Memang sangat sulit untuk menganalisa apa yang akan terjadi dalam 9 tahun kedepan. Saya akan mencoba menganalisa secara sederhana apakah terget RIPIN tersebut dapat tercapai apa tidak pada 2025.
Listrik Komponen penting Manufaktur
Salah satu prasyarat utama terjadi pertumbuhan industri adalah : 1) Ketersedian listrik dalam skala besar dan 2) Tarif listrik yang terjangkau. – tentunya nalar sehat mengatakan bahwa tidak mungkin membangun pabrik bila listrik nya tidak ada. – Mungkin untuk industri dengan modal besar mereka dapat membangun Pembangkit listrik sendiri tetapi untuk Industri kecil dan menengah mereka tetap akan mengandalkan ketersedian listrik oleh PLN.
Pentingnya penyedian listrik tesebut juga telah di sampaikan oleh menteri Perindustrian :
“Apabila penyediaan dan kontribusi energi tersebut terlambat dilakukan, Indonesia akan terjebak dalam middle income trap di kurun waktu 2020-2030” [8]
Bahkan Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa salah satu dari tujuh tantangan meningkatkan pertumbuhan industri adalah belum tersedianya energi yang andal dengan harga kompetitif. -- Jadi pertannyaan selanjutnya adalah dapatkah Pemerintah menjamin ketersedian listrik untuk Industri ?. Ketersedian listrik untuk masyarakat dan Industri sudah direncanakan bersama dengan Kementerian Perindustrian dalam Kebijakan Energi Nasional yang menjadi PP no 79 tahun 2014 yang di buat oleh DEN dan ESDM yang kemudian di terjemahkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang sampai sekarang belum di tanda tangan Presiden sebagai Peraturan Presiden (PerPres).
Target pembangunan kapasitas listrik terpasang yang di targetkan dalam RUEN pada tahun 2025 adalah 136 GW dan pada tahun 2050 adalah 438 GW artinya sederhana, untuk mencapai Target RIPIN 23,25% pada 2025 maka harus terpasang 138,000 MW pada 2025 – Ini bukanlah sebuah analisa yang rumit tapi sangat sederhana.
Maka antara 2015 – 2025 setiap lima (5) tahun harus di bangun 40,000 MW dan antara 2025 – 2050 setiap lima (5) harus di bangun 60,000 MW. Target pembangunan pembangkit listrik yang di canangkan oleh Pemerintahan Jokowi-JK adalah 35,000 MW yang saat sudah dapat di pastikan sampai pada akhir 2019 tidak akan tercapai, di perkirakan yang akan tercapai tidak lebih dari 18,000 MW.
Artinya dari target RUEN pada periode 2015 – 2019 masih akan terhutang 22,000 MW di tambah dengan target 2019 – 2025 maka pada pemerintahan periode berikutnya (2019 – 2025) harus membangun 62,000 MW akan harus membuat pemerintahan berikut kerja jauh lebih keras. – Jelas dengan pengelolaan business-as-usual seperti sekarang target 62,000 MW pada periode 2019 - 2025 MUSTAHIL tercapai.
Bila target kapasitas listrik terpasang tersebut tidak dapat tercapai pada 2025 tentunya target RIPIN yang 23,25% juga tidak mungkin tercapai. Artinya manufaktur akan terus merosot, Pengangguran bertambah, GDP per capita terus merosot dan ancaman negara gagal menjadi nyata.
Analisa di atas barulah berbicara tentang ketesedian listrik belum terhadap harga yang terjangkau. Tarif listrik di Indonesia, walaupun secara harga absolut lebih murah di banding di negara tetangga Thailand, Malaysia dan Singapore tetapi relative terhadap daya beli masyarakat (GDP per capita) tergolong mahal yang menyebabkan industri Indonesia tidak memiliki daya saing di global terbukti dengan terus merosotnya index daya saing Indonesia.
Listrik sebagai driver ekonomi