Adapun rencana dan tahapan pelaksanaan Public Private Partnership dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) ini diawali dengan melakukan identifikasi dan penetapan KPBU. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur yang perlu disediakan/diadakan dan akan dikerjasamakan. Tahapan dan alur lebih lengkap dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
Pemerintah DKI Jakarta memiliki instrumen hukum yang sangat visioner untuk mengatasi kebutuhan rumah warganya di tengah potensi ledakan dan kepadatan jumlah penduduk.Â
Sejak tahun 1990 Gubenur DKI Jakarta ketika itu, Wiyogo Atmodarminto menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor: 540 Tahun 1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan Atas Bidang Tanah Untuk Pembangunan Fisik Kota Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Keputusan Gubernur ini merupakan instrumen hukum yang mengkombinasikan proses bisnis pengembang dengan kewajiban dan tanggung jawab sosial mereka membantu mengatasi persoalan-persoalan sosial ekonomi warga Jakarta.
Untuk memperoleh Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan yang luasnya 5000 M2 (lima ribu meter persegi) atau lebih, pengembang wajib memenuhi persyaratan antara lain membiayai dan membangaun rumah susun murah beserta fasilitasnya seluas 20% dari areal manfaat secara komersil, dengan ketentuan yang ditetapkan Gubernur DKI Jakarta seperti antara lain lokasi dan persyaratan penjualannya.Â
Sinkronisasi dua kegiatan yang memiliki tujuan berbeda melalui penggabungan keduanya secara simultan (seperti yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta ini)  dikenal  dengan  istilah ambidexterity (Mansur dan Almahendra, 2018).
Berdasarkan  analisa  data  Susenas  tahun  2015, baru  setengah  penduduk  DKI Jakarta  (51%)  yang  memiliki  properti  sendiri. Masyarakat miskin adalah yang paling banyak (40%) tidak  memiliki rumah.Â
Berkaitan dengan kondisi tersebut, kewajiban yang diberikan kepada pengembang untuk membangun rumah susun murah seluas 20% dari jumlah luasan area yang dimohonkan persetujuan prinsip untuk membangun properti di DKI Jakarta adalah pendekatan yang brilliant. Ini sekaligus memberi ruang partisipasi kepada sektor swasta menjadi bagian dari solusi atas persoalan sosial ekonomi yang timbul akibat belum terpenuhinya kebutuhan rumah bagi masyarakat miskin di tengah kepadatan penduduk di DKI Jakarta.
Selama  ini,  secara  umum  pendistribusian  stok  perumahan  di  DKI Jakarta  untuk  kepemilikan  dilaksanakan  oleh  pelaku  pembangunan  baik  BUMN  maupun masyarakat. Setelah dilakukan identifikasi, terdapat  beberapa  potensi  pemenuhan penyediaan perumahan rakyat 2018-2022 di Jakarta, yaitu melalui;
Skema pendanaan APBD,untuk pembangunan rumah susun dan penataan kawasan permukiman/kampung.
Skema pendanaan APBN, untuk pembangunanrumah susun milik (rusunami) dan skema pembiayaan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), serta penataan kawasan kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku)