Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Paylater, Gaya Kekinian yang Membuat Lapar Mata untuk Terus Belanja

12 Mei 2022   11:35 Diperbarui: 15 Mei 2022   07:48 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari HP tech@work/www.hp.com

Paylater merupakan fitur transaksi digital, yang diberikan aplikasi kekinian yang lagi digemari para sosialita dan pencinta belanja online. Mudahnya berbelanja, hanya main klak-klik, dalam satu genggaman membuat daya kontrol kita berkenaan dengan keuangan bisa melemah. 

Banyak tawaran diskon, di hari belanja nasional, cuci gudang, diskon besar-besaran, gratis ongkos kirim, bla..bla..bla.. yang disuguhkan aplikasi belanja online dengan berbagai kiat promo menarik konsumen, membuat alam bawah sadar menjadi-jadi untuk belanja, dengan seribu macam kemudahan yang ditawarkan.

Di Indonesia, paylater yang penulis ketahui dari beberapa aplikasi belanja online difasilitasi dan disediakan  oleh bank, lembaga pembiayaan, ataupun fintech. 

Penulis juga menggunakan aplikasi transaksi digital untuk belanja makanan, transportasi, dan kebutuhan lainnya dari berbagai aplikasi tertentu, namun sampai hari ini belum mempunyai paylater. 

Karena saya lebih senang ketika ingin berbelanja disalah satu platform aplikasi transaksi digital, mentransfer dulu sejumlah uang dari M-banking yang penulis miliki dari bank B, aplikasi pembayaran online dari merek O, L aja. Yang merupakan 2 aplikasi yang paling sering penulis gunakan, dan terasa mudah untuk digunakan dalam proses pembayaran belanja online di toko P, Bb, Sp. 

Sengaja penulis hanya menyebutkan inisial menghindari promosi satu merek aplikasi belanja digital. Tapi penulis yakin pembaca, mengetahui yang dimaksudkan.

Mengapa saya tidak menggunakan paylater saja dalam pembayaran, daripada cash online digital?

Pada awalnya penulis juga sangat ingin sekali memiliki salah satu paylater yang ditawarkan oleh jasa penyedia pinjaman online yang sudah tersemat di berbagai aplikasi transaksi digital yang sudah ada di HP. Tapi hal tersebut penulis urungkan, dengan berbagai pertimbangan. Karena memang penulis juga tergolong orang yang mendang mending. Ada 3 hal yang membuat penulis, melakukan pertimbangan tersebut yaitu:

Ilustrasi dari HP tech@work/www.hp.com
Ilustrasi dari HP tech@work/www.hp.com

Paylater hanyalah pinjaman dengan sejumlah bunga yang lumayan tinggi

Dari hitung-hitungan tawaran yang diberikan penyedia jasa pinjaman online yang tersemat di aplikasi belanja online yang harus disadari adalah pada dasarnya paylater hanyalah layanan menunda pembayaran atau berhutang yang wajib dilunasi di kemudian hari dengan hitungan tenor tertentu. Untuk itu kita harus memperhitungkan dan mengukur kemampuan keuangan sebelum memutuskan menggunakan paylater. 

Kisaran bunga yang ditawarkan sebesar 0-4,5% ini belum termasuk biaya penalti apabila terjadi keterlambatan pelunasan. Di tengah aneka kemudahan yang disematkan oleh sistem pembayaran menggunakan paylater ada bahaya yang mengintai.

Apa bahaya itu?

Pembayaran paylater seperti pedang bermata dua, bila digunakan secara bijak dapat menjadi solusi ekonomi bagi penggunanya yang urgen dan kebelet untuk membeli suatu produk atau jasa dalam kondisi keuangan yang buruk. 

Di sisi negatifnya, menggunakan paylater dapat mendorong budaya utang, dan mengesampingkan finacial planner.

Paylater dapat menjerumuskan kita ke dalam perilaku konsumtif

Hanya dengan sentuhan layar, klik sana klik sini, kemudian masukkan keranjang belanja. Terasa mudah, instan, praktis. Tanpa capek-capek mendorong keranjang ataupun memilih barang di supermarket, swalayan, maupun mal.

Dengan klik, kita bisa membeli makanan, membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan, memesan tiket pesawat, hotel dan berlibur meskipun sedang tidak punya uang. 

Sebenarnya hal ini menjadi buruk karena dapat membuat pengguna aplikasi pembiayaan digital melupakan kondisi kemampuan keuangan. 

Jika tetap dibiarkan, paylater dapat melahirkan perilaku dan gaya konsumtif, haus mata untuk terus belanja. Kondisi ini tentu sangat merugikan. 

Pasalnya, apabila ada kejadian mendesak yang membutuhkan dana cukup besar, kita bisa saja tidak bisa mendapatkan akses pendanaan karena sudah mencapai limit atau ada riwayat penunggakan paylater.

Penulis, termasuk pengguna aplikasi pembayaran digital yang aktif. Untuk memesan makanan, terkadang juga digunakan untuk memesan kendaraan mobil. Dengan cara isi saldo, transfer dari m-banking bank B yang penulis miliki. 

Trafik belanja, dan status juragan diaplikasi dengan poin 2235 XP, salah satu aplikasi belanja online seringkali mengirimkan tawaran notifikasi untuk update menggunakan paylater. Terkadang sangat menggoda, karena adanya diskon makanan 25-50 ribu dengan paylater.

Paylater dapat menjebak kita ke dalam jeratan utang, dan nama yang diblack list oleh OJK

Manajemen keuangan yang buruk dikarenakan perilaku konsumtif, dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan, membuat pengguna paylater menghasilkan keputusan pengeluaran yang buruk karena kurangnya persiapan finansial dalam jangka panjang. Dan apabila tetap dibiarkan, berisiko mengalami gagal bayar kewajiban utang dan terjadi keterpurukan keuangan. 

Ada saatnya, ketika kita mengajukan pembiayaan lain seperti KPR, mengambil kredit motor, mobil, dan lainnya ditolak oleh penyedia pembiayaan kredit disebabkan BI Checking kita masuk ke dalam daftar hitam (black list) dikarenakan riwayat pembayaran kita yang jelek peringkatnya di paylater. Apalagi sampai tidak dibayar, walaupun misalnya tertinggal 1-2 bulan lagi lunas. 

Ini ibarat rekam jejak dosa kita yang tidak terhapus di salah satu paylater yang tercatat di BI Checking. Bisa dibayangkan bagaimana rekam dosa keuangan tersebut sudah menahun, dan baru mengetahuinya setelah pengajuan kredit lagi. Yang kita sendiri sudah lupa pernah menunggak di paylater A, B, atau C. Bisa jadi penyesalan, mau dilunasi pokok dan plus bunganya yang membengkak tambah membebani keuangan kita sendiri.

Semuanya kembali lagi kepada diri kita sendiri, seberapa urgen dan perlunya kita menggunakan paylater sebagai solusi keuangan. Karena terkadang fungsi kontrol keuangan bisa kebablasan dengan banyaknya kemudahan yang ditawarkan oleh paylater, sehingga perilaku bijak dalam berbelanja digital tidak merugikan keuangan sendiri maupun keluarga di kemudian hari. 

Samarinda, 12 Mei 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun