Musim beranjak tua, Airmata langit menderas, Â Desember bersimbah hujan, dilintasan bayanganmu aku mengeja ketabahan.
Bagai hamparan air Danau Toba di Pulau Samosir, damai. 11 tahun pernikahan Fransiska dan Idham suaminya tanpa kendala berarti. Meski tak pernah cekcok apalagi bertengkar kita semua tahu, air tenang sekalipun terkadang justru lebih menghanyutkan. Belakangan Fransiska baru menyadari, ada yang tak beres di biduk rumah tangganya.Â
 Kesibukan kantor mewajarkan Idham pulang larut bahkan kadang tidak pulang beberapa hari. Namun tidak merubah karakter Idham yang hangat, romantis dan perhatian saat berada dirumah.
 Pelukan dan ciuman bukan hal tabu dia lakukan untuk istrinya jika ada kesempatan tanpa menunggu dikamar tidur. Kebutuhan lahir batin sebagai seorang istri selama ini terpenuhi. Kasih sayang pada kedua anak merekapun tidak ada yang berbeda. Sungguh pasangan yang membuat ngiri para tetangga.
Hingga pesan dari nomor telefon tak dikenal masuk di gawai nya.Â
"Maaf Mbak Saya Sherly, hanya ingin mengabarkan pada Mbak, tolong jangan naif ada anak saya berumur 1 tahun bernama Dion yang juga menunggu kedatangan Ayahnya, suami Mbak!" Pesan itu bagai sembilu yang menghunjam tepat diulu hati.Â
Langit tak lagi biru, senja tak lagi merona, bulan tak menampakan senyumnya, bintang bintang meredup, bunga tak lagi menawarkan keindahanya, semua menggelap dalam sekejap.Â
Kapal yang indah itu hancur berantakan, karam.
***
"Woe kalian sudah sampai dimana, tiket kapal sudah aku beli untuk 5 orang, kalian jangan sampai terlambat yah!" Tulis Fransiska di grup gelin
"10 menitan lagi sampai, ini lagi keluar dari Metro" ucap Karin, santai.
"Yang lainnya mana woe aku tidak mau menjadi jagung bakar disini menunggu kalian, ayo cepatlah!" Cuaca cerah cenderung panas membuat Fransiska gusar.Â
Sepanjang Dermaga area Bhosporus memang dipenuhi pedagang jagung bakar, kestane bakar,simit si roti bundar serta roti ikan yang menjadi ciri khas disana.
"Tenang bu ketua, bir dakika sonra nih aku jalan bareng bertiga dari tempat parkiran" sahut Vita yang membersamai Waode dan Putri.
Pelukan hangat ,ciuman sayang dan candaan mereka renyah meramaikan suasana, akrab. Begitulah Perempuan perempuan itu merayakan kebahagiaan ketika jumpa darat.
 Tidak sering tapi mereka sudah beberapa kali mengadakan tour kecil atau sekedar piknik di taman sambil makan menu sendiri yang sangat sulit ditemui dalam keseharian mereka.
Pertemuan ini untuk mempererat tali silaturahmi dan berbagi kasih kala di negeri orang, tepatnya negeri dengan julukan Negara gerbang timur dan barat atau negara dengan dua benua yakni Turki.
Sebagian dari mereka tinggal di stanbul walaupun tidak saling berdekatan, sebagian anggota group ini ada di Bursa salah satu kota besar yang ada di Turki dan juga di Ankara. Dan ada ribuan  gelin gelin yang tersebar di berbagai kota di luar dari Konstantinopel julukan lain dari Istanbul.
Kali ini mereka kembali menikmati indahnya selat Bhosporus menggunakan kapal tour yang selalu tersedia dengan tiket seharga 200TL selama kurang lebih perjalanan 1 jam sampai kapal kembali ke dermaga semula.Â
Sungguh selat Bhosporus menawarkan keindahan paripurna. Seperti janjimu kala jumpa pertama, indah memabukkan. Mencintaimu satu keniscayaan,merindukanmu adalah penderitaan yang berulang. Ingin kupersembahkan seluruh hidupku bersamamu tanpa batas waktu yang kutahu. Begitu ucapmu kala itu
Kapal melaju dengan anggun ditingkahi sekawanan burung yang terbang meliuk diangkasa dan menukik indah menyentuh permukaan air. Menakjubkan.
Mereka memesan teh dari bar yang tersedia di kapal, suami mereka juga asik dengan obrolan khas para lelaki Turki.
Waode duduk di bangku memanjang dekat jendela berseberangan dengan teman temanya yang sedang membicarakan rencana liburan mereka ke Indonesia tahun depan.Â
Waode melepas pandangan jauh ke ujung selat. Tangan nya menggenggam segelas teh kaca khas Turki untuk menghangatkan jemarinya di suhu bulan Desember.Â
Kepala Waode sedikit menunduk ,bola matanya tertuju pada buih  putih yang berkejaran seakan mengiringi langkah kapal mengingatkan Waode pada kejadian 5 tahun silam,pandanganya nanar
"Bundaaa...banguun!" Â Kakak teriak histeris sambil mengguncang tubuh nya.
"Bundaaaaa....bundaaa...!" Suara adik tak kalah pilu memanggil bundanya.
Kakak yang baru berusia 7 tahun dan adik 5 tahun belum memahami benar apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan melihat ibunya terbujur diam dengan mulut mengeluarkan busa yang tak wajar.Â
Kakak berlari keluar rumah meninggalkan Bunda dan adiknya, dia berteriak teriak minta tolong.Â
"Tolong Bunda ...tolong Bunda..tolong!" jeritnya sambal berurai airmata berlari tanpa arah, tak banyak kalimat yang bisa ia ucapkan,diujung langkah kaki mungilnya, Ia terkulai.Â
Para tetangga yang mendengar teriakan segera membopong bocah itu dan membawanya kembali ke dalam rumahnya untuk mengecek gerangan apa yang terjadi. Mereka sangat kaget Waode yang mereka kenal sanggup melakukan hal tak terduga ini. Waode yang hampir sekarat dibawa ke Rumah Sakit terdekat.
Tetangga mengenal Waode sebagai ibu rumah tangga yang baik dan sabar. Suaminya seorang aparat negara. Sejauh mereka tahu saat kendaraan dinasnya ada digarasi rumah, para tetangga seringkali mendengar suara suara gaduh atau sesuatu yang terjatuh dilantai ditingkahi jeritan Waode disusul tangisan anak anak. Ini seperti laporan harian yang tak diharapkan warga
Disatu waktu tampak muka Waode sembab dan kuyu, dilain waktu wajah manisnya dihias lebam membiru. Atas nama privasi Waode menutup diri. Airmata tanpa suara menangis dalam bisu.
 Para tetanggapun memaklumi dan tidak ingin mencampuri. Tapi kali ini wajah wajah mereka tegang tangan nya mengepal, kilatan mata berbicara atas nama kemanusiaan mereka bermufakad, melapor polisi.
Kisah kekerasan dalam rumah tangga Waode menghiasi media masa kala itu. Sungguh ironi, dimana banyak kasus kekerasan rumah tangga, pelecehan wanita, rudapaksa yang dilakukan oleh kaum yang seharusnya melindungi wanita.Â
Sebagai kepala rumah tangga, sebagai pria apalagi sebagai apparat negara yang mengayomi warga justru menjadi pelakunya. Logika kehidupan yang dijungkir balik kan oleh nafsu binatang. Sudah sepatutnya ganyang dan rajam pelakunya. Warga meradang.
***
Waode sesenggukan. Fransiska, Putri, Karin dan Vita serentak menengok kearah Waode yang tengah terlempar kedalam kenangan.Â
"Heeyy...what happen with you?" tanya Putri selangkah mendekati Waode.Â
"Â iyi misin ?" tanya Karin sembari menjulurkan selembar tisu.
 " ne oldu karigim ?" Husyein suami Waode yang melihat ada sedikit kegaduhan mendekat memeluk dan mengusap kepala istrinya dan mencium keningnya. Setelah dirasa tampak tenang Husyein Kembali meninggalkan istrinya bersama teman teman.
Fransiska yang secara usia lebih dewasa dari mereka mengalihan pembicaraan.Â
"Woe  canim ablacim , bagaimana jika di penghujung January kita bermain salju di Uludag, setuju?" Tanya fransiska tanpa serius berharap jawaban.
"Waode, macam mana pula kau,kita disini mau bersenang senang jangan menangis lah kau". Kata Putri yang asli dari tanah Batak ini.
"Ku kasih tahu kau ya dengarkan baik baik ucapanku ini, kalian juga ya!" ujarnya sambil menatap keempat teman lainya.
"Jika dunia semata kumpulan peta. Jarak hanyalah angka. Jika Wanita dijadikan obyek belaka. Hempaskan deritamu. Raihlah bahagiamu walau beda Benua!" ujar Putri berlagak seorang penyair handal.
 Memang diantara pertemanan mereka Putrilah yang paling aktif dan menghidupkan suasana. Perempuan cantik bermata indah ini supel dan smart.
"jadi ingat kita adalah perempuan perempuan tangguh yang bisa mandiri dan punya harga diri. Jika lelakimu tak mampu menghargai mu, tak mungkin dia akan me ratukanmu. Tapi lihatlah kalian mendapatkan perlakuan dua duanya di sini" Sambung Putri Panjang lebar.
"Dan satu lagi, kebencian tak akan membuat hati tenang maka lupakan masa lalu, kita layak Bahagia" Vita menimpali.Â
Mereka saling berpelukan menguatkan satu sama lainya.Â
"Bahagia kita yang ciptakan, ingat itu" Karin yang paling imut berbisik menambahkan.
Kapal Kembali merapat ke dermaga semula. Kemegahan masjid Camlica dengan enam Menara yang begitu anggun seakan menyambut wisatawan yang turun dari kapal.Â
Di iringi suami masing masing dibelakang mereka, ke lima perempuan perempuan itu memasuki masjid untuk menunaikan sholat Ashar sebagai wujud rasa syukur dan penghambaan pada yang Maha Kuasa.
*gelin =pengantin
*bir dakika sonra=sebentar lagi
*iyi misin=apakah kamu baik
*ne oldu karigim= Istriku apa yang terjadiÂ
*canim ablacim=saudariku sayang
#sayembaratutuptahunxxii #pulpenÂ
Autor by Caryna Abay dengan nama pena Biyanca Kenlim  seorang mantan BMI Hongkong yang tak sekolah tapi bercita cita jadi orang pintar.  Menjadi BMI untuk membalas dendam ,mengantarkan putra putrinya meraih gelar sarjana. Menulis baginya hanya kesesatan tanpa panduan dan tak ada alasan untuk kembali pulang ,terus belajar tanpa batasan.
Kendal di penghujung 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H