Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC]Di Satu Titik Bintang

17 Januari 2019   05:17 Diperbarui: 17 Maret 2019   09:35 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa penjelasan lebih lanjut, Aku belom begitu paham apa maksud Ibu.

"Nih Bang Azriel nambah ayam gorengnya, selamat yah sudah lulus UN, semoga tercapai cita citanya" 


Aku mengambil sepotong sayap ayam goreng dan menaruhnya dipiring abang ku yang sedang pulang liburan selepas UN

"aamiin..terimakasih , dik Ais, kamu juga yang rajin belajar agar diterima disekolah impinmu"

Ya , Abangku satu satunya  sekolah disebuah SMA favorit di Kota walaupun harus tinggal kos disana. Demi agar bisa masuk perguruan tinggi yang jadi incaranya, begitu alasan saat mohon ijin sama Ayah  dan Ibu.


Ibu sempat keberatan, tapi Ayah memberi penjelasan jika anak punya pilihan dan mampu bertanggung jawab, orang tua harus bisa menerima dan mendoakanya saja. Akhirnya Ibu melepas Bang Azriel untuk sekolah di Kota. 

Dari jaraklah rindu tercipta, saat berkumpul seperti ini kebahagiaan keluarga kami terasa sempurna.

Tidak hanya buat Abang, Ibu pasti akan masak makanan kesukaan kami smua. Dimeja makan kami nikmati sajian sambil bercengkerama.


 Tak cukup disitu, digelaran karpet kami lanjutkan kebersamaan dengan berbagi cerita, dan biasanya kemudian kami anak2 akan mendengar wejangan dan petuah dari Ayah .


Tentang kebaikan yang harus kita lakukan, tentang keburukan yang harus dijauhi dan tentang banyak hal lainya yang seakan tak pernah habis ide Ayah ceritakan pada kami,  pun tak juga bosan kami mendengarnya. 

Ayah dan Ibu laksana sumur sumber mata air ilmu yang tak pernah kering. Walau kemarau sekalipun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun