Wartawan bodrex adalah label yang diberikan kepada wartawan abal-abal yang mengaku-ngaku dari media cetak surat kabar, Â media online tertentu. Yang lebih ekstrem disebut pula WTS (Wartawan Tanpa Surat Kabar).
Di 100 harian, kerja sebagai Kepala Sekolah dari Guru Penggerak, saya kedatangan dua orang tamu di sekolah. Saya mengira, penjual keliling yang menawarkan kain batik, penjual buku atau media bermain anak.Â
Biasa sekolah, kedatangan tamu-tamu yang menawarkan aneka jualan, nonton film 3 Demensi, sampai dengan pertunjukan sulap. Namanya juga orang cari rejeki. Tapi yang ini agak beda.
Dari penampilannya yang klimis, berseragam baju rompi terlihat layaknya seorang jurnalis. Kedua orang itu saya persilahkan duduk di ruang kepala sekolah.
Saya jadi ingat pesan seorang teman. Nanti, kalau sudah bertugas jadi Kepala Sekolah akan datang orang-orang yang mengaku wartawan. Biasanya menawarkan majalah lokal yang memuat berita-berita sekolah.Â
"Dari mana Pak?," tanya saya, sambil mengulurkan tangan, menyalami keduanya.
"Dari media Habar Busu Pak." Jawaban keduanya membuat kening saya berkerut. Nama medianya terasa asing ditelinga. Tapi ya sudahlah, saya positive thinking saja. Saya dengarkan apa tujuan dan maksud kedatangan mereka.
"Jadi begini Pak Kepsek, maksud kedatangan kami kesini. Disekolah Bapak, adalah menawarkan tabloid bulanan. Harganya secara sukarela Pak." Jelas salah seorang diantara mereka.
***
Singkat cerita, keduanya saya tolak. Saya menjelaskan penggunaan dana sekolah dari bantuan operasional sekolah satuan pendidikan (BOSP) tidak sembarangan.Â
Setiap pengeluaran sekolah, dilaporkan dan ada tanda terima yang sah dan dibenarkan sesuai juknis BOSP. Dan semua uang yang diterima sudah dianggarkan dan diatur sesuai dengan Arkas yang dilaporkan secara online dan dokumen yang dikirim ke Dinas Pendidikan.
Mereka berdua tidak ingin pulang dengan tangan hampa. Keduanya ingin tabloid itu dibeli seharga 300 ribu rupiah. Saya tetap tidak bergeming. Berbagai jurus kata-kata mereka keluarkan, namun jurus itu hanya sia-sia.
Dengan bersungut-sungut keduanya keluar dari ruang Kepala sekolah. Wartawan bodrex berkeliaran dimana-mana. Dan bila kita memberinya sejumlah uang, dilain hari mereka akan datang lagi.
Biasanya wartawan bodrex selain menawarkan majalah atau tabloid yang mereka cetak sendiri, menjual kalender dengan logo dan lambang tertentu. Yang juga diragukan kebenarannya dari instansi pemerintah yang ada di kalender.
***
Kalau wartawan bodrex sudah mengancam atau melakukan pemerasan terhadap sekolah, jangan segan melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Bisa juga bekerjasama dengan RT, kelurahan atau Babinsa yang ada di lingkungan sekolah berada.Â
Ada baiknya bila ada tamu yang datang ke sekolah mengaku-ngaku dari wartawan, menanyakan kartu pers dan surat tugasnya. Memvalidasi media tempatnya bekerja.Â
Bila "sang Oknum", menyertakan ancaman dan memaksa untuk membeli majalah, tabloid yang dibawanya. Tak usah dilayani, kalau ada petugas keamanan di sekolah, biarkan ia menyuruhnya keluar dari lingkungan sekolah.
Saya sendiri hanya menyuruh kedua wartawan bodrek, mengetikan nama lengkap saya di pencarian google. Tanpa mengusir atau menyuruh mereka keluar. Ia melihat di pencarian google bermunculan nama saya salah satunya penulis di Kompasiana.
Mungkin di sebabkan itu pula sang wartawan bodrex, keluar ruangan dan pamit terburu-buru, sambil bersungut-sungut. Saya sendiri menjadi bingung dibuatnya, dan kedua wartawan tersebut tak pernah datang lagi.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H