Mereka berdua tidak ingin pulang dengan tangan hampa. Keduanya ingin tabloid itu dibeli seharga 300 ribu rupiah. Saya tetap tidak bergeming. Berbagai jurus kata-kata mereka keluarkan, namun jurus itu hanya sia-sia.
Dengan bersungut-sungut keduanya keluar dari ruang Kepala sekolah. Wartawan bodrex berkeliaran dimana-mana. Dan bila kita memberinya sejumlah uang, dilain hari mereka akan datang lagi.
Biasanya wartawan bodrex selain menawarkan majalah atau tabloid yang mereka cetak sendiri, menjual kalender dengan logo dan lambang tertentu. Yang juga diragukan kebenarannya dari instansi pemerintah yang ada di kalender.
***
Kalau wartawan bodrex sudah mengancam atau melakukan pemerasan terhadap sekolah, jangan segan melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Bisa juga bekerjasama dengan RT, kelurahan atau Babinsa yang ada di lingkungan sekolah berada.Â
Ada baiknya bila ada tamu yang datang ke sekolah mengaku-ngaku dari wartawan, menanyakan kartu pers dan surat tugasnya. Memvalidasi media tempatnya bekerja.Â
Bila "sang Oknum", menyertakan ancaman dan memaksa untuk membeli majalah, tabloid yang dibawanya. Tak usah dilayani, kalau ada petugas keamanan di sekolah, biarkan ia menyuruhnya keluar dari lingkungan sekolah.
Saya sendiri hanya menyuruh kedua wartawan bodrek, mengetikan nama lengkap saya di pencarian google. Tanpa mengusir atau menyuruh mereka keluar. Ia melihat di pencarian google bermunculan nama saya salah satunya penulis di Kompasiana.
Mungkin di sebabkan itu pula sang wartawan bodrex, keluar ruangan dan pamit terburu-buru, sambil bersungut-sungut. Saya sendiri menjadi bingung dibuatnya, dan kedua wartawan tersebut tak pernah datang lagi.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H