Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cemburu

6 Februari 2016   06:02 Diperbarui: 27 Desember 2016   16:37 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber foto:makassar.tribunnews.com"][/caption]

Cemburu, Akhir Kisahku.

Jika senyum adalah melody jiwa, maka Cinta adalah anugrah dari hati. Karena itu yang di rasakan ketika dia yang berarti menghampirimu.

 Lumatan bibir kenyalmu masih terasa hangat, lembut menggetarkan. Dekapan dada bidangmu membuatku nyaman. Tatapan matamu tajam namun teduh laksana pohon yang rindang. Damai dalam pelukmu. Kala itu kita habiskan dinginya malam dalam satu selimut hangat. Tanpa sehelai benang kita bergumul di akhiri erangan dan lenguhan penuh kebahagiaan. “Aku sayang kamu” bisikmu lembut di telingaku. Aku mendesah merapatkan pelukan, mendongak mengecup dagumu yang terbelah.

**

 Dua bulan berlalu.

 

“Mas”

"Mamaas”

Jeda dua puluh menit ku ulang memanggilmu, di chat semalam. Tak ada balasan.

“Mamaaasss..”

Panggilku manja seperti biasanya,  itu panggilan sayangku padanya.

 "iya”  balasmu pendek. Tak seperti biasanya selalu ada “say” di belakang “iya”

 "lagi ngapain, sibuk ya?”

 "gak, lagi telfonan”  jawabmu santai .

 "lagi nelpon siapa, maaf aku ganggu ya”  u jarku tak enak hati.

 Aku memang tipe perempuan sensitive, tidak ingin membuat pasangan tidak nyaman karena ulahku. Tak segan aku seringkali minta maaf. Bahkan mungkin sampai membuat kekasihku jengah.

 “kenapa sih minta maaf mulu, sante aja lagi!” ujarmu suatu hari tanpa nada marah.

 Kamu memang lelaki dewasa yang bijak. Sebijak kalimat yang di rangkai. Menjadi tulisan apik yang selalu di tunggu pembacamu. Yah kekasihku seorang penulis. Tak heran banyak fans tersembunyi. Terpesona dengan gaya tulisanmu, topik bahasan mu. Menunjukan kau lelaki cerdas. Juga dari foto profilnya yang tampak cool dengan tatapan mata yang tajam di hiasi sungging senyum yang menawan. Banyak wanita mengidolakan mu. Itu kenapa aku nyaman bersamamu, di selingi rasa was was jika hatimu berubah. Kerap berpaling.

 Malam itu berlalu tanpa obrolan yang hangat seperti malam malam lainya. Aku tertidur pulas setelah aku pastikan tidak ada chat masuk darimu.

**

“Selamat pagi sayang”

 "Mamas..semalam telfon siapa asik bener”  sapaku mengawali pagi.

 “sama teman kok”  bling..notif masuk dari chat messenger. Tumben segera balas.

 “sampai jam berapa?”

 "sampai dia tertidur”

 "so sweet”  balasku ringan.

 Tapi ada yang aneh dalam hatiku. Ada detak tak berirama, ada cemburu yang amat sangat dan bisikan rasa tak percaya. Sembari jalan ku klik view profil  “duuh seneng nya di telfon bidadari aku” terbaca jelas di wall fb mu.

 "mang siapa dia mas?”

 “oh kawan lama,pernah ada rasa sih cuma saling malu, akhirnya berlalu dan kini hadir kembali”  

 Jawabmu jujur. Memang itu satu daya tarikmu sampai akupun menggilaimu. Apapun yang pernah terjadi , kamu selalu berkata jujur.  kita biasa diskusi tentang masa lalumu dan aku memaklumi nya bahkan selalu mensupport agar kau tak goyah dengan kenangan yang menyakitkan.

 Memerah terasa rona pipiku,  panas. Hatiku tak karuan, langkahku gontai, terasa tak bertulang, lemas. Baru kali ini aku merasa demikian. Kejujuranmu menyakitkan. Namun aku tetap berusaha tenang. Sudah menjadi komitmen ku untuk mengiklaskan siapa yang berhak memilikimu di antara puluhan wanita pengagum mu.

 

Cinta itu ibarat bara api, dia menghangatkan hatimu jika di ungkapkan dengan tulus. Jika tidak dia akan menghanguskanmu.

 

“jadi gimana, Mas milih dia?”  menari jariku di layar hape. Ingin menuntaskan pertanyaan. Memastikan jawaban.

 "sepertinya iya”  balasmu pendek dan dingin, mengabaikan rasaku.

 "baiklah kalau Mas sudah memilih, saya tutup cerita kita sampai disini, terima kasih pernah bahagiakan aku, maafkan aku, aku pamit pergi”

 Ku tutup chat dengan rangkaian kata sebijak mungkin. Tak ku tunjukan aku lemah. Aku terduduk lesu di kursi pojok dalam kereta. Hatiku pedih, air mata tak terbendung. Lalu lalang penumpang kereta tak ku hiraukan. Ku sumpal telinga dengan handset , klik galeri  musik,  lagu dari berbagai jaman ada di memory hape dan ku pilih lagu usang mewakili rasaku saat itu....

 

Jangan ditanya kemana aku pergi..

Jangan ditanya mengapa aku pergi..

Usah di paksa ku menahan diri..

Usah di minta ku bersabar hati..

 

Putuslah rambut, putus pula ikatan..

Pecahlah piring, hilang sudah harapan..

Hati nan risau apakah sebabnya..

Hati nan rindu apakah obat nya..

 

Pandai dikau mempermainkan lidah..

Menjual madu di bibir nan merah..

Ku bayar tunai dengan asmara..

Kiranya dikau racun di lara…

 

Jangan di tanya kemana aku pergi..

Jangan di sesal aku tak kan kembali..

Tamatkan saja cerita nan sedih..

Selamat tinggal ku bermohon diri..

 

(Jangan diTanya by Kris Biyantoro)

 

Berhenti berharap pada seseorang yang kau tau jauh di dalam hatimu, Bahwa dia tak akan pernah bisa menjadi milikmu.

Biken 6/02/16 Sai Wan Ho-Hong Kong

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun