Diperbarui: 20 November 2018   00:39 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian bila mengambil lesson learnt dari Chernobyl dimana situasi menjadi tidak terkendali yang akhirnya menyebabkan ledakan di karena kesalahan pada operator sehingga lesson learntnya bahwa sistim keselamatan PLTN tidak bergantung kepada operator.

Bila mengkaji lesson learnt Fukushina dan Chernbobyl maka dapat disimpulkan "secara awam" dengan bahasa yang dapat dimengerti, tingkat keselamatan tinggi adalah : a) tidak mungkin terjadinya kejadian fukushima atau Chernobyl b) sistim keselamatan tidak bergantung kepada listrik maupun operator.

Pertanyaannya  apakah ada PLTN yang sistim keselamatannya tidak mengandalkan listrik ? sekarang tidak ada tapi  dalam 6 - 10 tahun akan ada beberapa yang beroperasi. Hampir semua Reaktor Generasi IV memiliki desain yang  tidak mengandalkan listrik tetapi konveksi dan sirkulasi alami. Bahkan dapat di pastikan tren PLTN yang dibangun hanyalah passive safety. 

Di bawah BPP Nasional

salah satu sumber utama inflasi adalah kenaikan tarif listrik, Karena kenaikan tarif listrik akan mendongkrak harga barang yang pada akhirnya menggerus daya beli masyarakat. Sementara karena hampir 60% bahan bakar pembangkit listrik adalah fossil yang mengikuti harga pasar maka biaya pokok pembangkitan sangat sulit untuk di kendalikan untuk tidak naik bila harga bahan bakar fossil naik. PLN saja ketika kenaikan harga batubara tembus $100/ton dan pelemahan rupiah pada 2018 sudah mencatatkan kerugian Rp 6 Triliun.

Kementrian ESDM dalam kepemimpinan Menteri Jonan dengan sekuat tenaga mencoba menekan BPP, bahkan pembangkit EBT yang pada periode Menteri ESDM terdahulu mendapatkan preferensi melalui feed-in-tariff, oleh Menteri Jonan ditekan harus dibawah 85% BPP PLN setempat.

Tentunya PLTN dengan kapasitas yang sangat besar, 500 - 1000 MW bila harganya di atas BPP Nasional justru akan mendongkrak  BPP lokal bukan menurunkan. Oleh sebab itu sangat di pahami bila PLTN di tuntut untuk di bawah 7 sen/kwh atau harus dapat bersaing dengan batubara. Bila ada PLTN yang mampu dibawah BPP Nasional maka MOMOK PLTN MAHAL yang sering di pakai argumetasi oleh anti-nuklir akan terpatahkan.

Kriteria Pemilihan Teknologi

Bila di sepakati kedua kriteria PP 14 tersebut  : murah dan dengan sistim keselamatan tinggi (passive safety) maka jelas kedua kriteria tersebut akan menjadi menjadi faktor penentu dalam pemilihan teknologi  PLTN  yang layak di bangun, bukan masalah proven atau tidak. Wamen ESDM dalam pertemuan dengan stake holder nuklir  pada November 2017 pernah mengatakan bahwa "percuma saja membangun yang proven bila mahal" artinya masalah proven atau tidak bukan lagi penentu karena hal tersebut adalah urusan Badan Pengawas Tenaga Nuklir, bila desainnya tidak memenuhi persyaratan maka tentunya BAPETEN tidak akan memberikan ijin konstruksi- ESDM cukup memastikan yang di bangun memiliki keselamatan tinggi, yang tidak mengandalkan listrik dan operator serta biaya pembangkitan listriknya murah. - selebihnya adalah urusan Badan Pengawas. 

Tanpa APBN

Sebelumnya di asumsikan bahwa PLTN dibiayai oleh APBN dengan asumsi biaya pembangunan sekitar $US 7 Milyar atau sekitar Rp 100 Trilium lebih untuk 1000 MW ($7 Juta per MW). Tetapi pada saat ini sejak adanya defisit anggaran berjalan dan hutang luar negri yang sudah tembus Rp 4700 Triliun maka telah terjadi pergeseran paradigma, kebijakan Pemerintah tidak lagi  membangun PLTN dengan APBN tapi sebagai IPP (independent power producer) artinya PLTN di bayar dengan tarif listrik per kwh -- Konsekuensinya, yang seharusnya di ajak bicarakan bukan vendor tetapi investor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun