Oleh karena saat itu situasi gawat, anggota TRIP Batalyon 5000 yang masih berada di Kota Malang berjumlah kurang lebih 150 orang saja, yang terdiri dari gabungan berbagai sekolah menengah yang terbagi kedalam 4 seksi dengan persenjataan yang bermacam-macam pula. Selain kelompok 150 orang tadi, ada pula bantuan dari TRIP Batalyon 3000 Kediri dengan kekuatan 2 seksi yang dipimpin oleh Duryatmojo.
2. Pembagian Sektor Pertahanan Kota Malang
Pada tanggal 28 Juli 1947, oleh Pimpinan Divisi VII yang diwakili oleh Kolonel Bambang Supeno, dikumpulkan para pimpinan atau wakil-wakil pasukan yang ada di Kota Malang dan penanggungjawabnya. Pertemuan itu membuahkan hasil sebagai berikut: Sektor Timur dipertanggungjwabkan kepada TNI, Sektor Tengah kepada Brigade Mobil (Brimob), Laskar Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) dan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).
Sedangkan Sektor Barat, dipertanggungjawabkan kepada TRIP Batalyon 5000 yang kekuatannya hanya kurang lebih 150 orang. disamping membicarakan sektor pertahanan Kota Malang, telah diputuskan pula bahwa mengingat kekuatan menjadi tidak seimbang lagi dan tidak menguntungkan bagi pasukan, baik dalam jumlah personil, persenjataan dan segi lainya, maka Kota Malang tidak perlu dipertahankan mati-matian, tetapi masuknya pasukan Belanda cukup dihambat, kemudian dasecara bertahap pasukan mundur.
Berdasarkan keputusan dari pertemuan tersebut, pimpinan TRIP Jawa Timur selanjutnya memutuskan untuk mengambil langkah-langkah mencari basis sementara di Kepanjen dan tugas ini diberikan ekpada Susanto Darmojo (Komandan Batlyon TRIP 5000). Pencarian dan penentuan basis baru yang tetap, ditugaskan klepada Muljo sujono (Wakil Komandan TRIP Jawa Timur) yang berhasil menemukannya di Desa Gabru (Tegalsari), Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.
3. Keadaan Kota Malang 30 Juli 1947
Sebagian warga Kota Malang saat itu sudah mengungsi keluar kota. Pasukan Belanda sudah menduduki Singosari dan pasukan depannya sudah menduduki Blimbing (5 km utara Kota Malang). Rasa was-was menyelimuti semua orang yang masih ada didalam kota, termasuk anggota Batalyon TRIP 5000, karena dapat dipastikanBelanda akan menyerang Kota Malang dari dua arah, yaitu dari Singosari=> Malang dan Batu => Malang.
Pertahanan Batalyon TRIP 5000 diarahkan untuk menghadapi pasukan Belanda yang diperkirakan berasal dari Batu. Pertahan Pasukan TRIP Batalyon 5000 dipusatkan di sepanjang Jalan Ijen dan sekitarnya serta dibagi kedalam sub sektor-sub sektor serta menempatkan pos tinjau di pojok Jalan Oro-oro Dowo (sekarang Jalan Brigjen Slamet Riyadi), Jalan Sumbing, Jalan Bareng Tenes dan Jalan Welirang.
Rencana lini kedua dipersiapkan di rel lori pengangkut tebu menghadap ke arah timur, serta daerah Betek (penggiran kota Malang sebelah barat, sekarang Jalan Mayjen D.I. Pandjaitan) dan sebelah selatan berada di daerah Bandulan (Jalan Ichwan Ridwan Rais) menghadap keluar kota.Markas Komando TRIP Jawa Timur yang berada di Kepanjen, bersebelahan dengan Pasukan KRIS yang tidak menentu kedudukannya walaupun sudah ditentukan di sektor tengah. Bahkan sempat bentrok dengan BRIMOB, TRIP dan CPM.
Pada tanggal 30 Juli 1947 malam, keadaanKota Malang gelap gulita dan sunyi sepi. Komunikasi antar pasukan samasekali terputus, karena memang tidak ada radio. Untuk itu, maka semua keputusan berasal dari inisiatif koamandan sektor masing-masing. Pasukan TRIP tidak mengetahui sama sekali, mengapa sektor tengah dan sektor timur kosong.
Perkiraan TRIP, mungkin pasukan itu tidak diajukan lebih ke depan atau sebaliknya memang sudah ditarik sama sekali keluar kota. Inilah akibat komunikasi yang terputus dan Pasukan TRIP tetap memegang kesepakatan hasil pertemuan tanggal 27 Juli 1947, yakni bahwa Kota Malang tidak perlu dipertahankan dengan gigih, tapi cukup dipertahnkan dengan cara menghambat gerak maju Pasukan Belanda,sehingga Pasukan TRIP Batalyon 5000 tetap bertahan didaerah yang menjadi tanggung jawabnya.