Disatu waktu tampak muka Waode sembab dan kuyu, dilain waktu wajah manisnya dihias lebam membiru. Atas nama privasi Waode menutup diri. Airmata tanpa suara menangis dalam bisu.
 Para tetanggapun memaklumi dan tidak ingin mencampuri. Tapi kali ini wajah wajah mereka tegang tangan nya mengepal, kilatan mata berbicara atas nama kemanusiaan mereka bermufakad, melapor polisi.
Kisah kekerasan dalam rumah tangga Waode menghiasi media masa kala itu. Sungguh ironi, dimana banyak kasus kekerasan rumah tangga, pelecehan wanita, rudapaksa yang dilakukan oleh kaum yang seharusnya melindungi wanita.Â
Sebagai kepala rumah tangga, sebagai pria apalagi sebagai apparat negara yang mengayomi warga justru menjadi pelakunya. Logika kehidupan yang dijungkir balik kan oleh nafsu binatang. Sudah sepatutnya ganyang dan rajam pelakunya. Warga meradang.
***
Waode sesenggukan. Fransiska, Putri, Karin dan Vita serentak menengok kearah Waode yang tengah terlempar kedalam kenangan.Â
"Heeyy...what happen with you?" tanya Putri selangkah mendekati Waode.Â
"Â iyi misin ?" tanya Karin sembari menjulurkan selembar tisu.
 " ne oldu karigim ?" Husyein suami Waode yang melihat ada sedikit kegaduhan mendekat memeluk dan mengusap kepala istrinya dan mencium keningnya. Setelah dirasa tampak tenang Husyein Kembali meninggalkan istrinya bersama teman teman.
Fransiska yang secara usia lebih dewasa dari mereka mengalihan pembicaraan.Â
"Woe  canim ablacim , bagaimana jika di penghujung January kita bermain salju di Uludag, setuju?" Tanya fransiska tanpa serius berharap jawaban.