Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Penggerak Layaknya Secangkir Kopi Pahit

17 Januari 2023   13:29 Diperbarui: 17 Januari 2023   15:36 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
secangkir kopi pahit | Dokumen pribadi

Guru penggerak akhir-akhir ini selalu dibicarakan. Baik melalui tulisan. Percakapan sesama guru. Ataupun di dalam rapat sekolah.

Dimana-mana guru penggerak menjadi viral. Guru penggerak ibarat secangkir kopi pahit. 

Namanya juga kopi pahit. Apa enaknya secangkir kopi pahit?. Sudah hitam, penuh ampas, pahit lagi. Gak enak banget dinikmati.

Begitupula menjadi guru penggerak yang masih menyandang Calon Guru Penggerak (CGP).  Apalagi baru akan mengikuti seleksinya calon guru penggerak.

Dua-duanya belum ada jaminan menjadi guru penggerak. Disebut guru penggerak kalau sudah dinyatakan lulus dan selesai mengikuti serangkaian pendidikan baik melalui LMS secara daring dibimbing seorang fasilitator dan aksi nyata dibawah bimbingan pengajar praktik.

Seorang guru penggerak sedang praktik | Dokumen pribadi
Seorang guru penggerak sedang praktik | Dokumen pribadi

Kata seorang teman mengikuti seleksinya saja susah. Ia bahkan mencoba sampai tiga kali mengikuti seleksi CGP dari angkatan 2, 5 dan 8 belum juga lulus. Dan pada Angkatan 9 dan 10 saat mendaftar tidak bisa.Karena umur kurang dari 10 tahun lagi pensiun.

Kebanyakan guru penggerak diikuti oleh guru honorer, dan masih muda. Sekolah kebanyakan mengirim guru honornya ketimbang yang sudah pns. Yang PNS alasannya, buang-buang waktu. Dan lebih senang berada di zona aman.

Mengikuti CGP memang penuh tantangan. Perlu kesiapan waktu, pisik dan juga pikiran. Jadi CGP memang tidak ada enaknya. Disaat guru lain beristirahat di siang hari, si CGP harus mengikuti Google Meet mempelajari modul yang telah di siapkan dan dibahas serta didiskusikan bersama teman sesama CGP dan Fasilitator. 

Memang pahit. Tidak ada enaknya mengikuti CGP yang berlangsung selama 6 bulan. Itu sebabnya saya memulai tulisan ini dengan judul Guru penggerak layaknya secangkir kopi pahit.

Walaupun pahit, tapi tetap banyak yang menginginkannya. Banyak yang ingin jadi bagian dari guru penggerak. Di Pendidikan Guru Penggerak bukan hanya dipersiapkan dan dirancang menjadi Kepala Sekolah dan pengawas. Lebih dari itu banyak ilmu-ilmu baru yang di dapatkan yang selama ini tidak di dapatkan di bangku kuliah sekalipun.

Itulah Guru penggerak layaknya secangkir kopi pahit. Biarpun terasa pahit, tetap banyak saja yang berjuang untuk mengikutinya. Seperti halnya secangkir kopi pahit. Walaupun pahit, ada saja yang sehari sampai tiga kali meminumnya. 

Bahkan tanpa ngopi rasanya sulit untuk berpikir. Kepala terasa pusing. Dan bila telah meminumnya ide-ide dan inspirasi mengalir dengan sendirinya.

Ada yang bilang hentikan saja guru penggerak!. Atau kalau perlu bubarkan saja. Guru penggerak tidak layak jadi Kepala sekolah. Setidaknya itu beberapa judul tulisan rekan kompasianer yang menggambarkan tentang guru penggerak.

Memang tidak semua Guru Penggerak serta merta lulus pendidikannya di angkat menjadi Kepala sekolah. Ada syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku yang harus terpenuhi. Kepala sekolah memang sebagai pemimpin pembelajaran, seperti halnya guru penggerak dirancang memang menjadi pemimpin pembelajaran. Paling tidak sebagai pemimpin pembelajaran di kelasnya masing-masing.

Tidak perlu pusing memikirkan, apakah nanti selesai pendidikan guru penggerak bisa atau tidak jadi Kepala Sekolah atau pengawas. Nikmati saja alurnya, dan kegiatan berupa pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 6 bulan bagi calon guru Penggerak.

Toh tidak ada yang sia-sia. Apalagi seseorang yang bisa berhasil lulus seleksi saja bukan sesuatu yang mudah. Harus melalui persaingan dan seleksi yang ketat. Dan itu pahit rasanya bagi yang mengikuti bila tidak lulus.

Dan tambah pahit lagi harus mengikuti pendidikan yang cukup lama sampai 6 bulan. Kepahitan inilah yang menempa seorang CGP bukan menjadi kaleng-kaleng. 

Potensi-potensi diri dikembangkan, dan digali selama mengikuti kegiatan program pendidikan guru penggerak. Kebanyakan guru pns ataupun honorer yang dinyatakan lulus mempunyai kelebihan dan kemampuan diatas rata-rata yang dimiliki oleh seorang guru.

Misalnya mempunyai kemampuan IT, menjadi ketua komunitas praktisi seperti Kelompok Kerja guru (KKG), Musyawarah Guru mata pelajaran (MGMP), pengurus aktif organisasi guru seperti PGRI dan IGI. Dan ada juga yang aktif di organisasi sukarelawan dan kemanusiaan.

Adalagi sebagai ketua komunitas penulis, dan operator sekolah. Beberapa diberikan tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah (Waka). Setidaknya itu yang penulis temukan saat mengikuti kegiatan lokakarya secara luring disuatu kesempatan pendidikan guru penggerak.

Menjadi guru penggerak memerlukan disiplin waktu, keuletan, dan kemampuan dan potensi diri yang cukup. Bila tidak, memang kita kewalahan sendiri mengikutinya. 

Guru penggerak memang layaknya secangkir kopi pahit. Makin pahit, makin diminati, makin banyak yang penasaran dan terus berjuang untuk mengikuti seleksinya dan mengikuti pendidikan Calon Guru Penggerak (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun