Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC]Di Satu Titik Bintang

17 Januari 2019   05:17 Diperbarui: 17 Maret 2019   09:35 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: shutterstock.com

"Rapatkan shaaf nya, Adik" Kata Ayah.

Aku sedikit menggeret badan Adik  agar nempel disebelahku. Ayah sebagai Imam. Bang Azriel, Ibu, Aku dan adikku Annisa sebagai makmum. Sudah kewajiban kami untuk berjamaah jika smua kumpul dirumah, seperti malam ini.

Ayah membiasakan kami sholat Isa tidak tepat waktu sebagaimana saat sholat wajib lainya. Sholat Isa kami lakukan sebelum jam tidur malam, pukul 21.00. 

Kata Ayah, sebagai penutup hari, jelang tidur kita dalam keadaan sudah berwudlu dan sholat. Selain itu agar Sholat subuh kita tak terlewat karena tidur lebih awal.

Khusuk kami mendengarkan Ayah membaca surat Allkafirrun setelah alfatihah di rokaat kedua. 

Tiba tiba terdengar suara gemeretak, lantai yang kami injak bergetar,  badan kami bergoyang.  Reflek adik memelukku. Ayah masih melantunkan surat Alkafirun. 

Kami tetap pada posisi semula kecuali Adik yang baru berusia 5 tahun mendekap pahaku dari depan. Suasana kembali tenang.
"Sami'Allohulliman haamidah"  Kami semua mengikuti gerak tubuh Ayah yang meluruh untuk sujud.

"Braaakk..sepertinya gempa skala tinggi melanda daerah kami. Adik terpental lepas dari peganganku, platfon terlepas menimpa tubuh kami, goncangan hebat itu datang lagi, beruntun tak henti bahkan semakin kuat goncanganya. Ubin terbelah Kami masih saling sahut berteriak menyebut AsmaNYA...istighfar..takbir...Allohu akbar..Allahu Akbaarr....Allohuakbaarr..suasana seketika, gelap  pekat dan ngeri, Aku yang baru berumur 10 th serasa sendiri.

Dalam balutan mukena agak susah untuk sekedar berdiri, terasa ada yg mengganduli, mungkin tersangkut sesuatu, kulepaskan mukena. Tulang kaki terasa ngilu. Sekuat tenaga kupanggil kluargaku.. Ayaaahh...Ibuuu..Abaang..Adeeek..
Diam,tak ada sahutan..


Dengan berurai airmata, dalam gelap dan suara bergemuruh entah darimana Aku berusaha berjalan keluar, entah kemana. Tanah bergerak semakin dahsyat . Terus kuteriakan takbir sambil berlari semampukku dalam gelap.


Suara gemuruh semakin keras terdengar , kutengok kebelakang, sekilas kulihat jalan yang saya lalui tadi bergelombang laksana monster naga yang mengejarku, meliuk naik stinggi pohon kelapa Subhannalloh...menggulung apa saja yang ada, rumah pohon smua amblas masuk tak berbekas. 

Aku terus lari bergeser kesebelah kanan ke arah bukit, menghindari gulungan tanah yang terus melaju menggerus. 

Di langit kulihat satu bintang, tak peduli aku lari kemana, kuikuti titik bintang yang tampak berkerlip menuntunku, sampai aku  menabrak sesuatu. Aku tersungkur jatuh.

**

Malam sebelum kejadian...


"Hayoo..habiskan nasinya, Adik. Tambah lagi kuah sup nya. Makan ceker ayamnya biar kaki Adik kuat!"

Aku yang duduk disamping Adik membantu meyiduk kuah sup dan menambahkan ceker ayam kesukaan adik bungsuku ini.

"terimakasih Kak Ais"  sikecil menggeserkan kepala sambil menatapku lucu. Kedua tanganya menggenggam ceker ayam yang siap dimasukan mulut.

Aku tersenyum turut geserkan kepala "sama sama adek"

Ayah, Ibu memang mengajarkan kami adab sopan santun dalam keluarga. Kata Ibu, orang yang beradab itu orang yang mengamalkan "PMTT"

"apa itu, Bu? Tanyaku.

"itu singkatan dari, Permisi, Maaf, Tolong dan Terimakasih!"

Tanpa penjelasan lebih lanjut, Aku belom begitu paham apa maksud Ibu.

"Nih Bang Azriel nambah ayam gorengnya, selamat yah sudah lulus UN, semoga tercapai cita citanya" 


Aku mengambil sepotong sayap ayam goreng dan menaruhnya dipiring abang ku yang sedang pulang liburan selepas UN

"aamiin..terimakasih , dik Ais, kamu juga yang rajin belajar agar diterima disekolah impinmu"

Ya , Abangku satu satunya  sekolah disebuah SMA favorit di Kota walaupun harus tinggal kos disana. Demi agar bisa masuk perguruan tinggi yang jadi incaranya, begitu alasan saat mohon ijin sama Ayah  dan Ibu.


Ibu sempat keberatan, tapi Ayah memberi penjelasan jika anak punya pilihan dan mampu bertanggung jawab, orang tua harus bisa menerima dan mendoakanya saja. Akhirnya Ibu melepas Bang Azriel untuk sekolah di Kota. 

Dari jaraklah rindu tercipta, saat berkumpul seperti ini kebahagiaan keluarga kami terasa sempurna.

Tidak hanya buat Abang, Ibu pasti akan masak makanan kesukaan kami smua. Dimeja makan kami nikmati sajian sambil bercengkerama.


 Tak cukup disitu, digelaran karpet kami lanjutkan kebersamaan dengan berbagi cerita, dan biasanya kemudian kami anak2 akan mendengar wejangan dan petuah dari Ayah .


Tentang kebaikan yang harus kita lakukan, tentang keburukan yang harus dijauhi dan tentang banyak hal lainya yang seakan tak pernah habis ide Ayah ceritakan pada kami,  pun tak juga bosan kami mendengarnya. 

Ayah dan Ibu laksana sumur sumber mata air ilmu yang tak pernah kering. Walau kemarau sekalipun

Tetiba wajah Ayah yang teduh itu memandangku yang duduk di depan Ayah, disebelah Ibu.

"Kakak, taukah kenapa Ayah Ibu memberimu nama Aisyah,nak?

Aku hanya termangu ingin lebih jauh mendengarkan cerita Ayah.

"Aisyah adalah salah satu nama istri Rosul, Muhammad SAW. Istri yang paling disayang. Aisyah adalah wanita yang kuat, wanita yang sholehah, taat agama, cerdas, cantik, lembut dan bijak. Doa Ayah semoga anak cantik Ayah ini juga meniru sifat sifat mulia tersebut"  tangan Ayah menjulur hendak mengusap rambutku.

Aku pejamkan mata, merasakan usapan yang lembut itu.
"Ayaahh...! Teriakku, Mataku basah.

"Adik cantik...alhamdulilah, sudah siuman, sudah dua hari kami mengkawatirkanmu, Jangan takut nak, panggil saya Ibu Muslifa, kami akan merawatmu. 

"Adik sekarang ada di tempat yang aman walau cuma ditenda darurat, sekarang istirahatlah, kami disamping  menjagamu"

Belaian lembut tangan Bu Mus mengirimkan hawa hangat yang menjalar ke tubuhku, terlupakan sejenak rasa sakit yang mendera seluruh tubuh. Dalam lelapku, kembali kulihat bintang yang bersinar indah.

 Diremang cahaya bintang  terlihat samar samar Ayah, Ibu, Abang dan Adik melambaikan tangan sambil tersenyum bahagia, sayup terdengar suara Ayah "jaga diri baik baik Aisyah, jadilah wanita yang kuat dan bersinar untuk sesama".

Biken 16-1-2019 HKU-HK

sumber foto koleksi RTC
sumber foto koleksi RTC
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun