Mohon tunggu...
Bob S. Effendi
Bob S. Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Energi

Konsultan Energi, Pengurus KADIN dan Pokja ESDM KEIN

Selanjutnya

Tutup

Money

Inilah kriteria PLTN yang Diinginkan Pemerintah

16 November 2018   15:05 Diperbarui: 20 November 2018   00:39 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.en.netralnews.com

Polemik Nuklir yang terjadi selama lebih dari 30 tahun sebenarnya tanpa di sadari oleh banyak pihak sudah berakhir yang dapat di indikasikan dengan satemen wakil Menteri ESDM di media pada November 2017.

"Jangan selalu berkutat dengan pertanyaan apakah PLTN boleh di bangun, Jika harga listrik PLTN sesuai dengan BPP tidak menutup PLTN dapat di bangun di Indonesia"-- yang jelas dapat di artikan PLTN  dapat di bangun selama harga jual listrik IPP dibawah 7 sen/kwh (dibawah BPP Nasional)  

Sesungguhnya tidak ada regulasi yang melarang pembangunan  PLTN, justru di amanatkan dalam UU no 17 tahun 2007 (RPJPN).  Bahkan PP 79 yang sering dipakai oleh anti-nuklir karena menempatkan Nuklir sebagai opsi terakhir bila di baca secara seksama pada penjelasan maka di jelaskan bahwa bila telah di lakukan kajian yang kompreshensif dan adanya kebutuhan yang medesak maka PLTN dapat di bangun. - Keadaan krisis energi saat ini  sudah dapat dikatakan mendesak - Baca : BPPT Sebut Indonesia Darurat Energi dan Butuh 8000 MW PLTN

Sejak November 2017 sampai sekarang sudah banyak diskusi dan FGD tentang Nuklir yang di selenggarakan oleh berbagai K/L antara lain Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Kementrian ESDM, Kementrian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi, Bapennas, BATAN, BAPETEN, dari berbagai diskusi tersebut dapat di tarik kesimpulan tiga (3) kriteria utama yang di inginkan oleh Pemerintah terhadap PLTN (khususnya ESDM, sebagai yang memiliki kewenangan PLTN):

  1. PLTN harus memiliki tingkat keselamatan tinggi (Fukushima tidak mungkin terjadi).
  2. PLTN harus  murah (dibawah BPP nasional).
  3. PLTN harus di bangun tanpa APBN (skema IPP).

Banyak yang tidak sadar bahwa sebenarnya PP no 14 tahun 2015  sudah memuat persyaratan PLTN, yang tertulis : 1. MURAH (hal.3 point e) dan 2.  DENGAN TINGKAT KESELAMATAN TINGGI (lampiran hal. 36). - Sayang sampai saat ini BAPETEN tidak memberikan definisi "dengan tingkat keselamatan tinggi".

Tingkat keselamatan Tinggi

Isu yang selalu menjadi MOMOK bagi PLTN adalah Fukushima dan Chernobyl. -- Selama Pemerintah tidak dapat menjawab dengan tegas bahwa PLTN yang di bangun TIDAK MUNGKIN terjadi kejadian ala Fukushima maka sangat sulit untuk menyakinkan masyarakat terhadap PLTN walaupun sesungguhnya PLTN adalah pembangkit listrik teraman -- anda tinggal goggle "death per twh" maka akan melihat bahwa  Nuklir memiliki tingkat kematian karena  kecelakaan terkecil. -- TERAMAN !!

Death Per Terra Watt Hour
Death Per Terra Watt Hour
Bila mengkaji mengapa Kejadian Fukushima terjadi sesungguhnya  bukan karena gempa atau tsunami tetapi kerena mati listrik (station black-out) dan seluruh backup genset juga ikut padam bersamaan karena kerendam air, sehingga sistim keselamatan tidak berfungsi.

Sehingga lesson learnt dari kejadian Fukushima adalah,

BUKAN tentang menambah backup genset atau menambah line-in listrik tetapi justru sistim keselamatan PLTN tidak boleh bergantung kepada listrik (passive safety) sehingga ketika terjadi pemadaman listrik sistim keselamatan tetap dapat berkerja karena mengandalkan hukum alam, seperti gravitasi dan konveksi yang pastinya tidak mungkin gagal. 

Pemerintah harus bisa mengatakan PLTN yang di bangun TIDAK MUNGKIN terjadi kejadian Fukushima, bukan dengan menjawab dengan jawaban yang muter-muter dengan mengutip probability yang sangat sangat sangat kecil atau populasi yang banyak. -- TIDAK MUNGKIN hanya bisa di jawab bila tidak mengandalkan listrik atau bahasa nuklirnya listrik bukan safety critical tetapi safety related.  Tanpa dapat mengatakan TIDAK MUNGKIN sangat sulit untuk Pemerintah dapat meyakinkan masyarakat dan dapat menjadi senjata bagi pihak anti-nuklir. 

Kemudian bila mengambil lesson learnt dari Chernobyl dimana situasi menjadi tidak terkendali yang akhirnya menyebabkan ledakan di karena kesalahan pada operator sehingga lesson learntnya bahwa sistim keselamatan PLTN tidak bergantung kepada operator.

Bila mengkaji lesson learnt Fukushina dan Chernbobyl maka dapat disimpulkan "secara awam" dengan bahasa yang dapat dimengerti, tingkat keselamatan tinggi adalah : a) tidak mungkin terjadinya kejadian fukushima atau Chernobyl b) sistim keselamatan tidak bergantung kepada listrik maupun operator.

Pertanyaannya  apakah ada PLTN yang sistim keselamatannya tidak mengandalkan listrik ? sekarang tidak ada tapi  dalam 6 - 10 tahun akan ada beberapa yang beroperasi. Hampir semua Reaktor Generasi IV memiliki desain yang  tidak mengandalkan listrik tetapi konveksi dan sirkulasi alami. Bahkan dapat di pastikan tren PLTN yang dibangun hanyalah passive safety. 

Di bawah BPP Nasional

salah satu sumber utama inflasi adalah kenaikan tarif listrik, Karena kenaikan tarif listrik akan mendongkrak harga barang yang pada akhirnya menggerus daya beli masyarakat. Sementara karena hampir 60% bahan bakar pembangkit listrik adalah fossil yang mengikuti harga pasar maka biaya pokok pembangkitan sangat sulit untuk di kendalikan untuk tidak naik bila harga bahan bakar fossil naik. PLN saja ketika kenaikan harga batubara tembus $100/ton dan pelemahan rupiah pada 2018 sudah mencatatkan kerugian Rp 6 Triliun.

Kementrian ESDM dalam kepemimpinan Menteri Jonan dengan sekuat tenaga mencoba menekan BPP, bahkan pembangkit EBT yang pada periode Menteri ESDM terdahulu mendapatkan preferensi melalui feed-in-tariff, oleh Menteri Jonan ditekan harus dibawah 85% BPP PLN setempat.

Tentunya PLTN dengan kapasitas yang sangat besar, 500 - 1000 MW bila harganya di atas BPP Nasional justru akan mendongkrak  BPP lokal bukan menurunkan. Oleh sebab itu sangat di pahami bila PLTN di tuntut untuk di bawah 7 sen/kwh atau harus dapat bersaing dengan batubara. Bila ada PLTN yang mampu dibawah BPP Nasional maka MOMOK PLTN MAHAL yang sering di pakai argumetasi oleh anti-nuklir akan terpatahkan.

Kriteria Pemilihan Teknologi

Bila di sepakati kedua kriteria PP 14 tersebut  : murah dan dengan sistim keselamatan tinggi (passive safety) maka jelas kedua kriteria tersebut akan menjadi menjadi faktor penentu dalam pemilihan teknologi  PLTN  yang layak di bangun, bukan masalah proven atau tidak. Wamen ESDM dalam pertemuan dengan stake holder nuklir  pada November 2017 pernah mengatakan bahwa "percuma saja membangun yang proven bila mahal" artinya masalah proven atau tidak bukan lagi penentu karena hal tersebut adalah urusan Badan Pengawas Tenaga Nuklir, bila desainnya tidak memenuhi persyaratan maka tentunya BAPETEN tidak akan memberikan ijin konstruksi- ESDM cukup memastikan yang di bangun memiliki keselamatan tinggi, yang tidak mengandalkan listrik dan operator serta biaya pembangkitan listriknya murah. - selebihnya adalah urusan Badan Pengawas. 

Tanpa APBN

Sebelumnya di asumsikan bahwa PLTN dibiayai oleh APBN dengan asumsi biaya pembangunan sekitar $US 7 Milyar atau sekitar Rp 100 Trilium lebih untuk 1000 MW ($7 Juta per MW). Tetapi pada saat ini sejak adanya defisit anggaran berjalan dan hutang luar negri yang sudah tembus Rp 4700 Triliun maka telah terjadi pergeseran paradigma, kebijakan Pemerintah tidak lagi  membangun PLTN dengan APBN tapi sebagai IPP (independent power producer) artinya PLTN di bayar dengan tarif listrik per kwh -- Konsekuensinya, yang seharusnya di ajak bicarakan bukan vendor tetapi investor.

Banyak yang di lupakan bahwa yang sering di kutip oleh vendor sebagai biaya per kwh adalah biaya EPC bukan harga IPP -- dua hal yang berbeda.

Proposal Thocon

Thorcon Power sebagai satu-satunya perusahaan Nuklir yang sejak 2015 secara aktif dan serius mendorong pembangunan PLTN tipe Molten Salt Reactor atau yang lebih popular disebut Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) bukan saja memiliki desain sistim keselamatan yang sama sekali pasif, tidak membutuhkan listrik ataupun operator. Seluruh sistim keselamatan berkerja secara otomatis dengan mengandalkan hukum alam yang tidak mungkin gagal. -- Menjadikan PLTT sangat aman dan dapat di pastikan kejadian Fukushima atau Chernobyl tidak mungkin terjadi.

Berikutnya, Thorcon juga menawarkan proposal sebagai IPP dengan target harga jual di bawah BPP Nasional yang sudah di sampaikan kepada berbagai kementrian dan Lembaga terkait.   - Baca : Thorcon akan membangun Industri Nuklir Nasional

Semuanya menjadikan Thorcon adalah satu-satunya perusahaan Nuklir yang memberikan penawaran sesuai dengan harapan Pemerintah dan patut di pertimbangkan secara serius. 

BSE 11/16/18

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun